Bab 9 - Mulai Penasaran

1215 Kata
Sebagai penulis, Jingga juga merupakan seorang pembaca. Ia membaca novel-novel yang menurutnya menarik untuk dibaca. Apalagi saat ada waktu senggang begini, Jingga yang sudah mengunggah episode terbaru dari ceritanya memutuskan membaca novel roman favoritnya sebelum benar-benar tertidur. Dengan catatan ... Jingga berjanji tidak akan lebih dari jam sebelas malam mengingat besok adalah hari pertamanya bekerja di Aluna. Membaca novel dengan genre roman dewasa, tak bisa dimungkiri terkadang Jingga merasa hasratnya terpancing saat ada scene-scene intim yang disajikan penulis. Itu normal apalagi usianya sudah bukan lagi remaja. Ya, 26 tahun sudah bisa dikatakan dewasa, bukan? Namun, meskipun hasratnya untuk ‘melakukan itu’ perlahan terpancing, Jingga tak sampai benar-benar melakukannya terlebih dengan siapa? Ia jomlo sekarang. Jangankan saat jomlo begini. Bahkan, saat Jingga memiliki pacar pun tidak pernah kepikiran untuk ke tahap berhubungan badan. Menurutnya itu sudah melewati batas dan Jingga memastikan ia bisa menjaga diri serta tak boleh sampai melewati batas tersebut. Oke, Jingga tidak merasa dirinya suci karena nyatanya ia tidak keberatan berciuman. Hanya saja, untuk berhubungan badan Jingga tak mau. Setelah membaca novel favoritnya, Jingga memutuskan tidur dengan harapan hasrat yang timbul menjadi teralihkan. Hanya saja, tiba-tiba ia dikejutkan dengan kedatangan Biru ke apartemennya. Berbagai pertanyaan langsung memenuhi benak Jingga. Apa Biru tahu password-nya? Kalau tahu, dari siapa dan bagaimana bisa? Selain itu dari mana Biru tahu kalau Jingga tinggal di sini? Sampai pada akhirnya, seperti inilah posisi Jingga dan Biru sekarang. Mereka berdiri berhadapan dengan Biru yang baru saja mengatakan hal tidak masuk akal. Ya, pria itu mengajak Jingga tidur bersama. “Ternyata Mas Biru bukan hanya mabuk, tapi kerasukan juga.” Alih-alih menjawab, Biru langsung memajukan tubuhnya meraih tubuh Jingga dan mendaratkan bibirnya pada bibir wanita itu. Ya, Biru mencium Jingga dengan intens dan menggebu-gebu. Aroma alkohol sangat kentara. Sungguh, Jingga terlalu terkejut sehingga tidak menolak atau setidaknya menghindar. Sebaliknya, ia malah terbuai oleh betapa lihainya bibir Biru bermain pada bibirnya. Sebut Jingga gila, tapi beginilah adanya. Jingga perlahan mulai terbiasa sehingga menyambut hangat sentuhan bibir mendebarkan yang pria di hadapannya ini lakukan. Jika sebelumnya terakhir kali Jingga berciuman dengan Bian yang menurutnya orang asing, kali ini Jingga malah berciuman dengan pimpinan redaksi di Aluna Publishing alias orang nomor satu di tempatnya bekerja. Apakah Jingga mulai tak waras padahal ia adalah anggota baru di Aluna? Seharusnya ia tak mencari masalah. Ya, melakukan ini dengan Biru bisa jadi akan menimbulkan masalah ke depannya. Semuanya terjadi begitu saja hingga mereka berakhir di kamar Jingga. Jingga sendiri tidak ingat bagaimana detailnya mereka bisa sampai di kamar tanpa melepaskan ciuman. Lebih tepatnya mereka berada di atas tempat tidur. Tidak ada cinta, tidak ada perasaan. Namun, mereka tetap berciuman. Tentunya tidak lebih dari sekadar ciuman karena saat Biru mulai mendorong Jingga berbaring di tempat tidur untuk tindakan yang lebih, Jingga yang sudah sadar sepenuhnya kalau ini salah jika dilanjutkan, langsung mendorong Biru yang mabuk, membuat pria itu oleng ke sampingnya dan tak jadi menindih wanita itu. Jingga yang ingin marah mengurungkan niatnya saat mendapati Biru sudah terlelap. Pria ini benar-benar mabuk parah. “Sebenarnya kamu tinggal di mana, sih, Mas? Kenapa bisa sampai nyasar ke tempatku begini?” gumam Jingga yang mustahil bisa Biru dengar. Jingga akhirnya memberanikan diri untuk memeriksa dompet Biru. Setidaknya ia bisa mencari tahu alamat pria itu di sana. Namun, sayangnya Jingga tak menemukan KTP. Hanya ada beberapa kartu yang terdiri dari tiga buah kartu perbankan dan kartu nama. Jingga bahkan tak menemukan uang cash sepeser pun. Apa Jingga akan membiarkan Biru ada di sini sampai pagi? Jingga sendiri belum tahu. Lagian ia juga belum tahu di mana tempat tinggal pria itu. Sampai kemudian Jingga yakin kalau Elina pasti mengetahuinya. Untuk itu, Jingga memutuskan meneleponnya. Sebelum menelepon, Jingga mengirim chat dulu untuk berjaga-jaga jika ternyata Elina sudah tidur atau sedang tak bisa diganggu. Ternyata Elina belum tidur dan bersedia menerima panggilan. “Iya, Ga?” jawab Elina di ujung telepon sana saat panggilan mereka sudah tersambung. “Maaf ganggu malam-malam ya, Mbak El.” “Ada apa, Jingga?” “Kamu tahu Mas Biru tinggal di mana, Mbak?” “Loh kamu belum tahu?” Elina terdengar heran. “Tapi kenapa tiba-tiba kamu tanya itu?” “Ya, aku belum tahu,” balas Jingga. “Aku cuma penasaran aja soalnya tadi berasa ngelihat Mas Biru di sekitar sini. Atau aku salah orang?” Tentu saja Jingga berbohong agar tidak membuat Elina curiga. Entah kenapa ia merasa sebaiknya Elina tak perlu tahu tentang apa yang baru saja dialaminya bersama sang pimred. Elina juga tak perlu tahu kalau Biru nyasar ke sini. “Serius, aku kira kamu udah tahu, Ga,” balas Elina. “Dia itu tinggal di unit sebelah kanan.” Tentu saja Jingga terkejut. “Kamu serius, Mbak?” “Serius, Jingga. Kedengarannya kamu kaget banget gitu. Padahal aku kira kamu udah tahu.” “A-aku emang kaget. Aku baru tahu ternyata tempat tinggalku sebelahan sama bos Aluna.” “Tadi kamu bilang berasa ngelihat Mas Biru? Karena kalian tinggal di lingkungan yang sama, aku pikir kamu nggak salah lihat tadi. Sepertinya yang kamu lihat memang Mas Biru.” “Kalau begitu makasih informasinya ya, Mbak. Sekali lagi maaf udah ganggu malam-malam.” Setelah sambungan teleponnya dengan Elina teputus, bersamaan dengan itu Jingga menemukan kartu akses di lantai dekat kasur di mana Biru sedang berbaring. Sudah pasti kartu akses tersebut milik Biru, hal yang memperkuat bahwa pria itu memang tinggal di gedung ini. “Kebetulan macam apa ini?” gumam Jingga lagi. Jingga memperhatikan kartu akses itu. Desain dan warnanya sama dengan miliknya. Lagi-lagi Jingga mempertanyakan bagaimana bisa Biru masuk ke sini? Apa ada yang eror atau Biru sungguh tahu password-nya? Astaga … Jingga mulai merasa ini masuk akal. Bukankah unit yang Jingga tempati ini sebelumnya dimiliki oleh Sakina Adriana? Penulis sekaligus mantan tim Aluna? Jika wanita itu dekat dengan Biru, tidak menutup kemungkinan Biru tahu password pintunya. Lagian salah Jingga sendiri yang tidak menggantinya hingga kini hanya karena angkanya cantik sekaligus unik. Kemungkinan selanjutnya, bisa jadi Biru menggunakan password yang sama. Terbukti tadi pria itu merasa dirinya sengaja masuk ke tempat tinggalnya, bukan salah masuk. Daripada penasaran semalaman, Jingga sebaiknya membuktikan sendiri. Ia akan mencoba masuk ke unit sebelah menggunakan kartu akses milik Biru di tangannya ini atau password. Sampai pada akhirnya, Jingga sudah berdiri di depan pintu tempat tinggal Biru. Jika saja Jingga kuat membawa tubuh Biru, pria itu pasti tak akan membiarkan Jingga bekerja seperti ini. Setelah mencoba menggunakan kartu akses dan pintunya langsung terbuka, Jingga lalu kembali menutupnya. Ia lalu bersiap masuk menggunakan password. Jika bisa, itu artinya mereka sungguh memakai kata sandi yang sama. Dugaan Jingga pun tidak meleset. Mereka berdua menggunakan password yang sama. Apa-apaan ini? Saat pintu apartemen Biru berhasil dibuka, seharusnya Jingga langsung menutupnya lagi lalu kembali ke apartemen miliknya sendiri. Namun, yang terjadi malah sebaliknya, tiba-tiba Jingga merasa penasaran tentang bagaimana kamar seorang Biru. Haruskah Jingga segera masuk dan melakukan room tour? Terlebih kesempatan belum tentu datang dua kali. Entah kenapa ... tiba-tiba Jingga mulai penasaran pada sosok Biru yang beberapa menit lalu menuduhnya 'menggoda' pria itu. "Aku? Menggoda Mas Biru? Itu konyol!" gumam Jingga, lebih pada dirinya sendiri. "Tapi gimana kalau aku beneran menggoda? Mas Biru mau bagaimana?" sambungnya. Sampai kemudian, dengan penuh keberanian Jingga memutuskan benar-benar masuk ke apartemen Biru.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN