Malam semakin larut. Setelah Celine selesai membereskan sisa barbeque dan memastikan halaman kembali rapi, Valenia pamit masuk lebih dulu. Begitu menutup pintu kamarnya, ia bersandar di balik daun pintu dengan napas berat. Hening menyelimuti ruangan luas itu. Lampu kamar hanya menyala temaram, menimbulkan bayangan lembut di dinding. Valenia berjalan pelan menuju ranjang, lalu duduk dengan tangan yang refleks kembali menempel pada perutnya. “Mual mendadak… aku jarang sekali seperti itu,” bisiknya pada diri sendiri. Ia terdiam lama, matanya menatap kosong ke arah lantai. Ingatannya dengan sendirinya menyeretnya kembali ke malam panas bersama Sebastian. Malam yang awalnya ia anggap sebuah kesalahan besar, malam yang ingin ia kubur dalam-dalam. “Tidak mungkin… kan?” gumamnya, suara bergeta

