10 - Khilaf

1322 Kata
Clara terkejut melihat kakaknya Barack mendobrak pintu ruang kerjanya. Ah, yang lebih penting, kenapa kakaknya itu ada di sana? "Kakak?" panggil Clara, sedikit terkejut melihat kedatangan Barack. "Kalian ...." Barack sedikit terkejut melihat Arya yang sudah bertelanjang d**a, dan wajah lelaki itu terlihat sangat mengenaskan. "Ini nggak seperti yang Kakak pikirkan!" sanggah Clara. Melihat ekspresi kakaknya, Clara tau apa yang ada dipikirannya itu. "Terus, kalian lagi ngapain? Ini di kantor, lho. Masih jam kerja juga," kata Barack sambil menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Tuh, kan? Barack berpikir jika dirinya sedang berbuat yang tidak senonoh dengan Arya. Ah, bagaimana bisa kakaknya itu memiliki pikiran yang seperti itu? "Arya masuk angin, jadi aku kerokin." Clara kembali membuat tato di punggung Arya. "N - nona, sakit!" rengek Arya, sepertinya Clara menambahkan sedikit kekuatannya. Barack hanya geleng-geleng kepala melihat mereka. Lalu lelaki itu berjalan menuju sofa, lalu duduk di sana. Memperhatikan interaksi antara adiknya dan Arya. Dia tersenyum, mengingat saat seorang resepsionis melaporkan kejadian bulan kemarin. Arya check in di sebuah kamar presidential suite, dan yang membuat mereka terkejut adalah Arya membawa Clara bersamanya, dalam keadaan mabuk. Khawatir jika adik bos mereka di anu-anu oleh Arya, sehingga mereka  pun menyuruh pada cleaning service untuk melaporkan apa yang mereka lihat, dan apa yang mereka temukan di kamar hotel tempat Arya dan Clara menginap Belum lagi jika mereka menerima permintaan untuk dikirim wine ke kamar yang mereka gunakan. Besok pagi nya mereka mendapati noda darah di sprei yang mereka gunakan. Hal itu pun langsung dilaporkan pada Barack, dan Barack melaporkannya lagi pada Jessy dan Alex. Mereka sebenarnya tidak marah setelah tau apa yang Arya dan Clara lakukan. Sudah dari dulu mereka ingin menjodohkan keduanya, karena Arya adalah calon mantu yang idaman. Tetapi mereka tak ingin memaksa Clara dalam hal ini. Mereka membebaskan anak-anak mereka dalam memilih pasangan hidup. Melirik Barack, lalu bertanya, "Kakak ko ada di sini?" "Kebetulan lewat, Cla. Kakak denger, katanya tadi pagi kamu pengen makan sushi?" Barack sempat mendengar dari mamanya, katanya tadi pagi Clara merengek minta sushi. Tidak biasanya adik manisnya itu merengek seperti itu. Belum lagi, sushi katanya? Sajak kapan? Sejak kapan adiknya itu suka sushi? Padahal dulu Clara tak doyan, bahkan jijik katanya. Ikan mentah ko dimakan. "Iya, tadi pengen aku pengen sushi." Clara membenarkan ucapan kakaknya. "Ko tiba-tiba? Bukannya kamu itu ga doyan sushi, ya?" tanya Barack. Dia benar-benar penasaran. "Gara-gara liat story w******p temen aku. Jadi ngiler, kan!" Clara sudah selesai membuat tato di punggung Arya. Lalu membalurkan minyak kayu putih di seluruh punggung Arya, agar hangat. Lalu memijit-mijit nya sebentar, dan selesai. "Udah, Ar!" "Terimakasih, Nona. Maaf sudah merepotkan, Anda!" Arya benar-benar merasa tak enak. Bos yang baik seperti Clara sangatlah jarang. Arya benar-benar bersyukur, bisa bekerja dengan Clara. Maka dari itu, Arya selalu mengerjakan pekerjaannya dengan baik, agar tidak membuat Clara kecewa. "Nanti makan siang bareng, ya!" ajak Barack pada adiknya. "Boleh! Nanti kita langsung ketemuan di restoran aja, ya?" "Iya. Ya udah, kakak balik ke kantor dulu, ya." Barack beringsut dari duduknya, dan mengusap kepala Clara sejenak. Lalu Barack pun berjalan menuju pintu, sebelum ia keluar dari ruangan kerja Clara, dia menatap Arya sejenak. "Ar, titip Clara, ya." Setelah mengatakan itu Barack keluar, dan kembali menutup pintu. Tinggal mereka berdua di dalam ruang kerja Clara. Tiba-tiba saja suasananya jadi sedikit canggung, apalagi Arya belum mengenakan bajunya. Melihat tubuh Arya yang sangat bagus, membuat Clara jadi teringat kejadian malam itu. Kejadian panas yang masih membekas dalam ingatannya. Masih teringat jelas bagaimana si pemilik tubuh itu mengoyakkan kewanitaannya, menembus dinding penghalang dan ke dalam. Benda tumpul itu membuatnya mengerang penuh nikmat. Sial! Kenapa pikirannya jadi m***m seperti itu? Wajahnya terasa hangat, sudah dapat dipastikan jika saat ini wajahnya memerah. "Nona, Anda baik-baik saja?" Arya melihat wajah atasannya bersemu merah. "A - aku nggak apa-apa!" jawab Clara sambil memalingkan wajahnya, tak ingin Arya melihatnya. "Benar? Anda tidak apa-apa?" tanya Arya sekali lagi, sambil mendekatkan wajahnya pada wajah Clara yang sedang membuang muka. "Astaga, aku nggak apa-apa, Ar!" balas Clara sambil kembali memalingkan wajahnya. Terkejut, Clara terkejut saat melihat wajah Arya sangat dekat dengan wajahnya. Sejak kapan? Sejak kapan wajah lelaki ini sudah ada sini? Jarak antara mereka benar-benar sangat tipis. Bahkan dalam jarak kurang dari satu jengkal, bibir mereka akan beradu. Keduanya saling menatap, menyelami perasaan mereka melalui sorot mata. Clara melihat mata hazel itu, sedang menatapnya dengan teduh. Membuat jantungnya bergemuruh, dan membuatnya luluh. Mata Clara tertuju pada bibir tipis milik Arya. Bibir yang sempat membuatnya lemah tak berdaya, di bawah kungkungan tubuh Arya. Bibir yang pernah membuatnya merancau karena nikmat. Bibir yang terasa sangat nikmat, bahkan saat ia memagut nya. Apa rasanya akan tetap sama? Clara benar-benar kesulitan menahan gejolak di dalam hatinya. "M - maafkan saya, Nona!" Arya yang tersadar lebih dulu, buru-buru menjauhkan wajahnya dari hadapan Clara. Tapi telat, wanita itu sudah menarik tengkuknya duluan. Mendaratkan bibir yang merah merekah itu pada bibir Arya, lalu memagut nya. Arya membulatkan matanya, terkejut dengan apa yang Clara lakukan. Dia tau, jika apa yang mereka lakukan adalah salah. Tapi, kenapa? Arya bahkan tak bisa menolak, tak bisa melepaskan pagutan bibir mereka. Sadar dengan apa yang sudah ia lakukan, Clara melepaskan ciumannya. Dan menutup wajahnya, malu! Bisa-bisanya seorang wanita bersikap agresif seperti ini? "M - maafkan, aku! Aku - " "Tak perlu meminta maaf, karena saya juga menikmatinya. Dan menginginkannya lagi," potong Arya sambil menarik tengkuk Clara. Dan kembali memagut bibir ranum atasannya itu. Keduanya terbuai akan permainan yang diciptakan oleh Arya. Mereka tau, jika yang sedang mereka lakukan adalah salah. Tapi, Demi Tuhan! Mereka tak bisa menghentikan aksi mereka. Karena semakin jauh permainan mereka, mereka jadi sulit untuk kembali. Suara decapan dari permainan mereka memenuhi ruang kerja Clara. Terdengar lenguhan dari mulut Clara, di saat tangan Arya mengusap punggung lembut punggungnya. Clara sudah mengalungkan tangannya pada leher Arya. Mata keduanya terpejam, dan mereka benar-benar menikmati permainan mereka. Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar, dan membuat mereka menghentikan aksi mereka. Arya melepaskan pagutan bibirnya, dan menatap bibir milik Clara yang sedikit membengkak karena ulahnya. Belum lagi lipstik yang ia wanita itu kenakan, sudah berantakan. Dengan ibu jarinya, Arya mengusap bibir itu. Bibir yang basah karena ulah permainan mereka tadi. Dan sekali lagi, Arya mendaratkan kecupan di sana, dan Clara masih terdiam. Sepertinya dia terlalu terkejut, sampai tak bisa berkomentar apa-apa lagi. "Aku akan ke toilet sebentar," ucap Arya sambil bergegas masuk ke dalam toilet, tak lupa juga dia membawa kemeja dan jas miliknya. Clara pun langsung kembali duduk di kursi kerjanya. Dan berdeham dulu sebentar, sebelum akhirnya wanita itu mengatakan 'masuk'. Anggi pun masuk, dan terlihat membawa paper bag. Membuat Clara bertanya-tanya. "Maaf mengganggu, Nona." "Ya, ada apa?" "Ini, dari kiriman dari Pak Barack." Anggi menyerahkan paper bag yang ia bawa. "Dari Kak Barack?" tanya Clara tak percaya. "Iya." Setelah itu Anggi pun keluar dari ruang kerja Clara. Sedangkan Clara membuka paper bag itu, dan melihat kotak makan di sana, ada secarik kertas juga. Diambilnya kertas itu, dan membacanya. 'Kakak masakin kamu rendang, sama sambel goreng. Tapi kakak malah lupa nggak bawa, dan malah ninggalin di dalem mobil. Mau balik lagi tapi nggak ada waktu, jadi kakak titip ke resepsionis aja.' Clara tersenyum, lalu dia membuka kotak makan itu. Memasukkan potongan rendang ke dalam mulutnya. Ah, rasanya benar-benar enak. Bagaimana bisa kakaknya itu jago masak seperti ini? Bahkan skill memasak Clara pun kalah. Arya keluar dari kamar mandi, sudah dalam keadaan rapih. Kemeja dan jas sudah membungkus tubuhnya, dan dasi sudah melingkar di leher lelaki itu. "Tidak ada yang ingin Nona tanyakan lagi?" "Tidak ada." Clara menjawab dengan singkat. "Baik, saya akan kembali ke ruangan saya." Setelah itu Arya keluar dari ruang kerja Clara, dan bergegas menuju ruangannya. Setelah kepergian Arya, Clara benar-benar tak bisa menebak pikiran laki-laki itu. Setelah apa yang mereka lakukan tadi, Arya masih bisa bersikap baik-baik saja? Seolah-olah tak ada yang terjadi pada mereka, dan ... hal itu membuat Clara sedikit sedih. Padahal mereka melakukannya dalam keadaan sadar, tidak dalam pengaruh alkohol. Tetapi, kenapa?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN