Mobil yang dikendarai oleh Clara sudah sampai di perusahaan. Mereka langsung turun dan masuk ke dalam lobby, dan menunggu lift yang akan membawa ke ruangan mereka.
Wajah Arya terlihat sangat pucat, dan hal itu membuat Clara khawatir. Selama dia bekerja dengan Arya, tak pernah melihat lelaki itu dalam kondisi yang memprihatinkan seperti ini.
Paling parah hanya demam dan flu, itu pun tidak sampai membuat wajah lelaki itu berubah menjadi pucat seperti mayat!
Lift yang mereka tunggu tiba, keduanya masuk ke dalam dan menatap angka yang terus bergerak naik.
"Kamu nggak apa-apa, Ar?" tanya Clara khawatir.
"Saya tidak apa-apa, Nona."
"Tapi muka kamu pucat gitu. Mau ke rumah sakit aja?" tawar Clara.
"Tidak usah, Nona. Saya baik-baik saja, ini hanya masuk angin."
Clara menghela napas, dia tau jika Arya itu orang yang anti dengan rumah sakit. Mau separah apapun sakitnya, lelaki itu akan tetap bertahan dan tidak akan pergi ke dokter.
Arya adalah tipe orang yang sangat menjaga pola hidup sehat. Dia sering olahraga dan pola makannya pun sangat sehat, bahkan Clara pun sampai kalah.
Akhirnya lift yang membawa mereka telah sampai di lantai sembilan belas, di mana di sana hanya ada ruangan Clara, Arya, dan pantry.
"Selamat pagi, Nona," sapa Anggi saat melihat Clara dan Arya sudah tiba.
"Iya, selamat pagi."
Clara langsung masuk ke dalam ruangannya, sambil diikuti oleh Arya di belakangnya. Dia duduk di kursi kerjanya, dan menyangga wajahnya dengan kedua tangannya, sambil menatap Arya yang sedang menatap tab yang ada di tangannya.
Entah kenapa, Arya yang sedang serius seperti itu terlihat sedikit ... tampan? Kulitnya putih bersih, hidungnya mancung, bibirnya tipis, dengan blank spot di bawah mata kanannya, membuatnya terkesan manis, rambut hitamnya tersisir rapih dengan tambahan pomade agar tahan badai.
Pantas saja banyak para pegawai wanita yang sering kali curi-curi pandang ke arah Arya, karena memang dia tampan.
"Nona?" Arya memanggil Clara yang tampak sedang menatapnya dengan lekat.
"Ya?"
"Ada yang ingin Anda tanyakan untuk jadwal hari ini?"
"N - nggak!" Clara membuang wajahnya, tak berani menatap Arya, dan Arya hanya mengangguk.
Lalu keduanya sama-sama terdiam, Clara jadi merasa canggung sendiri. Padahal berduaan dengan Arya di dalam ruangan tertutup, adalah hal yang biasa bagi keduanya. Tapi entah kenapa, perasaan Clara menjadi sedikit tidak karuan.
"Baiklah, jika tidak ada yang ingin Nona tanyakan, saya permisi." Arya membungkukkan sedikit kepalanya, lalu bergegas menuju pintu.
Tapi saat lelaki itu hendak memutar kenop pintu, tiba-tiba rasa mual itu datang lagi. Membuatnya diam sejenak, menutup mulutnya agar suaranya tak terdengar oleh Clara. Sedangkan air matanya sudah membasahi wajahnya.
"Ar, kamu kenapa?" tanya Clara karena heran, Arya sedari tadi diam di ambang pintu saja.
"M - maaf, saya ikut ke toilet!" ucap Arya sambil menutup mulutnya, dan bergegas masuk ke dalam toilet yang ada di ruang kerja Mawar.
Arya berusaha keras mengeluarkan isi perutnya. Lalu detik berikutnya, dia merasakan tangan halus sedang memijat tengkuknya. Arya tau, siapa pemilik tangan itu.
Siapa lagi jika bukan Clara? Di dalam ruangan itu tidak ada orang lain lagi selain dirinya dan Clara. Arya benar-benar tersiksa dengan rasa mual yang dialaminya.
Sebelumnya dia tidak sampai seperti ini. Kira-kira apa yang membuatnya seperti ini? Pikiran Arya berkelana jauh, berbagai pikiran negatif memenuhi pikirannya.
Apa jangan-jangan dia menderita penyakit langka? Dan kini umurnya tinggal tersisa satu tahun? Ah, membayangkannya saja sudah membuatnya sedih.
Dia belum menikah, tetapi kalau kawin sudah. Tapi tetap saja, dia pun ingin memiliki istri dan memiliki anak. Sial! Kenapa pikirannya jadi negatif seperti ini?
"Ar, kamu nggak apa?" tanya Clara khawatir. Karena dia melihat Arya tadi terisak.
"S - saya tidak apa-apa, Nona!" jawab Arya sambil menatap Clara.
"Muka kamu pucat, Ar."
"Iya, saya tau, Nona." Arya menatap pantulan dirinya di depan cermin, pucat. Benar-benar pucat.
"Kamu pulang aja, ya? Istirahat di rumah."
"Nggak, saya akan tetap bekerja, Nona." Arya menolak, jika dirinya di rumah. Kepalanya akan dipenuhi oleh pikiran negatif.
Clara menghela napas, lalu dia menarik lengan Arya dan membawanya ke luar dari toilet. Mendudukkan lelaki itu di sofa yang ada di ruangannya.
"Duduk!"
Arya patuh, duduk dengan manis. Sedangkan Clara berjalan menuju meja kerjanya, dan mengambil sesuatu dari dalam laci mejanya. Dan menghampiri Arya yang masih duduk di sofa.
"Buka baju kamu!" perintah Clara sambil melipat lengan mengikat rambut yang ia gerai.
"N - nona mau apa? Ini di kantor!" Arya menyilangkan tangan di depan dadanya.
"Ini emang di kantor, Ar," jawab Clara sambil duduk di sebelah Arya. Membuat lelaki itu semakin panik.
"Nona, saya mohon, jangan lakukan hal yang tidak senonoh seperti itu di kantor yang suci ini!" Arya memelas.
"Kamu kenapa, sih? Udah, buruan buka bajunya!" kata Clara dengan tatapan tajam.
"N - nona, saya akan melakukan apa-apa untuk membayar karena saya sudah berani menggunakan toilet pribadi, Nona. Tapi saya mohon, jangan seperti ini cara Nona meminta bayarannya." Arya masih menyilangkan tangannya di depan d**a, dan tubuhnya sedikit demi sedikit ia pundurkan. Agar ada jarak antara dirinya dan Clara.
"Ah, lama! Udah tau kerjaan aku itu banyak!" Clara yang sudah kehilangan kesabaran, langsung menarik dasi Arya, sehingga membuat tubuh lelaki itu bersandar pada tubuh Clara.
Dengan cepat Clara melepaskan jas yang membalut tubuh Arya, dan membuka kancingnya satu per satu. Sedangkan Arya hanya bisa diam, karena tangannya di tahan oleh Clara.
Dia benar-benar tak bisa melawan. Kekuatan tubuh Clara memang bukan kaleng-kaleng. Meski atasannya itu seorang wanita, tetapi dia orang sangat kuat. Dia mampu mengalahkan lima orang preman secara bersamaan.
Mengeringkan memang. Tapi bukan tanpa alasan Clara belajar ilmu bela diri. Dia belajar bela diri untuk menjaga dirinya sendiri, agar dia tidak bergantung pada orang lain.
Setelah berhasil menanggalkan pakaian Arya, Clara langsung membalikkan tubuh lelaki itu. Dan mulai mengolesi punggung Arya dengan minyak kayu putih.
"Nona, ini ...." Arya terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Clara.
"Iya, udah diem! Nurut aja!" kata Clara sambil mengeluarkan uang koin dari saku blazer nya.
Arya hanya menurut, dia menutup tubuh bagian depannya dengan menggunakan kemeja dan jas yang ia pakai tadi. Dan detik berikutnya dia merutuki kepalanya yang dipenuhi oleh pikiran negatif. Bisa-bisanya dia mengira Clara akan memperkaos dirinya lagi. Padahal niat Clara baik, ingin membantunya.
Wajah lelaki itu menghangat, sepertinya kini wajahnya sudah bersemu merah. Untung saja dia memunggungi Clara. Jika tidak, atasannya itu akan melihat wajah merah jambu nya.
"Ah, sakit, Nona!" keluh Arya saat ia merasa sedikit perih saat uang koin itu bergerak secara horizontal di punggungnya.
"Tahan, Ar, dikit lagi ini."
"Tapi ini sakit banget, Nona!"
Brakkk
Saat itu pintu tiba-tiba saja terbuka, dan Barack terlihat sedang berdiri di sana dengan d**a yang kembang kempis.
"Apa yang sedang kalian lakukan?" tanya Barack saat melihat pemandangan yang dapat membuat salah paham.