Arya kembali ke ruang kerjanya dengan langkah cepat. Setibanya di ruang kerjanya, dia langsung menutup pintunya.
"Sial!" umpat lelaki itu sambil menutup bibirnya dengan menggunakan punggung tangan.
Bayangan saat dia berpagutan dengan Clara memenuhi kepalanya. Bisa-bisanya dia berbuat hal yang tidak senonoh di kantor yang suci ini!
Astaga, jantung lelaki itu berdegup kencang. Harusnya saat Mawar menciumnya, dia harus menolak dan bersyukur saat wanita itu melepaskan pagutan bibirnya.
Tapi, apa ini? Dirinya malah menarik tengkuk Clara, dan kembali melanjutkan kegiatan tadi. Jika Anggi tidak mengetuk pintu, Arya tidak bisa menjamin jika dirinya tidak akan menerkam Clara.
Arya berjalan menuju arah meja kerjanya. Mencoba untuk fokus pada pekerjaan yang ada di depan matanya, tetapi tak bisa. Karena kepalanya dipenuhi oleh bayangan saat dirinya dan Clara sedang berpagutan.
Setelah mencoba untuk fokus, akhirnya dia menyelesaikan pekerjaannya. Dan waktu makan siang pun tiba. Arya ingat, jika siang ini Clara akan makan siang bersama Barack.
Arya bergegas menuju ruang kerja Clara, setelah mengetuk pintu sebanyak tiga kali. Dia melihat Clara sudah membereskan meja kerjanya, dan tengah bersiap-siap untuk pergi.
"Ada apa, Ar?"
"Anda akan makan siang bersama Tuan Barack?"
"Iya, kenapa?"
"Saya akan mengantar Anda, Nona." Arya berniat ingin mengantarkan Clara. Bagaimana pun juga, ia sudah merasa tak enak sejak tadi berangkat ke kantor.
"Tidak usah, aku berangkat sendiri saja. Kamu, istirahatlah!" Clara mengambil blazer dan tas, lalu melenggang keluar.
Melewati Arya begitu saja, tanpa melirik atau pun menatap lelaki itu. Arya segera menyusul Clara, tak ingin membiarkan atasannya itu pergi sendiri.
"Nona, tunggu!"
Clara sedang berdiri di depan lift, sambil berharap jika lift-nya akan segera tiba. Dia tidak ingin berduaan bersama Arya. Takut kejadian seperti tadi terulang.
Akhirnya lift yang ia tunggu tiba, dengan cepat ia masuk ke dalam, dan menutupnya. Tapi sayang, sebelum lift tertutup Arya sudah masuk duluan ke sana.
Clara hanya berdecak kesal melihat Arya yang ada di dalam lift bersamanya. Wanita itu masih enggan untuk bersuara, masih terlalu kesal dengan sikap Arya yang diam saja. Padahal mereka sudah melakukan sesuatu yang tidak seharusnya mereka lakukan.
Clara langsung keluar begitu lift terbuka, menghindari Arya sebisa mungkin. Saat tangannya akan membuka pintu mobil, lengannya ditahan oleh Arya.
"Nona!"
"Apa?!"
"Saya akan mengantarkan Anda!"
"Tidak perlu! Aku akan berangkat sendiri. Kamu istirahatlah!"
Arya melepaskan genggamannya, dia menatap Clara dengan sendu. Menatap atasannya yang akhir-akhir ini selalu mengganggu pikirannya.
"Kenapa Nona seperti ini?"
"Seperti ini bagaimana?" tanya Clara tak mengerti.
Dia berniat ingin membereskan dulu Arya, baru setelah itu dia berangkat ke restoran tempat dia dan Barack bertemu. Karena jarak dari kantor ke restoran tempat mereka makan siang tidak terlalu jauh.
"Nona berubah."
"Aku bukan power rangers, Ar."
"Saya serius, Nona."
"Aku juga serius, Ar. Apa muka aku keliatan lagi bercanda?"
Arya menghela napas, kenapa Clara seperti ini? Bukannya tadi mereka masih baik-baik saja? Kenapa dia berubah menjadi dingin seperti ini? Apa yang sudah ia lakukan sampai-sampai membuat Clara seperti ini?
"Aku mau ke restoran dulu. Kamu istirahat aja."
"Tapi, Nona!"
"Tidak ada bantahan!"
"Baik, hati-hati di jalan."
Setelah perdebatan itu Clara masuk ke dalam mobil, dan melaju menuju restoran di mana dia dan Barack akan makan siang bersama. Ini adalah sesuatu yang sangat langka, Barack mengajaknya makan siang duluan.
Mungkin dulu kakaknya itu sering mengajaknya makan bersama, tetapi setelah kepergian angel semuanya berubah sedikit demi sedikit.
Barack tidak seperti Barack yang dulu. Perubahan itu membuat Clara dan orang tuanya merasa kehilangan anak dan kakaknya. Raga mungkin boleh sama, tetapi isinya sudah berubah.
Cukup dua puluh menit, Clara sudah tiba. Dia segera keluar, dan mencari keberadaan Barack. Dan di salah satu meja, Barack sudah menunggunya.
"Maaf, aku telat ya, Kak?" tanya Clara sambil menarik kursi.
"Nggak, kakak juga baru nyampe." Barack tersenyum.
Hati Clara meleleh. Senyuman yang sangat indah, senyuman yang dapat meluluhkan hati bagi setiap yang melihatnya. Ah, kakaknya itu memang sangat tampan.
"Langsung pesan aja ya, Cla."
"Iya, Kak."
Setelah itu mereka memesan, dan menunggu makanan tiba. Barack baru sadar, jika Arya tak ikut serta dalam makan siang mereka kali ini.
"Arya mana? Ko ga ada?" tanya Barack.
"Dia aku tinggal di kantor."
"Lho, ko bisa? Biasanya ngintilin kamu terus, kan?" ledek Barack karena Arya memang selalu ikut kemana pun Clara pergi.
Lelaki itu tak pernah absen. Sampai-sampai Alex dan Jessy sering meledek Clara, jika Arya adalah anaknya, karena lelaki selalu mengikuti Clara kemana pun dia pergi.
"Aku suruh dia tinggal. Lagian ikut juga mau apa? Nyetir juga nggak, kan?" sungut Clara.
"Emang pas berangkat kamu yang nyetir, Cla?" tanya Barack.
"Iya, aku yang nyetir. Pas di jalan mau ke kantor, masa dia muntah! Sampe kita berhenti dulu coba. Nggak biasanya dia mabok kayak gitu, Kak." Clara menceritakan kejadian tadi pagi.
Tapi bukan Arya yang mabok yang mencuri perhatian Barack, tetapi adiknya yang membawa mobil?
"Cla, kamu yang nyetir tadi pagi?" tanya Barack memastikan.
"Iya, aku yang bawa. Kenapa?"
"Ya ampun, masih untung kamu selamat nyampe kantor. Kalo misalnya malah nyampe nya ke rumah sakit, gimana?"
"Ya nggak akan, Kak. Aman, ko."
"Bukan masalah aman atau nggak nya, kakak takut kamu kenapa-kenapa."
Hem, Barack mulai sedikit overprotektif. Ya wajar saja, dia khawatir sesuatu buruk akan menimpa adiknya. Dia takut kehilangan Clara, sama seperti dia kehilangan Angel.
Masalahnya Clara baru mendapatkan SIM beberapa bulan yang lalu. Dan juga, kemampuannya menyetir mobil masih agak-agak mengkhawatirkan. Maka dari itu Jessy tak mengijinkan Clara untuk membawa mobilnya sendiri.
Dan untuk SIM, dia hanya untuk jaga-jaga saja. Dan inilah yang membuat Barack sedikit khawatir, dan ia pun kadang tak memberikan ijin pada adiknya. Tergantung jalan yang akan Clara lewati, jika jalannya sedikit lenggang maka Barack akan memberikan ijin. Jika jalannya ramai, makan Barack tidak akan memberikan ijin.
"Nggak akan, Kak. Aku hati-hati ko bawanya."
"Bukan masalah hati-hati atau nggak, Cla."
"Iya, iya, nggak akan aku ulangi."
"Nah, good girl!" Barack mengacak-acak rambut adiknya.
Setelah itu pesanan mereka tiba, Clara langsung mengeksekusinya. Dari semalam dia ingin makan sushi, tapi tidak kesampaian.
"Uh ... enak!" ucap Clara dengan mulut penuh makanan.
Barack hanya tersenyum, tidak biasanya Clara menyukai sushi. Ah, bukan tidak biasanya Clara memang tidak menyukai sushi. Tapi sekarang? Kenapa doyan banget?
Diam-diam Barack merekam video saat Clara sedang menyantap sushi miliknya. Dan mengirimkannya pada pada Jessy.
"Kakak nggak makan?" tanya Clara karena Barack malah memainkan ponsel.
"Iya, ini mau, kok." Masukkan ponselnya ke dalam saku jas.
Setelah selesai makan, Barack dan Clara keluar dari restoran berbarengan. Clara sudah akan masuk ke dalam mobil, tapi ditahan oleh Barack.
"Kenapa, Kak?"
"Kakak anterin kamu aja, ya."
"Terus, mobilnya gimana?"
"Nanti ada yang anterin ke kantor kamu."
Clara menurut, dia masuk ke dalam mobil kakaknya. Dan memakai seat belt, dan mobil pun langsung melaju. Clara melihat ada foto Barack dan Angel di atas dashboard.
Di dalam foto itu, Barack terlihat sedang memeluk Angel dari belakang. Foto itu diambil saat mereka liburan di Bali. Karena Clara sendiri yang mengambil foto itu.
Clara bahkan masih merasa sangat kehilangan Angel. Apalagi kakaknya, Barack? Lelaki itu pasti sangat terpukul atas kepergian kekasihnya.
"Oh, foto itu ...." Barack menggantung ucapannya.
"Kakak baik-baik saja?" tanya Clara.
Sejujurnya Clara sangat khawatir dengan Barack, apalagi kakaknya itu memilih tinggal sendirian di apartemen setelah kematian Angel.
"Aku? Aku, baik-baik saja." Barack tersenyum, dan mengacak-acak rambut adiknya, ternyata dia sudah besar ya.
"Syukurlah."
"Kamu, bagaimana hubunganmu dengan Arya?"
"A - apa? Arya?" Clara gugup sendiri saat nama laki-laki itu disebut oleh kakaknya.
"Iya, dengan Arya."
"Ya seperti biasa. Tak ada yang berubah."
"Maaf, mungkin pertanyaan ini sedikit v****r. Tapi, kamu beneran ngelakuin anu-anu sama Arya?" Barack sedikit mengecilkan volume suaranya, saat mengatakan 'anu-anu'.
"Ih, kakak apaan, sih?" Wajah Clara bersemu merah.
"Kakak cuma nanya lho, Cla."
"Uhh ...." Clara masih enggan menjawabnya.
"Beneran?" Barack kembali bertanya.
"Iya, aku ngelakuin anu-anu sama Arya!" Akhirnya Clara jujur juga.
Barack tersenyum, dia sudah menduganya. Sebenarnya dia sudah tau, dari bukti yang para pegawainya berikan juga lebih dari cukup. Tapi tetep saja, dia ingin mendengar pengakuannya langsung dari adiknya, Clara.
"Kamu nggak ada niatan buat nikahin dia?"
"Ih, Kakak apaan, sih?"
"Kamu tau bukan, konsekuensi melakukan itu tanpa pengaman? Kamu waktu anu-anu pake pengaman, nggak?" tanya Barack.
Sebenarnya dia sudah curiga saat Jessy menceritakan tingkah Clara yang sedikit aneh, dan tidak seperti biasanya. Awalnya Barack ingin menyangkalnya, tapi saat ia melihat sendiri perubahan pada adiknya dia jadi sedikit curiga.
"Em ... kayaknya nggak, deh. Nggak tau, Clara lupa, Kak. Tapi kayaknya emang nggak pake. Soalnya Arya nggak keluar dari kamar lagi, setelah kita masuk." Clara masih ingat dengan kejadian waktu itu, meski samar-samar.
Barack menghela napas, ya sepertinya. Dia menduga jika adiknya ini tengah dalam fase ngidam. Dan yang sepertinya Clara belum menyadarinya.
Mobil tiba di perusahaan, Barack menurunkan Clara di dropzone. Di sana, terlihat Arya sedang mondar-mandir dengan raut wajah gelisah.
"Nona!" panggil Arya saat melihat Clara turun dari mobil Barack.
Barack tersenyum melihat Arya yang kelihatan sangat khawatir, apalagi sampai Clara di depan perusahaan.
"Apaan, sih? Lebay banget!" cibir Clara saat melihat Arya yang bersikap terlalu berlebihan.
"Nona nggak tau kalau saya mengkhawatirkan Anda!"
"Iya, iya, udah ga usah lebay." Clara melangkah masuk, dan kembali lagi menuju mobil Barack.
"Terimakasih atas makan siangnya!" ucap Clara sambil mengecup pipi kakaknya.
"Iya, sama-sama. Udah, masuk sana."
"Iya, hati-hati di jalan!" Clara melambaikan tangannya.
Barack hanya tersenyum. Dia senang melihat Clara yang tersenyum seperti itu, sepertinya setelah ini dia harus sering menghabiskan waktu bersama Clara.
"Terimakasih, sudah mengantar nona pulang, Tuan."
"Iya, sama-sama."
Setelah itu Arya menyusul Clara yang sudah masuk ke dalam lift. Sedangkan Barack masih menatap mereka, sampai lift tertutup, dan dia baru melajukan mobilnya.