Arya menatap mobil yang dikendarai oleh Clara keluar dari basement. Dalam hatinya dia terus berdoa agar atasannya diberikan keselamatan, selama dalam perjalanan menuju restoran.
Bisa saja Arya diam-diam mengikuti Clara, tetapi ia urungkan. Karena bisa-bisa nanti kena semprot dari Clara, jika dia tau Arya mengikutinya.
"Astaga!" Arya panik sendiri.
Jika tadi perjalanan menuju kantor dia tak terlalu khawatir, karena Clara didampingi dirinya. Tapi sekarang berbeda, Clara berangkat sendiri, tak didampingi oleh siapa-siapa.
Arya memilih untuk menunggu di lobby, dia tau jika nanti Barack akan mengantarkan atasannya. Lagi-lagi Arya menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya, menerka-nerka, apakah Clara sudah sampai di restoran atau belum?
"Selamat siang, Pak Arya."
Arya menatap beberapa karyawan wanita yang baru saja mengapa dirinya, kemudian dia tersenyum. Dan membuat para karyawan wanita berteriak dalam diam, meleleh melihat senyuman maut milik Arya.
"Iya, selamat siang juga. Arya kembali tersenyum, sangat tipis tapi masih terlihat jelas oleh para karyawan wanita.
"Aaaa."
Terdengar teriakan tertahan dari arah mereka. Melihat Arya yang tersenyum seperti itu, membuat mereka ingin memasukkannya ke dalam karung dan membawanya ke hadapan pemuka agama.
"Mau makan bersama, Pak?" tanya salah satu dari mereka. Jarang-jarang melihat Arya seorang diri seperti ini, biasanya lelaki itu selalu berada tepat di belakang Clara. Dan membuat mereka kesulitan untuk menjangkaunya.
"Tidak, terimakasih." Arya menolak dengan halus.
Arya bahkan tak memiliki selera untuk makan, karena terlalu mencemaskan Clara. Padahal sedari tadi pagi perutnya belum terisi makanan. Jika sudah seperti ini, ingin sekali dia menyusul Clara ke restoran dan memastikan dengan mata kepalanya sendiri, apakah Clara sudah sampai dengan selamat atau belum.
"Baiklah, kita permisi dulu."
"Iya, hati-hati di jalan."
Setelah itu para karyawan wanita pergi ke kafe yang ada di samping kantor. Sebenarnya perut Arya pun sudah berontak minta diisi. Siomay, ya sepertinya makanan itu akan terasa sangat lezat. Perpaduan bumbu kacang, saus, kecap, tahu, kol, dan aci yang sudah dicampur dengan ikan.
Sepertinya cukup untuk mengganjal perutnya yang sedari tadi berbunyi minta diisi. Tapi sayangnya Arya tak berniat untuk pergi membeli makanan itu.
"Apa nona sudah sampai dengan selamat?" gumam Arya sambil menatap ponsel yang sudah ada di dalam genggamannya, berniat untuk menghubungi Clara. Tetapi ia urungkan, karena terlalu takut jika nanti Clara malah semakin murka.
Cukup lama menunggu di lobby, hingga lima belas menit sebelum jam istirahat berakhir, Clara belum terlihat juga. Dan para karyawan wanita yang tadi menyapanya sudah kembali dari kafe.
"Untuk Bapak," ucap salah seorang dari mereka, menyodorkan plastik kepada Arya.
"Ini apa?" tanya Arya pada bungkusan yang ada di dalam plastik tersebut.
"Ini siomay, Pak. Kebetulan tadi ada tukang siomay langganan saya lewat, jadi saya beli aja buat Bapak. Sepertinya Bapak belum makan apa-apa sedari tadi."
Arya merasa beruntung, di saat perutnya keroncong, minta diisi oleh siomay, dan salah satu karyawannya memberikan siomay padanya. Rezeki nomplok ini!
"B - bapak nggak suka, ya? Maaf, Pak, ini hanya makanan pinggir jalan. Saya tidak tau jika Bapak tidak menyukainya." Menarik kembali plastik yang tadi ia sodorkan pada Arya.
"Tidak, saya menyukainya, kok!" kata Arya sambil menarik plastik yang tadi disodorkan.
"Bapak tidak perlu memaksakan diri. Tidak apa-apa, biar saya berikan pada yang lain saja."
"Buat saya saja, saya akan ganti uangnya, bagaimana?"
"Eh, tidak perlu, Pak. Itu buat Bapak, ko." Melepaskan plastik yang tadi sempat ia tarik.
"Tidak apa-apa, akan saya ganti." Arya mengeluarkan dompetnya, dan mengambil beberapa lembar uang lalu memberikannya pada karyawan yang tadi.
"Tidak usah, Pak. Ya udah, saya permisi dulu kalau begitu."
Karyawan wanita itu buru-buru pergi, dan bergabung dengan teman-temannya yang sudah menunggunya. Arya tersenyum, kemudian dia membuka plastik itu.
Mengeluarkan styrofoam, dan membukanya. Air liurnya hampir saja menetes, kala melihat siomay berjejer dengan rapih. Ada kol, tahu, kentang, lalu aci juga. Dengan cepat membuka plastik yang berisikan bumbu kacang, tak lupa menambahkan saus, sambal juga.
Arya mengaduk-aduk lalu mulai melahapnya. Nikmat, lidah Arya benar-benar dimanjakan oleh cita rasanya. Tak perlu waktu lama, Arya sudah menghabiskan siomay itu, dan meneguk air mineral yang ada di dalam plastik bersama siomay.
Kenyang, perutnya sudah terisi penuh. Ingat akan keadaan Clara, Arya langsung dibuat panik lagi. Sebentar lagi waktu istirahat selesai, tetapi atasannya itu belum menunjukkan batang hidungnya sama sekali.
Bukan khawatir karena Clara akan telat masuk kerja, tetapi Arya khawatir takut terjadi sesuatu pada Clara. Hanya itu, tidak lebih. Saat dirinya sedang dibuat panik, mobil Barack terlihat memasuki area kantor.
"Nona!" panggil Arya begitu melihat nona nya keluar dari mobil Barack, dengan penampilan terlihat baik-baik saja.
Arya bersyukur Clara selamat sampai tujuan. Lelaki itu berterima kasih pada Barack, dan langsung bergegas masuk ke dalam lift mengikuti Clara.
"Nona pulang bersama Tuan Barack?"
"Keliatannya?"
"Anda pulang bersama Tuan Barack."
"Jika sudah tau jawabannya, kenapa bertanya?" tanya Clara kesal. Bisa-bisanya Arya menanyakan pertanyaan yang tak memerlukan jawaban.
Hening, keduanya sama-sama terdiam. Tiba-tiba saja menjadi canggung seperti itu, jika mereka berduaan di dalam ruangan tertutup seperti ini.
Clara jadi berharap jika lift yang membawanya cepat sampai ke ruangannya. Tidak baik jika berduaan dengan Arya di tempat yang seperti ini, bisa-bisa nanti para setan akan menghasut mereka lagi.
"Bagaimana makan siangnya? Menyenangkan?" tanya Arya penasaran. Dia sebenarnya ingin mengantar Clara, tetapi dilarang oleh wanita itu. Ya sebenarnya dia bersyukur karena tidak ikut bersama Clara.
Jika dia ikut, takut mengganggu acara makan siang kakak beradik itu. Membayangkan mereka menyantap daging mentah, membuat perut Arya bergejolak.
"Menyenangkan, sudah lama kakak tidak pernah mengajakku makan siang bersama." Clara tersenyum, dia benar-benar menikmati waktu kebersamaan dengan Barack.
"Syukurlah."
"Kamu sudah mendingan?" Clara bertanya tanpa menoleh.
"Saya sudah lebih baik, Nona."
Pembicaraan mereka terhenti, saat lift yang membawa mereka telah sampai di lantai dua puluh. Clara keluar, dan bergegas masuk ke dalam ruangannya. Arya pun mengantarkan Clara dulu ke ruangannya, baru setelah itu dia kembali ke ruang kerjanya.
******
Jessy sedang melihat video yang dikirim oleh Barack. Melihat Clara yang sedang makan sushi dengan sangat lahap, membuatnya tersenyum. Tidak biasanya anak bungsu mereka mau makan sushi.
"Aduh, ko bisa ya dia lahap gitu makannya. Kayak orang ngidam aja!" kata Jessy sambil terkekeh sendiri. Karena jadi ingat pengakuannya dulu, saat sedang mengandung Barack.
Jessy pun sama seperti Clara, tidak menyukai sushi. Tetapi saat dengan mengandung Barack, tiba-tiba saja dia ingin makan sushi.
Semenjak ngidam makan sushi, Jessy pun jadi mulai menyukai makanan itu. Dan sampai sekarang pun masih doyan.
"Ha-ha-ha, mana mungkin Clara ngidam. Dia, kan, masih peraw - " Jessy menggantung ucapannya, dia lupa jika kini anaknya sudah tidak perawan lagi. Mungkinkah jika Clara pun sedang dalam fase ngidam, sama seperti dirinya dulu?