Tea Garden, salah satu tempat rumah makan yang paling enak untuk para kalangan anak muda. Bella sebenarnya paling benci dengan makan malam. Kalau bukan Mamanya mendesak terus mungkin Bella sudah santai di rumah.
Duduk diam tanpa ada suara untuk berkata-kata. Lama-lama mati bosan untuk Bella sendiri. Boby diam, Bella juga diam.
Begini acara makan tanpa basa-basi?
"Bagaimana usaha kamu? Lancar?" akhirnya ia bersuara juga.
"Ya begitulah."
"Baguslah, besok kamu ada acara nggak?"
"Besok? Besok hari sabtu, ya."
"Iya, ada?"
"Hem, tidak ada. Kenapa?"
"Mau ajak kamu ngedate."
Tersedak Bella tiba-tiba. Busyet! Kamu pikir zaman anak remaja Ngedate segala!
"Sorry, Ngedate di mana?"
"Mall atau mana saja terserah asal kamu nyaman saja."
"Hmm, oke boleh juga."
Selama percakapan biasa saja, akhirnya Bella bisa bebas dari sebuah pertemuan. Mungkin besok adalah jalan-jalan paling membosankan untuk Bella. Karena ia paling benci namanya jalan berdua. Boby terlalu agresif banget. Sedangkan Bella terlalu sensitif untuk disentuh apalagi pegang tangan.
Bukan karena ilfeel atau segalanya, risih saja sih menurut Bella. Soalnya tidak ada perasaan apa-apa, untuk apa pegang-pegang. Bagaimana bagusnya besok.
Sampai rumah biasa di tunggu sama mama tercinta ingin menanyakan perkembangan dari calonnya.
"Bagaimana perkembangan kamu dengan Boby? Apa ada kemajuan?" Pertanyaan terlontarkan oleh mamanya.
"Biasa saja," jawab Bella masuk ke dalam langsung masuk ke kamarnya.
"Loh, kok biasa saja. Memang kamu tidak basa-basi atau bagaimana?"
"Ma, aku sudah bilang berapa kali. Percuma suruh aku jatuh cinta sama Boby! Rasa sama dia saja tidak ada. Mama bisa lihat sendiri perkembanganku sama Bobby, bagaimana? Aku bukan remaja lagi di jodoh-jodohi. Aku bisa hidup sendiri tanpa harus ada yang bantu yang terus mama minta sama Boby!" ucap Bella kemudian panjang lebar lalu masuk ke kamar dengan pintu di banting.
BLAM!
Jenni diam, padahal ia lakukan demi putrinya juga. Usia sudah berkepala dua tapi masih saja tidak mau memikirkan menikah. Jenni heran sama pikiran putrinya ini.
Bella menghempaskan tubuhnya di atas kasur, menatap langit kamarnya. Menutupi pundak kepala dengan tangannya. Membayangkan masa lalu dengan mantannya.
Kalau bukan kamu, mungkin aku juga sudah menikah dan sudah punya anak. Ini semua gara kamu. Kenapa tidak mati saja sekalian!
Bella bangkit lalu untuk pergi ke kamar mandi, baru saja akan melangkah ponselnya sudah berdering di lihat layar ponsel dari Boby. Abaikan olehnya, ia lagi malas mengangkat telepon. Pasti suruhan dari Mamanya.
****
Fendy tengah asyik melihat laptop, laporan jurnal di word nya. Mamanya keluar dari kamar kemudian duduk di sebelah putranya.
"Bagaimana perkembangan kamu dengan Heni. Apa semua lancar?" Pertanyaan dari Fera.
"Begitulah. Lancar saja kok, Ma,” jawab Fendy tanpa menoleh masih fokus dengan pekerjaannya.
"Jadi apa kamu sudah siap menikah dengan Heni?" Fendy langsung menghentikan pekerjaannya saat pertanyaan kembali mengingat Kirana.
"Kasih waktu untuk Fendy, Ma," jawabnya menatap seorang wanita yang tidak muda lagi.
"Sampai kapan?"
"Kirana masih belum bisa menerima Heni sebagai mamanya."
"Anak itu, jadi kamu terhadap Heni bagaimana? Apa dia cocok jadi mamanya Kirana? Mama rasa Heni pantas mengganti istrimu. Dia mandiri, segalanya ia bisa. Apalagi?"
"Aku bingung juga, Ma. Kirana tetap tidak mau Heni jadi mamanya. Aku pasti tidak akan mengecewakan putriku sendiri,"
"Pokoknya Mama tidak mau tahu. Kamu harus segera menikah, cocok atau tidak urusan belakangan. Ini demi Kirana, cucu mama juga!" ngotot Fera pada Fendy
Fendy merasa bimbang antara Heni jadi istrinya, sedangkan Kirana tidak suka Heni jadi mamanya. Yang paling ia bingungkan adalah putrinya menginginkan wanita kemarin, tapi kemana Fendy cari wanita itu.
Sheren, apa yang harus aku lakukan. Aku bingung.
*****
Hari sabtu biasanya orang kerja kantoran setengah hari ya? Untuk kerja di bank libur, iya, enggak sih?
Nah untuk Bella bagaimana? Setiap hari kerja full satu hari. Kalau kerja setengah hari sepertinya tidak efisien banget untuk usahanya.
Biasanya kalau usaha toko baju, Rata-rata banyak yang datang berkunjung di sini. Bella setiap hari buka dari pagi sampai sore, karena hari sabtu itu paling enak menghasilkan uang. Rezeki itu tidak boleh di sia-siakan katanya sih begitu.
"Mau beli apa, Kak! Ayo masuk, Kak!” teriak Leni di depan toko baju terbuka lebar.
Bella sih duduk sambil menghitung stok barang keluar masuk dari pengiriman ekspedisi.
"Tante!" teriak suara anak perempuan, Bella langsung mengangkat kepalanya.
Sebuah lambaikan tangan anak itu langsung turun dari gendongan Papanya. Ia berlari kemudian naik di pangkuan Bella.
Bella belum juga membalas sapaan dari anak perempuan ini. Papanya sih masuk kedalam melihat putrinya begitu antusias sama wanita yang kemarin.
"Tante, buka toko baju di sini ya?" Pertanyaan dari anak perempuan membuat Bella ingin menjawab iya atau tidak ya.
"Iya," jawab Bella.
"Ini Ko, duduk dulu." Leni memberikan kursi pada Fendy yang tengah berdiri lumayan lama.
"Iya, terima kasih."
Bella lirih sebentar, lalu kembali memperhatikan anak perempuannya sedang mencoret kertas ada di meja.
"Eh ... Kirana!" Fendy menegur putrinya sembarangan mencoret kertas orang lain.
"Tidak apa-apa," ucap Bella membiarkan anak perempuan ini mencoret kertas di sana.
"Tante, aku sudah bisa tulis angka 1 sampai 10, loh," katanya manja.
"Oh ya, mana coba, Tante lihat."
Kirana mulai menggerakkan pulpen di tangannya lalu mencoret pada kertas kosong tersebut. Bella memperhatikan setiap angka ia tulis di sana.
Fendy yang duduk memperhatikan mereka berdua, wanita itu benar sabar melihat kelakuan putrinya. Kirana sangat akrab dengan wanita yang ada di tempatnya. Beda dengan Heni saat Fendy berada di tempat usaha Mamanya. Kirana tidak pernah duduk di pangkuan Heni.
"Selesai!" sorak Kirana selesai mencoret angka walaupun tidak bagus banget tetap bisa dibaca.
"Wah ... pinter banget!" puji Bella mengelus rambut Kirana yang begitu lembut itu.
"Sekarang Tante kasih Kirana tambah-tambahan ya. Kirana pasti bisa jawab cepat."
"Ehmm, oke. Satu di tambah satu berapa?"
"Dua!"
"Dua ditambah tiga!"
"Dua ditambah tiga ... dua ditambah tiga ..." Kirana mulai menghitung jari mungilnya untuk menghitung angka tersebut.
Bella menatapnya kemudian, ia mulai mengajari Kirana perlahan. Fendy yang duduk disana senyum begitu bahagia melihat Kirana begitu cepat akrab dengan wanita yang belum Fendy ketahui namanya.
"Lihat jari tante, angka berapakah jari tante?" Bella mulai mengajari Kirana.
"Dua!" jawab Kirana cepat.
"Terus di jari Kirana berapa?"
"Tiga!"
"Nah, sekarang Kirana hitung jari tante dan jari Kirana, jadi semua ada berapa?"
Kirana mulai menghitung dengan bibirnya bergerak begitu lucu. Bella benar gemas lihatnya.
"Ada lima, tante!" jawab Kirana langsung
"Jadi dua ditambah tiga sama dengan Li-"
"LIMA!" Kirana langsung menyebutnya.
"Pintar!"
Bella mengacak poni Kirana, di cium pipinya begitu gemas. Kirana senyum menahan geli. Lalu terdengar suara perut Kirana berbunyi.
Kri Yuuuukkk
"Kamu belum makan?" Kirana menggeleng cepat-cepat.
"Kamu mau makan apa? Biar Tante belikan atau kamu mau ikut tlTante?" ajak Bella menawarkan Kirana.
"Mau? Tapi bareng Papa, ya!" Langsung dijawab oleh Kirana menunjukkan Fendy.
Fendy dan Bella saling menatap kembali pada Kirana. Kirana senyum terus menarik tangan Bella dan Fendy keluar dari toko itu.
"Len, jaga bentar ya, terus barang yang sudah masuk aku cek list, coba kamu cek sekali lagi mungkin ada yang terlompat," perrintah Bella pada Leni.
"Oke siap! Semoga resmi ya, pacarannya," usil Leni
"Huss!"
"Tante! Ayo!" Kirana sudah berteriak di luar Bella pun segera keluar dan menyusul mereka berdua.
Kirana berada di tengah memegang kedua tangan Bella dan Fendy. Selayaknya benar sepasang suami-istri dan anak. Fendy sih sudah biasa dengan begini. Hanya beda saat tingkah putrinya memegang tangan wanita ada di sebelahnya.
****
Duduk di salah satu makanan Mie Pangsit non-halal di salah satu tempat pajak Sambas. Kirana duduk bersebelahan dengan Bella sedangkan Fendy duduk berhadapan dengan Bella.
Mie Pangsit mereka datang, Kirana makan sendiri namun berantakan. Tentu Bella membantunya agar tidak kotor pada bajunya. Fendy bisa lihat jelas perbedaan antara Eni dan wanita di depannya. Jauh berbeda sangat berbeda. Sifat wanita ini sangat mirip dengan almarhum istrinya-Sheren.
"Kirana tidak suka makan sayur. Pahit."
"Ya sudah yang batang jangan di makan. Makan daunnya saja ya. Pakai kuahnya dijamin enak. Sayur itu sehat loh, kulit kamu makin bersih dan cantik,” kata Bella membujuk agar Kirana mau memakannya.
"Benarkah?"
"Iya, lihat itu semua makan sayur sehat. Apalagi vitaminnya banyak. Kalau makan daging terus, terus nanti berlemak semua di dalam tubuh kamu. Mau di potong jadi sate ayam?"
"Nggak mau! Kalau begitu Kirana mau makan sayur deh biar cantik kayak Tante." Senyum Kirana deretan giginya putih.
"Nah itu baru anak pintar."
Dari tadi Fendy diam perhatikan mereka berdua. Serasa benar nyata mempunyai keluarga yang sempurna.
Hari mulai sore, Bella, Kirana yang sudah tidur dipelukan Fendy dalam gendongan. Mereka jalan kaki kembali ke toko Bella.
"Terima kasih ya, sudah mengajari putriku dan membujuknya agar mau makan sayur. Dia sulit untuk makan sayur, sampai neneknya lelah setiap hari harus masak yang enak semua." Fendy baru bisa membuka suara mengucapkan Terima kasih pada Bella.
"Sama-sama. Semua anak-anak memang harus dibujuk perlahan agar tidak terlalu obsesi dengan satu makanan," ucap Bella senyum sampai di depan toko baju miliknya.
"Oke sampai di sini saja," lanjut Bella menunggu Fendy kembali pulang.
"Eh ... aku mau tanya nama kamu siapa? Sepertinya kita sudah ketemu beberapa kali tapi tidak tahu nama satu sama lain." Fendy jadi grogi kalau tanya nama.
"Benar juga ya. Aku pun lupa. Bella. Panggil saja Bella seperti nama toko ini!" Bella menunjukkan papan di atas depan tokonya Bella Violet Shop
Fendy melihat lalu senyum. "Oh iya tidak tahu namanya Bella juga. Panggil saja namaku Fendy. Kalau putriku ..."
"Kirana. Aku sudah tahu namanya pertama kali di mall saat meminta aku jadi istri-papanya. Anak-anak memang suka melantur," potong Bella panjang lebar.
"Bella ada telepon dari mama kamu. Oops! Sorry. Bella, mama kamu nih! Dari tadi telepon!" Leni memelankan suaranya.
"Ya sudah kalau begitu aku permisi pulang dulu," pamit Fendy,
Bella mengiyakan lalu ia pun masuk ke dalam toko menelpon mamanya kembali.