Part 117. Rasa Kemenangan Januari

1903 Kata

Alin tidak dapet menahan geramannya, mendapati penghinaan dari sosok anak kandung sang suami bersama istri pertamanya. Apa yang pria itu lakukan benar-benar sebuah penghinaan untuknya, dan juga suaminya. Bunga yang pria itu berikan—layaknya bunga yang ditaburkan di atas kuburan. Suaminya belum mati. Suaminya akan segera sembuh—yakin Alin. “Pergi kamu.” Alin menatap tajam pria yang masih menyungging senyum miring, sembari kedua tangannya masuk ke dalam saku celana. Mata pria itu meliar ke setiap sudut ruangan. Cara pria itu melihat—jelas terlihat menghina, dalam mata Alin. “Pergi,” ulangnya dengan memberi tekanan lebih kuat. Janu memutar kepala, sepasang matanya mengecil ketika sang pemilik melebarkan senyumnya. Menatap sinis ke arah seorang wanita yang sudah tidak muda lagi. Menatap penu

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN