“Saya ingin bicara. Tentang hubungan saya… dengan Mekka.” Janu menatap lekat sepasang mata pria yang sudah menolehkan kepala ke arahnya. Sebelah tangan pria itu baru saja meletakkan gelas berisi jus jeruk, yang sudah ia teguk beberapa kali. Melihat Alka yang masih menatapnya—seolah masih menunggunya melanjutkan omongan, Janu kemudian kembali membuka mulut. “Saya… mencintai… putri Bapak.” Janu sudah bersiap. Menyiapkan hatinya untuk menerima umpatan, makian… atau apa pun itu, dari pria yang tidak lain adalah ayah dari gadis yang dicintainya. Kedua tangan pria itu mengepal di bawah meja. Sepasang matanya masih membalas lekat--tatap pria di depannya. Janu mengatur nafasnya. Memcoba menormalkan detak jantung yang memburu. Butuh keberanian bagi Janu untuk bicara empat mata dengan Alka—setela