Shaba menatap layar yang memperlihatkan laporan keuangan yang baru saja dikirim oleh akuntan-nya—Tama, melalui email. Kepalanya terasa pening seketika. Melihat neraca laporan keungannya yang minus. Dadanya terasa sakit. Segera ia geser laptop ke samping, lalu tangannya meraih butir-butir obat yang selalu tersedia di meja kerjanya. Memasukkan beberapa butir—sesuai anjuran Dokter, ke dalam mulut sekaligus. Menelan dengan bantuan dua teguk air putih. Shaba mengatur nafas yang mulai terasa berat. Ia sudah bisa melihat kehancuran di depan matanya. Namun, ia tidak ingin membenarkan penglihatannya. Ia meyakinkan diri sendiri akan bisa mengatasi masalah yang sedang menghimpitnya. Merasa dadanya sudah sedikit ringan, Shaba meraih gagang telepon di sisi kanan meja. Menekan beberapa angka, sebelum m