Mazida sudah sampai parkiran. Ia lekas mengambil sepeda motornya dan memakai helm. “Zi tunggu!” teriak Rini yang masih mengejar. Napasnya terengah-engah. “Ayo secepatnya kita pergi dari sini. Kita cari tempat yang lebih enak.” Mazida memakaikan helm di kepala Rini. Pandangannya terus mengarah ke pintu kafe. Ia takut Altha mengejar. “Udah, ayo. Lu yang bonceng gue.” Mazida mengucapkan tanpa melihat Rini. “Eh, Munaroh! Lihat muka gue! Lu niat memakaikan helm apa membuat gue jadi kunti, hah?” Mazida pun menoleh. Hasil dari ia memakaikan helm pada sang sahabat, justru rambut Rini terlihat berantakan, menutupi hampir seluruh wajah. Sontak ia terpingkal-pingkal. Gagal sedih. “Nggak apa-apa. Biar orang-orang pada minggir saat kita lewat.” Rini mencebik. Ia lalu merapikan rambutnya. “Temen

