Altha tidak peduli. Hatinya serasa ditindih batu besar. Batu itu bernama cemburu. Pria bergadu terbelah tersebut langsung kembali ke kontrakannya. “Mas Altha!” Mazida menyusul. Altha masuk rumah, menutupnya. Pria itu mengambil jaket, dompet, ponsel, dan kunci mobil. Di luar, Mazida mengetuk pintu seraya memanggil namanya. Altha terpejam sebentar, lalu bernapas panjang. Ia berdiri di balik pintu. Sementara Mazida di baliknya. Setelah menguatkan diri untuk tidak menunjukkan cemburunya, Altha membuka pintu. “Ada apa?” tanya Altha dingin. Mazida terlihat gusar. Ia meremas telapak tangannya. “Mm, itu. Mas Altha tadi ke rumah saya ada keperluan apa? Ke-kenapa langsung pergi lagi?” “Ah, bukan apa-apa. Tadi cuma nggak enak aja, ternyata ada tamu di rumahmu. Pacarmu kayaknya.” “Oh, itu–“

