“Bisa-bisanya mereka datang berdua. Apa? Sengaja paner kemesraan?” Mazida membatin. Ia menatap Bagas dan Risa bergantian. Risa mendekati Bagas yang masih mematung. “Ayo, Gas.” Bagas mengangguk, tersenyum canggung. Keduanya lalu berjalan mendekati Mazida. Mazida menoleh ke arah kontrakan Altha. Pintunya sudah tertutup. Mazida tiba-tiba punya pikiran gi*la, ingin menjadikan Altha sebagai alat membalas cemburunya pada Bagas. Mazida ingin menunjukkan, bukan hanya Bagas yang bisa mencabang, dirinya juga. Namun, Altha malah tidak ada. “Assalamualaikum.” Bagas memberi salam. “Waalaikumussalam. Mari masuk. Bu Risa, maaf, rumahnya kumuh.” Mazida mempersilakan. Ia menyalami dua tamunya dan meminta mereka masuk. Bagas dan Risa duduk berdampingan. Sementara Mazida di seberang. Rasa sedih Mazid

