Mazida hendak pergi, tetapi Altha berhasil mencekal lengannya. “Sama pria yang semalam itu?” “Bukan urusanmu!” Mazida berusaha mengurai cekalan, tetapi tidak berhasil. “Apa kamu mencintainya? Apa kamu yakin dia pria yang bisa membahagiakanmu?” Mazida diam. Sejujurnya ia sendiri tidak yakin dengan apa yang baru saja diucapkan. Ia hanya berkata asal agar Altha pergi dan berhenti mengusik. Lebih baik ia menjadikan niat lamaran Dipta sebagai alasan agar Altha pergi. Altha memosisikan agar Mazida menatapnya. “Zi, jawab! Apa dia lebih baik dariku? Apa dia nggak akan pernah menyakitimu?” “Ya! Senggaknya dia nggak pernah menyakitiku dan akulah yang sering menyakiti dia.” “Kamu yakin dengan keputusan ini?” “Ya, sangat yakin.” “Apa aku sudah nggak punya kesempatan lagi?” “Kesempatan itu han

