“Adalah. Nanti kamu juga tahu. Urusan penting pokoknya,” jawab Altha. “Insyaallah ya, Mas.” “Harus diusahakan. Semoga kamu benar-benar bisa. Perlukah saya minta izin ke pacarmu?” “Nggak usah. Nanti biar saya yang bilang sendiri.” “Oke. Good night. Assalamualaikum.” “Waalaikumussalam.” Mazida menjawab lirih. Matanya mengiringi Altha sampai pria itu membuka pintu kontrakan. Keduanya sempat melempar senyum sebelum Altha masuk. Mazida segera membuka pintu, lalu memasukkan sepeda motornya dan kantong plastik dari Altha. Ia lantas duduk sambil bernapas panjang. “Apa yang gue rasakan ini? Bersama Mas Altha kenapa rasanya lebih bahagia dan nyaman daripada saat bersama Mas Bagas? Kayaknya ada yang salah dalam diri gue. Apa gue sedang selingkuh? Gue selingkuh sama Mas Altha?” Mazida terpeja

