“Maaf karena nggak pernah menyinggungnya dan terkesan menutupi dari Mama. Maaf karena terkesan menyembunyikannya.” Mazida menunduk. Novina mengangkat dagu sang menantu. “Nggak perlu minta maaf. Mama tahu bagaimana perasaanmu. Pasti rasanya sangat kecewa sama dia.” “Bukan lagi. Tapi ini kayak ke dendam. Dia meninggalkanku sama ayah, nggak pernah jujur pada orang lain kalau pernah memiliki anak, malah menyayangi anak orang lain. Dia juga hidup bergelimang harta. Lah, aku sama ayah? Apa-apa kadang serba kurang. Rasanya kayak ... aku ini anak yang nggak diharapkan. Sakit banget, Ma.” Suara Mazida bergetar. “Kak Zida tenang saja. Sekarang sudah ada Mama yang akan menggantikan kasih sayang ibunya Kakak yang selama ini nggak Kakak dapatkan.” Mazida mengangguk, mulai mengatur napas agar kesedi

