“Diana ....” Luna menghentikan langkahnya tepat di lorong rumah sakit itu. Adira dan Nurul sudah lebih dulu berlari meninggalkannya. Lutut Luna melemas, memegang dinding untuk menguatkannya. Setengah jam yang lalu, Adhitya terbata dan menangis saat mengabari soal kecelakaan yang menimpa putrinya. Putri yang tak pernah dia sentuh sejak bayi itu, akankah dia kehilangan setelah beberapa hari ini mulai mencintai. “Maafin mama, Sayang.” Luna menguatkan diri, terhenti melihat suaminya itu duduk bersandar di lantai. Kemeja putihnya dipenuhi noda darah. Matanya sembab dan terus menahan tangis. Kedua mertuanya itu mondar-mandir dan menunggu dokter keluar dari ruang IGD itu. Ada seorang pria yang merupakan pengacara keluarganya juga di sana. “Dhit ....” Adhitya mengangkat pandangannya, menata