“Apa yang kamu pikirkan?” Edwin menoleh ke arah Elena yang duduk diam di sampingnya. Elena menoleh lalu menggeleng. “Tidak ada,” jawabnya sambil tersenyum. Edwin mengangguk. “Kalau ada yang ingin kamu bicarakan, aku siap menjadi pendengar yang baik.” Edwin mengatakannya dengan sungguh-sungguh. Elena melipat bibirnya. Dia melihat ketulusan di dalam mata Edwin, sesuatu yang membuat hati Elena menjerit sedih. Wanita yang tengah hamil itu tidak mampu terus menatapnya. Elena memutus kontak mata mereka dan kembali menatap jendela, mencoba menikmati jalanan. Edwin kembali menatap depan, memaksa dirinya untuk fokus berkendara. Hari sudah malam, namun jalanan Jakarta masih ramai. Rencana Edwin untuk mengajak Elena makan malam sambil menikmati langit harus kandas. Mereka berdua baru keluar dar