BAB 03 - Persaingan Bisnis?

984 Kata
Fabian cukup terkejut tatkala menyaksikan noda tersebut, sedikit banyak dia paham darah apa itu. Akan tetapi, untuk mempercayai bahwa wanita itu masih perawan rasanya sulit sekali. "Tapi mana mungkin? Bukankah Mohan bilang jam terbangnya sudah tinggi? Harusnya sudah berhubungan badan dengan banyak lelaki.“ Pria itu membatin, fakta bahwa wanita panggilan itu masih perawan terkesan tidak masuk akal bagi Fabian. Sejak kapan ada pela-cur yang masih perawan? Terlebih lagi, jika memang sudah disebut berpengalaman. Apa mungkin Mohan sengaja mencarikannya yang perawan? “Ah lupakan, kepalaku mendadak sakit sekarang.” Cukup lama Fabian menghabiskan waktu untuk menerka-nerka, dan seketika berakhir karena dia merasa sakit kepala. Kembali ke peraturan pertama, dia merasa tidak perlu memikirkan hal ini. Apalagi, sekarang wanita yang menemaninya semalam tidak berada di sisinya lagi. Mau masih perawan atau bukan terserah, Fabian tidak mau ambil pusing hanya karena sesuatu yang bukan lagi tanahnya. Tak ingin terus memikirkan hal konyol itu, Fabian bergegas menuju kamar mandi karena setelah ini, dia tetap harus kembali melanjutkan aktivitasnya lagi. Sama seperti kemarin, seorang pekerja keras yang menganggap waktu adalah uang seperti dirinya tidak akan bersedia buang-buang waktu tanpa tujuan. Dia boleh patah hati, tapi tidak boleh kehilangan diri sendiri. Statusnya sebagai CEO Alpa Group tidak menerima toleransi rasa sakit hati yang dia alami. Sedari kecil, papanya melatih mental Fabian untuk tidak menjadi pria lemah hanya karena kaum Hawa, dan itu pun yang akan Fabian lakukan sebagai pria. Kurang lebih lima belas menit Fabian menghabiskan waktu di kamar mandi, dia membersihkan diri demi bisa merasa segar lagi. Tidak perlu berlama-lama, jika dirasa bersih cukup sudah. Selesai membersihkan dirinya, Fabian tak segera mengenakan pakaian yang memang sudah dia siapkan, pria itu justru meraih ponsel di atas nakas demi memeriksa barangkali ada pesan atau semacamnya. "Mohan?" Kening Fabian berkerut seketika tatkala melihat betapa banyak pesan dari asistennya itu. Semalam dia memang tidak memerhatikan ponsel lagi. Pasca dia memberitahukan nomor kamar pada Mohan, Fabian seolah tidak peduli dengan apapun. Tak disangka, Mohan ternyata mengirimkan begitu banyak pesan untuknya tadi malam. Beberapa di antaranya cukup membuat jantung Fabian seolah berhenti berdetak, terlebih lagi tentang penjelasan Mohan yang disertai permintaan maaf. || Bos, sebelumnya maaf ... tapi sepertinya, malam ini Anda pulang saja dulu. || Claudia mengalami kecelakaan sewaktu hendak menuju hotel dan bisa dipastikan dia tidak akan datang. "Apa?" Berkali-kali Fabian membaca, berusaha meyakinkan diri bahwa dirinya memang tidak salah baca. Perlahan, wajah Fabian mendadak pucat dan kembali memikirkan berbagai kemungkinan lainnya. "Jika wanita itu bukan wanita yang dimaksud Mohan, lalu siapa?” Fabian bergumam, mencoba berpikir jernih tentang apa yang baru saja dia alami. Sebagai pria yang memang terima beres tentu saja hal semacam ini adalah bencana bagi Fabian. "Ya, Tuhan bagaimana bisa?” Belum apa-apa, Fabian sudah menarik rambutnya kuat-kuat. Dia kembali membayangkan wajah cantik wanita yang dia gagahi semalam. Dari penampilannya memang tidak terlihat seperti wanita nakal, bahkan terkesan mustahil menurut Fabian. “Wanita itu mabuk semalam, apa mungkin salah kamar?” Kemungkinan baru kembali terbesit dalam benak Fabian, dan sebelum dia menarik kesimpulan pria itu segera berganti pakaian dan beranjak pergi demi menyampaikan masalah ini pada Mohan yang dia anggap bisa menyelesaikannya. Tak ubahnya seperti tengah menghadapi bencana besar, Fabian melaju dengan kecepatan tinggi menuju kantornya. Jam segini memang waktunya bekerja dan bisa dipastikan Mohan ada di kantor. Pikirannya tidak lagi bercabang kali ini, semua masalah yang sempat menimpanya kemarin seolah tergantikan dengan sakit kepala karena masalah ini. “Selamat pagi, Pak ... bagaimana tidur Anda? Nyenyak kah?" Sapaan hangat dari Mohan sama sekali tidak Fabian tanggapi dan dia terus melangkah masuk ke ruangannya. Pria itu berpikir bahwa masalah yang akan dia bahas terlalu privasi dan tidak mungkin langsung dibicarakan bersama Mohan di luar. . . "Apa? Ada yang datang tadi malam?” “Shuut!! Jaga bicaramu, badjingan!! Jangan sampai terdengar oleh orang-orang di luar!!” desis Fabian agak sedikit panik. Setelah sempat menceritakan kronologi singkat dan apa yang terjadi semalam, Fabian tampak lemas dan bingung sendiri. Di sisi lain, Mohan yang menduga bahwa semua baik-baik saja semalam jelas saja menganga. "Anda serius, Bos?” Mohan memastikan, dia masih belum bisa mempercayai apa yang diakui bosnya barusan. "Iya, sejak kapan aku sudah bercanda dan hal semacam ini juga tidak pantas untuk dijadikan candaan!!" Suara Fabian meninggi, dia terlihat kesal sekali. Mohan kembali terdiam, dia juga tidak bisa menyimpulkan apa yang terjadi karena kebetulan semacam ini agak aneh jika terjadi. Lama dia berpikir, sampai akhirnya Mohan kembali bicara dengan maksud memberikan Fabian pencerahan. "Ah sudahlah, tampaknya ini adalah modus yang dilakukan saingan Claudia,” ucap Mohan yang secara tiba-tiba justru menuduh pelakunya adalah saingan Claudia, wanita pilihannya untuk Fabian tadi malam. Dia menganalisis kejadian ini sebagai sebuah dampak dari persaingan para wanita malam karena mereka memang sangat haus akan kedatangan konglomerat yang sudi membayar mereka lebih banyak. “Saingan?” “Betul, layaknya dunia bisnis ... dunia mereka juga ada persaingan, terlebih lagi tadi malam Claudia mengalami kecelakaan sewaktu hendak mendatangi Anda itu artinya, memang ada unsur kejahatan di dalamnya." Seyakin itu Mohan bicara, analisisnya tidak mungkin saja. Akan tetapi, Fabian yang sudah melihat penampilan wanita itu tak bisa menerima dugaan dari Mohan sekalipun masuk akal sebenarnya. “Tidak, Mohan, tidak mungkin hal itu terjadi.” “Kenapa tidak? Hal semacam ini mungkin-mungkin saja, Bos, terlebih lagi jika mereka tahu Anda siapa dan sebelumnya memang saya menjelaskan kepada Claudia tentang siapa Anda,” tambah Mohan kembali berusaha meyakinkan Fabian. Dan, tidak berhasil. Fabian tetap membantah fakta itu. "Tidak, aku yakin tidak begitu ... pasti ada kesalahan di sini.” “Kenapa Anda begitu yakin, Bos? Bukankah kalian tidak sempat mengobrol dan hanya berhubungan badan semalam?” "Iya memang, tapi seperti yang kukatakan, dia masih perawan,” tegas Fabian tidak mau kalah. Sebaliknya, Mohan juga enggan jika bosnya sampai terlalu mempedulikan masalah ini. “Masalah itu, bisa saja direkayasa ... bukankah Papa Anda sendiri yang mengatakan bahwa tipu daya wanita itu berbahaya?” . . - To Be Continued -
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN