Berada di kamar hotel membuat Kirana semakin menggila. Dia terus menggoda Ryan. Dia pun sudah tidak bisa mengontrol dirinya sendiri. Ada dorongan dari dalam dirinya yang meminta untuk dituntaskan. Berduaan bersama Ryan membuat dia merasa hilang kendali.
Awalnya Ryan hanya diam saat Kirana terus menggodanya. Namun, saat Kirana menautkan bibir mereka, Ryan membalas tautan ini dengan semakin dalam dan panas. Gairah dalam dirinya pun bangkit melihat Kirana. Hanya perempuan itu yang bisa membuat Ryan b*******h. "Kamu sudah membangunkan singa yang sedang tidur, Sayang!" bisik Ryan di telinga Kirana.
Ryan yang awalnya hanya mengikuti permainan Kirana karena dia sadar perempuan itu akan semakin menggila jika hasratnya tidak dituntaskan, dia juga ingin menuntaskan hasratnya. Ryan segera mengambil alih memimpin permainan malam itu untuk merasakan surga dunia bersama Kirana. Mereka habiskan malam berdua di kamar hotel sampai menjelang pagi.
***
Esok harinya, Kirana terbangun pada jam sepuluh pagi. Matanya masih terasa berat untuk dibuka. Perempuan itu meraba kasur di sebelahnya untuk mencari ponsel. "Di mana HP aku, ya?" Namun dia tidak menemukan ponselnya. Dia paksakan untuk membuka mata walaupun terasa berat.
Betapa terkejutnya Kirana saat membuka mata. Dia menyadari sesuatu setelah melihat sekeliling kamar. "Aku di mana?" Ruangan itu bukan kamar kos-nya. Dia turunkan pandangan pada selimut yang menutup tubuhnya. Dia angkat selimut itu. Kirana semakin terkejut dan hampir berteriak saat melihat tubuhnya yang tidak dibalut dengan sehelai benang pun. Kirana merutuki dirinya sendiri. "Kamu bodoh Kirana."
Perlahan tetapi pasti dia mengingat kejadian kemarin malam. Dia makan malam dengan Agus, terakhir dia minum jus bersama pria itu. Setelah itu ingatannya mulai samar. Dia terus memaksa berpikir mengapa dia berakhir di kamar hotel dan siapa pria yang tidur bersamanya tadi malam. "Jangan bilang dia Agus? Duh, mati aku!" Perempuan itu menutup wajahnya. Dia baru menyesal sudah menerima ajakan dari Agus. "Kalau aja aku dengerin ucapan Ryan pasti aku enggak akan begini."
Kirana memutuskan untuk turun dari ranjang, menutup tubuhnya dengan selimut dan ingin mengumpulkan semua pakaiannya yang berserakan di lantai. Namun, saat dia mendengar suara pintu kamar mandi dibuka perempuan itu loncat ke ranjang bersama dengan selimut yang menutup tubuhnya. Kemudian dia pejamkan kedua matanya. Dia ingin tahu siapa pria yang ada di kamar itu melalui suaranya.
"Eh, kamu sudah bangun? Kenapa jadi kayak kepompong begitu? Emang kamar ini dingin banget?" Ryan keluar dari kamar mandi mengenakan kemeja putih yang hampir membentuk otot lengan dan dadanya serta celana panjang hitam.
Kirana mengenai suara itu. Suara itu bukan suara Agus melainkan suara Ryan. Perempuan itu membuka mata. Dia lihat tubuhnya memang dibalut selimut dan terlihat seperti kepompong. Dia duduk bersandar pada sandaran ranjang.
"Kenapa Bapak ada di sini?" Kirana berusaha untuk tetap tenang. Dia tidak menatap pria itu.
Ryan mendekati ranjang. Dia duduk di sisi ranjang yang lain. Pria itu menangkap jika Kirana terkejut dengan keadaannya sekarang. "Saya ngikutin kamu."
"Kenapa Bapak ngikutin saya?"
"Karena saya mau bantuin kamu."
Kirana menghela napas. Jika saja yang membantunya tadi malam bukan Ryan. Dia pasti akan berterima kasih. Namun, karena faktanya pria yang membantunya adalah Ryan, Kirana tidak mau mengucapkan terima kasih pada pria yang pernah menikah dengannya meskipun sudah dibantu.
"Bapak enggak usah bantu saya. Biarkan saja saya tidur dengan pak Agus." Kirana menunduk. Dalam hatinya dia pun tidak mau tidur dengan pria mana pun termasuk Agus ataupun Ryan.
"Yah karena saya kasian sama kamu, jadi saya bantu, ternyata setelah saya bantu kamu malah begitu. Rasanya sia-sia saja sudah membantu kamu tadi malam. Sepertinya kamu lebih senang bersama dengan Agus daripada dengan saya." Ryan merasa kecewa dengan jawaban Kirana.
Kirana diam, tidak menjawab pertanyaan dari Ryan. Dia tidak setuju dengan ucapan Ryan yang barusan, tetapi dia malas untuk bicara.
"Ya sudah, lebih baik kamu mandi, pakaian buat kerja ada di lemari. Aku sudah bilang ke Dimas kalau kamu terlambat datang karena terjadi kecelakaan di jalan dan kamu harus ke rumah sakit. Aku juga akan pergi ke kantor sekarang. Jaga diri kamu baik-baik."
Kirana menangkap Ryan merasa kecewa padanya. Namun, dia tidak peduli dengan apa yang dirasakan oleh pria itu.
"Aku pergi sekarang biar kamu bisa bebas di kamar hotel ini. Oh ya, kamar ini sudah aku bayar jadi kamu tinggal check out aja di resepsionis."
Tidak ada ucapan terima kasih dari Kirana. Pria itu keluar dari kamar setelah memakai jas dan sepatunya.
Kirana turun dari ranjang memungut semua pakaiannya. Dia letakkan pakaian itu di ranjang lalu dia masuk kamar mandi.
Di bawah pancuran air, Kirana terus berusaha mengingat kejadian semalam. Namun, dia belum berhasil mengingat apa yang sudah terjadi. Satu hal yang diyakini Kirana adalah tadi malam pasti dia b******a dengan Ryan.
Kirana terus membasuh tubuhnya dengan air karena dia merasa kotor setelah b******a dengan Ryan tadi malam. Dia memakai sabun berkali-kali sampai dia menyerah dan memutuskan untuk mengakhiri mandinya karena dia harus berangkat ke kantor.
Selesai mandi, Kirana keluar menuju lemari. Dia buka pintu lemari itu dan melihat ada satu stel kemeja dan rok lengkap dengan pakaian dalam yang ukuran pas dengan ukuran tubuh Kirana. "Jangan-jangan Ryan ngintip ukuran bra dan celana dalamku."
Segera dia tepis pikiran itu bergegas memakai pakaian agar bisa segera tiba di kantor. Kemudian dia harus menyiapkan jawaban yang akan dia katakan pada manajer HRD yang diselaraskan dengan penjelasan Ryan pada Dimas.
Kirana merapikan pakaiannya lalu dia masukan dalam sebuah kantong. Tidak lupa dia memeriksa kamar itu sebelum pergi. Setelah yakin bahwa tidak ada barang yang tertinggal dia keluar dari kamar menuju lobi untuk check out dari hotel. Kemudian dia berangkat ke kantor dengan memesan ojek online dari hotel.
***
Ryan tiba lebih dulu di kantor. Dia segera menuju ruangan kerjanya. Sesampainya di sana dia segera menelepon bagian tempat Agus bekerja. Setelah menelepon ke bagian itu, dia mendapat kabar jika Agus tidak masuk kantor dengan alasan sakit.
"Pasti Agus enggak masuk karena mukanya babak belur tadi malam. Masih punya malu juga dia ya? Kita lihat kalau aku telepon dia sekarang, bakalan diangkat atau enggak?"
Ryan mengambil ponsel yang dia letakkan di meja. Dia mencari nomor Agus di sana dan menghubungi pria itu.
"Pagi, Pak Agus."
"Selamat Pagi Pak Ryan. Ada perlu apa Pak telepon saya?"
"Mulai hari ini kamu saya pecat!"