“Ssshh ….” Rintihan itu masih terdengar dari bibir pucatnya bahkan saat hari telah berganti malam. Hari yang terasa begitu panjang, melelahkan juga menyakitkan untuknya. Dengan tertatih Sera melepas mukenanya dan kembali naik ke ranjang. Meringkuk seperti bayi dalam kandungan saat merasakan suhu tubuhnya justru semakin memanas dan badannya lemas maksimal. Pintu kamar yang diketuk membuat Sera refleks merasa waspada dan mencengkeram kuat-kuat selimutnya. Takut jika yang kembali datang adalah Mas Renjana setelah diusir olehnya dengan penuh permohonan. “Anas …” panggilan itu membuat Sera perlahan membuka matanya, dia melihat Mbak Nadia yang datang membawa nampan bersama Mbak Nikha yang tersenyum hangat ke arahnya. “Makan dulu terus minum obat, ya.” Nikha membantunya untuk duduk,

