Keesokan harinya, akhirnya Rani masuk kerja sesuai ucapan Sherly. Ia datang seperti biasa, masuk ke apartemen Ryan dengan ekspresi takut yang nyata. Ryan dan Nina mematung seketika. Kemarahan segera membayangi wajah Nina, namun Ryan menyentuh lengan istrinya. “Tenang, biar aku yang bicara,” ucapnya. Nina menurut, ia segera mengunci mulutnya agar tidak kelepasan membentak atau menuduh Rani yang tidak-tidak. Bagaimanapun, mereka belum memiliki bukti apa-apa untuk menuduh Rani. “Mbak Rani kok lama nggak masuk?” Riry yang bertanya lebih dulu, polos. Rani langsung terduduk di lantai, berlutut di hadapan keluarga kecil itu. “Maafkan saya, Mas Ryan, Mbak Nina. Saya salah, maafkan saya.” Ia menunduk dalam, suaranya terdengar penuh penyesalan. Ryan dan Nina saling pandang sejenak. “Salah kena