Pukul dua dini hari, Nina terbangun karena rasa sakit luar biasa yang tiba-tiba menyerang perutnya. Ia mengerang pelan sambil berusaha duduk di tepi kasur. “Apa ini yang namanya kontraksi?” gumamnya saat rasa sakit itu mereda sejenak. Ia melirik Ryan yang tertidur dan mencoba untuk membangunkannya. “Mas, bangun, Mas.” Ia berkata lirih. Namun belum sempat Ryan membuka mata, rasa nyerinya kembali menyerang. Nina berpegangan pada pinggiran kasur, rasanya sakit sekali. Rasa sakitnya sama sekali tak pernah ia alami bahkan tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Keringat sebesar biji jagung membasahi keningnya. Tapi ia masih bertahan mengerang pelan tanpa menimbulkan keributan yang berarti. Padahal saat ini, ia bahkan ingin berteriak kencang. Beberapa detik berlalu, rasa nyeri itu kembali mered