“Aku mencintaimu, Mas. Cuma kamu,” lirih Nina ketika berhasil menangkap maksud dari tatapan suaminya. Dan detik berikutnya, Nina telah menanggalkan seluruh kewarasannya. Ia membiarkan instingnya bekerja, keinginannya untuk segera melumat bibir tipis Ryan itu ia biarkan menjadi penggerak atas tindakannya. Bibir mereka bertaut, saling menyesap, saling melumat, saling menelusuri rongga mulut masing-masing dengan lidah. Dalam sekejap, ciuman itu segera berubah menjadi panas dan beringas. Padahal baru semalam mereka menghabiskan malam dengan dua ronde permainan yang menyenangkan. Namun sepertinya malam ini pun mereka akan menutup hari dengan pergumulan panas di atas meja rias. Lengan Ryan yang kokoh telah mengangkat tubuh istrinya ke atas meja rias. Ia menanggalkan pakaian Nina dengan cepat,