bc

BERYL

book_age18+
133
FOLLOW
1.0K
READ
revenge
mate
bxg
mystery
bold
secrets
tricky
punishment
stubborn
sacrifice
like
intro-logo
Blurb

Tugas sebagai mata-mata Isabella membuat Beryl terpaksa harus masuk dalam gemerlap dunia malam. Teror terus mengintainya. Sementara ambisi Isabella dalam melakukan pembunuhan kepada Nando semakin besar. Tidak ada pilihan lain selain terus berada di belakang Isabella. Menahan tindakan perempuan itu dengan apapun yang Beryl bisa.

Beryl merasa Isabella membuatnya selalu dalam masalah besar. Hanya saja perintah dari Prof. Warsono adalah suatu keharusan. Pertengkaran dan perdebatan menjadi makanan di setiap perjumpaan mereka.

Benci berubah menjadi cinta.

Saat keduannya mulai tertarik satu sama lain. Takdir mempermainkan Beryl dan Isabella. Teror, jebakan, dan air mata mewarnai kisah cinta mereka. Beryl menyerah karena usahanya kalah dari ambisi gila Isabella. Keduannya diambang keraguan. Kematian selalu menghantui seolah semua sudah direncanakan.

chap-preview
Free preview
Tentang Beryl
Satu dari sekian banyak orang yang kujumpai mengatakan bahwa beruntung menjadi aku. Lahir dari keluarga berkecukupan. Orang tua yang selalu mendukung disetiap keputusanku. Memiliki otak cerdas dan bermacam-macam prestasi yang diperoleh. Hanya saja kadang aku lupa. Rasanya seperti bukan ini yang kumau. Sebenarnya siapa aku?! Kenapa aku disini?! Apa yang telah terjadi padaku sehingga aku merasa aku bukan pemilik tubuh Beryl yang sesungguhnya. ✨ Ini tentang Beryl. Namanya mendadak menjadi perbincangan di kampus karena keberaniannya menentang dosen yang kala itu memang terkenal sangat killer. Baginya untuk apa takut jika dia berada di posisi benar. Dan hebatnya akibat dari tindakan menentang argumen yang berujung debat panjang. Beryl justru mendapat tawaran menjadi asisten pribadi. Membantu dosen itu dalam mengisi beberapa mata kuliah jika dirasa sang dosen tengah sibuk sehingga berhalangan hadir. "Saya ingin meminta bantuanmu, Beryl. Bisakah kamu jadi asisten saya selama satu semester ini. Saya lumayan sibuk karena harus wira wiri mengurus beberapa hal untuk akreditasi kampus kita. Sehingga kemungkinan jadwal mengajar saya akan kacau." Beryl tidak pernah suka jadi trending topik akibat tindakan beraninya. Namun dibalik itu semua dia juga merasa bersyukur atas kepercayaan sebagai asisten dosen. Imbasnya memudahkan dalam menggali lebih banyak ilmu. Beryl terkenal dengan keramahan yang membuat banyak teman-teman di kampus menyukainya. Bahkan kadang tak segan beberapa diantara mereka sengaja mendekati Beryl hanya untuk mengorek seberapa dalam kepintaran yang dimilikinya.  Tidak bermasalah soal itu. Beryl suka belajar, dia suka berbagi, dan sekalipun banyak yang memanfaatkan kepintarannya tentu dia berharap digunakan untuk hal positif. "Kamu datang di waktu yang tepat, Beryl." Kata prof Warsono sembari sibuk dengan setumpuk kertas Beryl tidak tahu menahu kertas apa itu. Yang jelas tujuannya datang untuk menuruti panggilan prof Warsono yang selalu rutin meminta bantuan. Tentu dengan perintah sebagai asistennya. "Sudah selesai jam kuliahmu hari ini?" katanya dengan melepas kacamata minus yang biasa dia kenakan. Rambut prof.Warsono sudah sedikit memutih tapi tetap saja semangat mengajarnya masih mengembara. "Sudah prof." Kata Beryl sopan Prof Warsono menginstruksikan Beryl untuk duduk. Sangat tahu bahwa mahasiswa ini yang selalu patuh kepadanya. Mungkin pandangan soal mahasiswa selalu salah di mata dosen masih melekat kuat. Beryl duduk, matanya ikut melirik beberapa tumpukan tugas-tugas mahasiswa yang pagi tadi dia terima. Itupun langsung dia serahkan kepada Prof Warsono. Jadi, setelah penanggung jawab mata kuliah mengkoordinir pengumpulan semua tugas mahasiswa satu kelas. Maka tugas akan diserahkan kepada Beryl. Tugas itu akan Beryl teliti ulang. Setelah dirasa telah terkumpul semuanya maka bisa langsung diserahkan kepada Prof Warsono. Prof Warsono terkenal dengan kedisiplinannya. Tentang jadwal masuk kelas maupun pengumpulan tugas. Menurutnya mahasiswa tidak perlu dioyak-oyak untuk sekedar mengumpulkan tugas. Mereka sudah cukup dewasa untuk bisa bertanggung jawab soal kuliah dan apapun yang berhubungan dengan perkuliahan. "Saya ada tugas buat kamu." Prof. War mendorong dua tumpuk kertas folio kearahnya. "Koreksi tugas itu. Lalu kirimkan nilainya besok pukul dua siang." Sepertinya Beryl akan begadang malam ini. Jujur saja tubuhnya mulai tidak enak karena kemarin harus menerjang hujan demi memenuhi panggilan tugas dosen satu ini. Ingin menyerah pun rasanya Beryl masih tak rela. "Keberatan?" Beryl menggeleng. Bisa-bisanya raut wajahnya begitu mudah dibaca dosennya ini. "Tidak prof. Saya usahakan mengumpulkan besok tepat waktu." Beryl bangkit hendak mengangkat dua tumpuk folio namun dicegah oleh prof Warsono. "Belum, Beryl. Masih ada satu lagi." Prof Warsono memberikan satu lembar kertas. Disitu tertulis alamat yang sama sekali tidak Beryl pahami. Untuk apa dosen ini memberinya sebuah alamat? "Datang kesitu. Pastikan perempuan dalam rumah itu baik-baik saja." Glek, Beryl menelan salivanya susah payah. Maksudnya dirinya disuruh memata-matai orang begitu? Pekerjaan macam apa ini. "Tapi Prof apa ini berkaitan dengan perkuliahan?" tanya Beryl hati-hati agar tidak menyinggung sang dosen "Justru ini akan sangat membantu kamu dalam menyelesaikan tugas akhir perkuliahan semester ini." Jelasnya mesti Beryl masih dilanda kebingungan hebat "Tapi Prof bukankah ini melanggar privasi orang lain?" Prof Warsono mendesah pasrah, "Memang. Tapi kamu hanya saya tugaskan untuk memastikan dia baik-baik saja. Nanti setelah kamu melihatnya. Kamu akan tahu." *** Demi apapun Beryl sama sekali tidak mengerti maksud setiap perkataan yang dilontarkan Prof.Warsono hari ini. Matanya melirik kesamping. Dua tumpuk folio cukup menemaninya begadang malam ini. Sepertinya akan sedikit berat. Tangannya merogoh isi tas. Mengeluarkan selembar kertas dengan coretan tinta biru. Hasil pemberian prof Warsono. "Dia begitu mempercayai ku. Lantas haruskah aku mengecewakannya dengan tidak pergi ke tempat ini?" Matanya berkedip beberapa kali. Beryl tengah dilanda rasa malas dan juga lelah bersamaan. Apalagi tugas ini bertabrakan dengan otak dan hatinya. Otaknya menolak karena sesungguhnya fisik pun benar-benar sudah sangat lelah. Seharian ini berkutat dengan padatnya jadwal perkuliahan beserta bonus mengoreksi dua tumpuk tugas adik tingkat. Sedangkan hatinya mengiyakan karena paling tidak itu akan memudahkan dirinya dalam mengerjakan tugas akhir. Juga patuh menjalankan perintah tentunya. Tangan Beryl dengan cekatan mengambil satu kantong plastik di kursi penumpang karena tadi sempat mampir supermarket. Meminum susu kotak guna menambah energi. Melahap roti isi keju dengan perasaan ogah-ogahan. Perpaduan yang sebenarnya sangat aneh di lidahnya. Beryl ingin muntah tapi dia tahan. Dia benci keju. Namun karena harus terburu-buru malah tangannya dengan sengaja meraih roti rasa keju. Mobilnya dipacu sesuai alamat yang tertulis di kertas itu. Ragu menguasai dirinya. Tetap saja dia melenggang dengan penuh keyakinan bahwa tindakannya bukan suatu perbuatan yang salah. Setengah jam berkutat dengan kemacetan. Beryl sampai pada alamat yang dia cari. Rumah minimalis bercat putih tulang. Halamannya ditumbuhi rumput tinggi. Seperti rumah kosong tak berpenghuni. Pagar besi setinggi satu meter membuatnya maju mundur. Apa benar ada orang didalam sana??? Beryl turun dari kemudi. Mengintip dari celah pagar yang berkarat. Sebenarnya siapa di dalam sana. Kenapa harus repot diawasi pula. Terus saja hatinya bertanya-tanya. Memang otak cerdas Beryl tidak bisa untuk diam tanpa pikiran kritis. Bagaimana tidak bingung. Kalian tiba-tiba dipanggil dosen killer. Diberi beban mengoreksi tugas mahasiswa satu angkatan. Lalu bonus tambahan untuk menjadi stalker orang asing. Dan memastikan keadaannya baik-baik saja. Masalahnya adalah Beryl tidak ahli untuk urusan seperti ini.  Lalu Siapa perempuan yang dimaksud oleh prof Warsono. Bagaimana caranya dia melakukan tugasnya dengan baik. Tiba-tiba saja sebuah motor berhenti di samping mobilnya. Tukang ojek online tengah mengantarkan sekotak makanan. Sepertinya dia akan mengantar pada pemilik rumah ini. Tukang ojek itu tersenyum kearah Beryl. Setelahnya mengetik sesuatu diponsel dan menggantungkan makanan itu di pagar. Kemudian berlalu pergi meninggalkan dirinya beserta kantong plastik. Beryl tidak tahu bagaimana ide gila itu muncul. Tangannya segera meraih kantong plastik dan mulai memencet bel. *** "Selamat sore. Ini pesanannya, mbak." kata Beryl begitu masuk nyelonong melewati gerbang yang ternyata tidak di kunci. Perempuan tersebut masih asik dengan ponselnya. Terlihat jelas dia tengah melakukan panggilan video call bersama laki-laki yang jauh lebih tua darinya. "Ok, babe. Sampai jumpa nanti malam." ujarnya sebelum mengakhiri panggilan video call mereka Perempuan itu beranjak. Kemudian menatap Beryl dari ujung kaki hingga kepala. "Lo?! Sejak kapan asisten dosen merangkap jadi pengantar makanan juga?" tanyanya dengan raut muka terkejut Begitu pula Beryl. Dia benar-benar syok dengan apa yang dilihatnya. Perempuan yang dimaksud prof.Warsono adalah dia... Isabella Perempuan dengan pesona luar biasa di kampus. Banyak membuat teman laki-laki sering uring-uringan. Sebab pakaian yang biasa dikenakan perempuan itu saat pergi ke kampus adalah baju minim. Dengan sengaja mempertontonkan lekuk tubuhnya. Untuk mereka yang suka berfantasi tentu saja menjadi hal lumrah bahkan dikatakan sebagai tontonan gratis. Dan bagi mereka yang memang berniat belajar maka hal tersebut justru menggangguan. Merusak pemandangan lebih tepatnya. "Memangnya kenapa?" Pertanyaan datar Beryl keluar. Dia berusaha untuk tidak menatap ke sembarang arah. Matanya hanya di fokuskan ke wajah Isabella. Kali ini pakaiannya juga kelewat minim. Rok pendek dan juga kaos putih bertuliskan I Would. "Ya. Nggak papa sih. Cuma nanya doang. Kalau gitu terima kasih." ujarnya semangat menerima bungkusan plastik dari tangan Beryl "Boleh saya numpang duduk?" kata Beryl tiba-tiba. Dalam hati Beryl terus mengumpati tindakan bodohnya. Bagaimana bisa dia bertingkah sok akrab kepada Isabella. Selama ini tidak terpikirkan sama sekali untuk mampir beserta menumpang duduk di rumah perempuan ini. Membayangkan mengobrol pun tidak sama sekali. Dia jadi merasa kurang ajar. Isabella menatap Beryl takjub. Seolah heran pada permintaan konyol barusan. Asisten dosen, punya segudang prestasi, merangkap sebagai pengantar makanan. Dan tiba-tiba datang ke rumah tanpa undangan. Jelas ini tidak biasa. Isabella mengedikkan bahu. Acuh saja dan tidak mau berlarut memikirkan keberadaan Beryl. "Boleh, kenapa tidak? Lo duduk aja Ber. Sorry rumah gue berantakan." ujarnya nyengir tanpa dosa. "Oh iya. Betah banget sih lo jadi asistennya om Warsono? Nggak capek apa disuruh ini itu. Bukannya bokap nyokap lo kaya raya, ya?" Beryl tidak menjawab pertanyaan Isabella. Dia memilih menelusuri setiap sudut ruangan yang ada dihadapannya. "Ini rumah lo?" Pertanyaan unfaedah yang sebenarnya tidak perlu dilontarkan. Sudah jelas Isabella tinggal disini. Tentu saja ini rumah perempuan itu. Mengapa repot bertanya segala sih, Ber. Bodoh "Ya begitulah." jawab Isabella sekadarnya "Ber, lo anak kesayangan om Warsono. Bisa kali ya gue bayar lo buat ngerjain tugas kuliah gue?" Untuk kesekian kali pertanyaan sama selalu dilontarkan kepadanya. Teman-teman di kampus juga sering memintanya. Jasa mengerjakan tugas dan bayaran yang terbilang tinggi. Tidak, Beryl tidak akan melakukan hal bodoh itu. Dia merasa sudah dicukupi segala kebutuhan oleh kedua orang tuannya. Sebenarnya kegiatan merangkap jadi asisten dosen bukan semata-mata untuk mencari uang. Hanya saja dia rasa butuh suntikan ilmu dari mereka yang ahli. "Masih banyak mahasiswa lain yang buka jasa tugas, Bell." "Tapi yang pasti bakal benar dan punya peluang diterima prof Warsono itu cuma hasil pikiran lo aja, Beryl." "Lo keponakannya kan?" tanya Beryl sembari menatap perempuan yang kini tengah sibuk pada box makanan "Iya. Gue keponakannya. Kenapa? Mau ngawasin gue? Mau jadi stalker gue?" Jleb, Tebakan Isabella tepat sekali. Dari mana juga perempuan ini tahu tujuannya. Apa gerak geriknya begitu terbaca jelas. "Lo nggak usah ngelak kali, Ber. Gue paham sama jalan pikiran orang tua itu. Selalu ngawasin disetiap apapun yang gue lakuin." "Lihat, seberapa kuat lo akan jadi babunya." Isabella menatap penampilannya sekali lagi. Gaun pendek berwarna biru melekat indah di tubuhnya. Seperti biasa rutinitas menemani Naldo dan misi membuat kekasihnya bertekuk lutut kepadanya. Tangannya dengan sangat perlahan menarik melorot baju dibagian bahu. Sehingga terpampang jelas bahu indah miliknya.  Lipstik merah menyala kembali di poles pada bibir sebagai pendukung penampilan kali ini. Berharap percintaan mereka tidak berakhir dengan amukan ganas laki-laki itu lagi. "Sweety, kamu cantik sekali." Bisikan lembut terasa menggelitik telinga. Seperti magnet, meminta waktu Isabella untuk berkencan menikmati malam. "Ken, tidak sekarang." Laki-laki dengan setelan jas formal itu terus mencoba  memepet Isabella ke dinding. Terlihat jelas kobaran api penuh nafsu meminta tubuh Isabella. Dorongan kecil sebagai wujud penolakan membuat laki-laki itu sadar, sedikit menjaga jarak.  "Dengan siapa malam ini?" "Biasa, ladang emasku." kata Isabella diiringi senyuman "Tidakkah kau bosan dengannya, Swetty? Aku jauh lebih baik dari pada dia." "Tidak. Bukan masalah itu." Elak Isabella. Dia tidak melakukan semua ini karena uang. Kenand kembali mempertipis jarak diantara mereka. Mengusap lembut rambut perempuan yang selalu jadi candunya.  "Aku sengaja pulang cepat dari Belanda. Dan langsung menuju kesini berharap bisa memiliki waktu denganmu " Raut wajah Kenand terlihat kecewa. Isabella tidak tahu harus merespon bagaimana. Nyatanya dia sama sekali   tidak tertarik pada laki-laki tampan di depannya. "Ken, bisakah kita bicarakan lain kali saja. Kekasihku sudah menunggu." Isabella melenggang pergi. Berharap setelah ini tidak bertemu Kenand kembali. Meski itu mustahil, dia hanya merasa tidak enak selalu menolak ajakan laki-laki itu untuk berkencan. Terlebih keinginannya menikahi Isabella. Dan itu mustahil terjadi. Isabella masih ingin menikmati masa muda, penyelesaian misi rahasia, dan juga lepas dari masa lalunya. Isabella bersemangat, tersenyum menggoda beserta gaya berjalan yang sengaja dilenggak lenggokkan. Seolah tengah berada di atas catwalk. Mencoba menarik banyak pasang mata. Kemudian tanpa diminta menjatuhkan tubuhnya disamping laki-laki yang selalu dia klaim sebagai kekasih. Padahal tidak sama sekali mereka terikat hubungan. "Kamu cantik sekali, sayang." ucapnya sembari menghisap rokok. Asap  mulai menguar, menerpa wajah cantik Isabella. "Malam ini denganku?" Isabella mengangguk semangat. Tentu saja dengan laki-laki ini tujuan utamanya. Penampilan spektakulernya juga dengan sangat  sengaja untuk menggodanya. Isabella menerima gelas berisi minuman berwarna putih bening. Menenggak satu kali telan. Rasa panas, pahit membakar di tenggorokan. Tapi dia tidak perduli rasa itu. "Habiskan minumanmu secepatnya. Dan kuberikan sesuatu yang setara untuk membuatmu bahagia." Isabella senang, dia tidak masalah harus minum berapa gelas. Yang paling penting dia harus bisa memiliki Nando. Secepat mungkin. "Apa kamu ingin menari?" tanpa menunggu persetujuan Isabella,  Naldo menariknya ke tengah hiruk pikuk keramaian. Music keras benar-benar membangkitkan sisi liar Isabella. Dengan gerakan cepat.  Tubuh Isabella menari  di tengah banyaknya manusia. Berupaya meluapkan segala hal yang selama ini dia tahan. Isabella ingin menangis tapi dia tidak bisa melakukan itu sekarang. "Aku merindukan mu." Naldo mencium sekilas pipi Isabella Pembunuh. Berkali-kali Isabella mengontrol diri untuk tidak mengatakan kalimat itu. Isabella senang, dia tertawa mendengar kalimat yang barusan diucapkan oleh Nando. Sehingga responnya mulai berani dengan meletakkan kedua tangan  di leher Naldo. Mempertipis jarak keduanya. Aku tidak akan memaafkan mu, pembunuh. "Aku mencintaimu, Do." kata Isabella dengan tatapan menusuk namun raut wajahnya datar "Aku juga mencintaimu..." Nando mengecup lama bibir Isabella "Diana." Tubuh Isabella bergetar hebat. Bukan karena ciuman itu tapi karena ucapan Naldo barusan. Bugh, Satu bogeman sukses menarik perhatian banyak pasang mata. Mesti berkelahi di club sudah biasa tetapi kali ini berbeda. Pelaku si pembuat onar bukan Kenand, Gerry, atau Danis. Namun laki-laki berpakaian serba hitam. Topi sebagai pelindung kepala. Tangannya dengan sigap menarik paksa Isabella menjauhi kerumunan. Untuk beberapa detik semua perhatian tersorot kearah mereka. Hening, setelahnya aktivitas kembali seperti semula. Sedangkan Naldo hanya menatap heran pada laki-laki yang tiba-tiba memukul serta seenak jidat  membawa kabur Isabella darinya.  "Siapa dia?"

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.2K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.4K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.2K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
92.4K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook