Sebuah tawaran

1846 Words
Apa yang harus ku lakukan saat semua terasa menyakitkan. Aku mencoba memakai topeng untuk memperlihatkan bahwa aku lebih kuat dari apa yang selama ini kalian pikirkan. Aku tidak akan membuatnya lepas dariku lagi. ✨ Dentuman musik memekik telinga ketika Beryl masuk ke salah satu club malam. Tempat biasa dia bertemu Danis. Beryl punya pergaulan luas. Keluar masuk club bukan menjadi satu hal baru. Selalu saja tujuan datang ke club untuk menjemput Danis atau berjumpa dengan teman yang lain. Persahabatan mereka layak diacungi jempol mesti berbeda dunia. Matanya awas memperhatikan semua orang, terlebih satu pasangan di pojokan. Mereka ada di ruang VIP termasuk Beryl. Lalu fokusnya teralih pada laki-laki yang tengah duduk di depan bartender. Melambaikan tangan agar Beryl mendekat. "Ada apa? Tumben kesini?" ucap Danis dengan intonasi cukup keras. Beryl duduk di samping Danis. Matanya masih awas untuk mengawasi dia. "Yang jelas bukan menemuimu." kata Beryl Danis tertawa, seolah jawaban Beryl adalah hal yang lucu. "Terus buat apa lo kesini kalau bukan misahin gue yang buat onar. Atau bawa gue pulang pas lagi teler." candanya karena memang itu yang selalu Beryl lakukan setiap kali datang ke club Beryl mendengus kesal. Memang keterlaluan sekali seorang Danis. Sering membuat dirinya kerepotan untuk keluar masuk club. Demi tujuan memisahkan Danis saat berbuat onar atau membawanya pulang saat terlalu banyak minum hingga berujung tak sadarkan diri. Akibat kebiasaan gila temannya ini, orang-orang tidak segan menghubungi dirinya dan meminta agar menjemput bayi besar bernama Danis. "Jangan buat onar. Gue lagi banyak kerjaan." Keluh Beryl agar Danis tidak berulah malam ini. Beryl menemukan apa yang dia cari. Perempuan itu dengan santainya berlenggok lenggok di tengah lantai dansa. Seolah dunia kepunyaan sendiri. "Ya. Gue usahakan." jawab Danis pasrah. Paling tidak dia harus bisa sampai rumah dengan selamat malam ini tanpa bantuan Beryl. Danis dibuat heran tiba-tiba Beryl pergi begitu saja ke tengah lantai dansa. Apa dia akan menari? Pikiran gila Danis mulai bermunculan. Beryl menatap tajam kearah Isabella yang sedang berciuman dengan laki-laki yang entah kenapa sangat tidak pantas bersanding dengan perempuan itu. Bukan apa-apa hanya saja Prof Warsono telah memintanya menjaga Isabella. Dia tidak ingin mengkhianati kepercayaan yang sudah diberikan. Bugh, Satu hantaman berhasil mendarat sempurna di wajah Naldo. Sebagian orang berteriak histeris karena pukulan dadakan. Selanjutnya tanpa banyak berpikir Beryl menarik paksa Isabella menjauh dari lantai dansa. Sementara Danis yang menyaksikan itu sedari awal. Hanya dibuat keheranan. Untuk alasan apa seorang Beryl datang ke club dan pergi membawa perempuan itu? Dalam benaknya terus menanyakan ada hubungan apa antara Beryl dengan perempuan itu. ** Untuk beberapa saat Isabella masih syok dengan apa yang barusan terjadi. Dia menurut saja kala seorang laki-laki berpakaian serba hitam menariknya keluar menjauhi club. Sial, rencana malam ini gagal total. Isabella tersadar lalu menghempas paksa tangan laki-laki dengan seenaknya menggandeng keluar club. Sampai mereka kini berdiri di depan mobil sport. Plak, Satu tamparan berhasil menyentuh pipi Beryl. Rasanya panas, nyeri, dan berkedut-kedut. Beryl tidak sempat menghindari amukan Isabella. "Maksud lo apa ngrecokin malam indah gue? Dan lo siapa berani-beraninya bawa kabur gue, hah?" Isabella mulai berteriak tanpa perduli jika mereka akan menjadi pusat perhatian. Beryl terpaksa membuka topi. Otomatis wajahnya terlihat jelas oleh Isabella. "Saya..." Belum sempat Beryl berbicara tangan Isabella sudah menamparnya lagi. Kali ini tidak sekuat tamparan pertama, hanya saja tetap rasa panas dan nyeri masih sama. Mungkin dia harus mengkompres pipinya setelah ini. "Lo lagi?!" Isabella berbalik arah hendak meninggalkan Beryl dan memilih kembali masuk ke club. Baru beberapa langkah tubuhnya sempoyongan. Pengaruh Alkohol sudah mulai bekerja. Beryl mengusap pipinya. Ini pertama kali dia ditampar perempuan. Dan dua kali dalam satu waktu. Isabella hampir ambruk jika saja Beryl tidak sigap menolongnya. Sungguh menyusahkan sekali perempuan ini. Kenapa Prof Warsono memberinya pekerjaan diluar batas kemampuan seperti ini, sih. Beryl mendesah lelah "Lepas, lepaskan..." Isabella meronta Detik berikutnya mata perempuan itu sudah terpejam karena pening yang menyiksa. *** Beryl mendesah lega. Akhirnya setelah drama panjang dia sampai juga di depan rumah Isabella. Meski takut dipergoki banyak orang tetapi tujuan utamanya hanya ingin mengantar Isabella lalu pergi. Dan tidak akan lagi mau menerima perintah selain berkaitan dengan kuliah. Ya, Beryl memilih menyerah akan permintaan Prof Warsono. Bagaimana mungkin dia mau berurusan dengan perempuan aneh dan nakal seperti Isabella. Dia terlalu brutal untuk dijaga. Harga dirinya anjlok seketika mengingat betapa tidak tahu dirinya Isabella dengan seenaknya menamparnya dua kali dalam satu waktu. "Naldo," Isabella sudah meracau puluhan kali menyebutkan nama Naldo Siapa Naldo, bagaimana wujudnya pun Beryl tidak tahu. Dia juga tidak mau tahu soal itu. Sekarang masalahnya adalah bagaimana dia bisa membawa masuk Isabella yang sudah teler masuk ke rumah? Berapa gelas atau berapa botol perempuan ini minum. Ah, memusingkan. "Bell, bangun lo." Beryl mengguncang tubuh Isabella. Nihil, dasar Beryl bodoh. Jelas saja Isabella tidak bangun. Efek alkohol sudah bereaksi. Kalau biasanya Beryl menjemput Danis maka dirinya akan dibantu satpam untuk membawa laki-laki itu ke rumah. Sedangkan di rumah Isabella tidak ada orang atau satpam yang hendak dia mintai tolong. Lantas bagaimana caranya? Haruskah dia menggendongnya?! Oh, s**t sungguh menggelikan. Atas pertimbangan dan keraguan dengan sangat amat terpaksa Beryl membopong tubuh Isabella. Berkali-kali permintaan maaf terus dirapalkan dalam hati. Atas tindakan kurang ajar menyentuh tubuh Isabella. Terlebih perempuan itu memakai pakaian yang jauh dari kata layak. Benar-benar terbuka Begitu berhasil membuka pintu. Dengan bantuan kaki kanan. Beryl menidurkan Isabella di sofa. Tempat dia menumpang duduk tadi sore. Matanya terpusat pada satu pintu yang dia yakini adalah kamar Isabella. Dengan gerakan melambat dia hendak mengangkat Isabella. Tiba-tiba mata Isabella terbuka, menarik leher Beryl seperti yang dia lakukan pada Nando tadi. Cup, Kecupan singkat mendarat di bibir Beryl. "Aku sayang kamu, Naldo." Beryl mematung, jantungnya berdetak tidak karuan. Dia segera melepas lilitan tangan Isabella. Kemudian duduk di lantai menatap ke sembarang arah. Apa yang barusan telah terjadi? "Bunuh gue sekarang?" ucap Isabella kemudian. Beryl terkejut dan menatap bingung kearah perempuan itu. "Kenapa harus Diana?" "Naldo berengsek," "Gue kasih semua. Dan dia bunuh Diana." "Naldo, jahat." Tangisan Isabella meledak. Perempuan itu menangis meraung-raung. Belum sempat Beryl berhasil sembuh dari rasa terkejutnya, ucapan panjang Isabella membuatnya semakin bingung berlipat ganda. Perempuan ini punya bejibun masalah. Dia mencari pelampiasan untuk semua hal itu. Kemungkinan besar Isabella juga tertekan menjalani kehidupan seperti sekarang. Isabella menariknya, lagi. Kali ini bukan kembali menciumnya tapi mencekik leher Beryl. "Kamu harus mati." _______________________________ Beryl masuk ke kamar. Menjatuhkan tubuhnya di kasur. Menatap langit-langit kamar dengan pandangan kosong. Tangannya meraih ponsel dari dalam tas. Mencoba melihat berbagai pesan masuk. Danis Regan: Seorang Beryl bisa buat rusuh grgr ciwi. Itu sindiran atau apa. Beryl tidak mengerti. Jelas dirinya tahu. Kalau Danis pasti akan menjejali beragam pertanyaan saat mereka kembali bertemu. Itu musibah Tangannya kembali menscroll bejibun pesan masuk dari teman-teman di kelas. Anjani: Besok bisa ketemu? Aku mau nunjukin sesuatu sama kamu nih. Beryl mengerutkan kening. Penasaran, untuk apa Anjani mengajaknya bertemu. Apa yang hendak perempuan itu tunjukan kepadanya. Dia masih ingat betul, di sore hari yang cerah. Anjani jatuh di depan pintu apartemen miliknya akibat terlalu banyak meminum alkohol. Beryl menolong dan berujung pada perkenalan mereka. Hingga detik ini pun pertemanan diantara mereka masih terjaga dengan baik. Anjani: Oke. Jam tiga sore di lapangan basket Send. Diletakkan ponsel miliknya dan sibuk dengan pikiran. Teringat apa yang barusan terjadi. Sebuah kecupan singkat dari perempuan yang bahkan sebenarnya sangat Beryl hindari selama ini. Rasanya ciuman itu masih terasa di bibirnya. Jujur, ini pertama kali Beryl berciuman selain dengan mama dan adiknya. Itupun tidak sedemikian buruk dalam ingatan. Walaupun Beryl yakin Isabella melakukan kegilaan itu masih dalam pengaruh alkohol namun dia berada di posisi sadar. Bagaimana bibir itu menyentuh bibirnya dengan lembut. Sial, Beryl harus mengenyahkan pikiran jorok itu. Dering ponsel mengusik kenyamanan Beryl. Layar ponsel menampilkan panggilan masuk dari Prof Warsono. Helaan nafas gusar mulai terasa. Beryl harus menyiapkan jawaban sebaik mungkin. "Hallo, Selamat malam Prof." "..." "Baik prof." "..." "Baik prof. Saya akan datang tepat waktu." Beryl menghela nafas lelah. Bagaimana kalau seandainya Prof Warsono tahu apa yang dilakukan keponakan nakalnya itu. Apa dia akan memecat dirinya sebagai asisten atau justru tidak meloloskan dia di semua mata kuliah nantinya. Beryl hanya berharap jangan sampai itu terjadi. Matanya menatap jam dinding. Pukul dua malam. Kantuk masih belum menghampiri. Ditambah beban mengoreksi tugas adik tingkat. Setelah dari rumah Isabella sore tadi dia langsung menyibukkan diri dengan koreksian tanpa memperdulikan jadwal istirahat. Dan kini tubuh itu lelah butuh asupan energi untuk menghadapi hari esok. Namun pikiran Beryl tidak sejalan. Dia masih enggan terlelap. Ini masih tentang Isabella. Bagaimana perempuan itu menangis meraung-raung. Puluhan kali sebutan Nando terus diucapkan. Dan juga siapa Diana?? Lebih tepatnya siapa mereka? Rasanya Beryl mau gila dengan tekanan dari kejadian hari ini. __________________________________ "Ber lo adalah mahasiswa pertama yang dapat ACC judul dari Prof Warsono buat tugas kualitatif." Azlio menepuk bahu Beryl. Mereka tengah berada di lorong penghubung antara ruang kelas dan ruang dosen. Tempat yang biasa dipakai mahasiswa menunggu jam kuliah berikutnya. Selain dingin juga sinyal WIFI yang lancar. Beryl sedang sibuk berbalas pesan dengan Anjani. Entahlah setiap mereka tengah berkirim pesan rasanya ada yang menggelitik. Meskipun itu hanya bahasan unfaedah. "Lo udah ajuin judul yang kemarin gue saranin?" Edo menggeleng, "Belum." "Lah, terus apa gunanya lo nginep di apartemen gue cuma buat dapat masukan judul dari gue." "Belum ditolak maksudnya." Edo tertawa lantas merangkul bahu Beryl "Saran judul yang lo usulin jos gandos, Ber. Prof Warsono dengan wajah sumringah ngebaca judul gue. Lalu beberapa pertanyaan diajuin. Mesti awalnya gue agak gagu ngomong gara-gara nervous tapi tanpa banyak mikir dia kasih tinta merah ACC. Setuju sama judul yang gue ajuin." ucapnya penuh rasa bangga Beryl lantas tertawa, memang ya membuat teman-temannya bahagia sesimpel itu. Padahal Beryl hanya memberikan beberapa gambaran tentang masalah apa yang menurut Azli menarik dan sudut pandang serta teori apa yang harus dia gunakan. "Prof Warsono ada nggak, Ber? Lo diminta anak-anak ngisi kelas nih." Azli menunjukkan room chat grup kelas. Mereka mendoakan supaya prof Warsono sibuk dan secara kompak meminta Beryl mengisi kelas untuk menggantikannya. Sayangnya keberuntungan tidak berpihak kepada mereka. Langsung saja Beryl menunjukkan pesan masuk dari Prof Warsono yang mengatakan akan mengajar di kelas mereka hari ini. "Nih orang panjang umur banget, sih. Baru juga diomongin." sembur Edo sembari melangkah ogah-ogahan menuju ruang kelas disertai kekehan Beryl _______________________________ "Terima kasih Beryl. Berkat bantuan kamu tidak terjadi apa-apa dengan Isabella." Prof Warsono membuka percakapan siang itu Beryl tidak tahu yang dimaksud tidak terjadi apa-apa adalah bagian mana. Yang jelas Isabella minum sampai teler tak sadarkan diri adalah hal terfatal pertama. Kedua, Isabella berciuman dengan laki-laki itu. Dan ketiga dengannya. Mata Beryl hampir meloncat kala ingat kejadian itu. "Mak..maksud Prof. bagaimana. Saya tidak mengerti." Beryl jadi gugup sendiri "Setidaknya dia tidak terobsesi untuk melakukan pembunuhan pada kekasihnya." Pembunuhan? Beryl ingat soal Isabella yang terus meracau dan mengatakan akan membunuh Nando. Apakah laki-laki yang kemarin di lantai dansa adalah kekasih Isabella. Juga tindakan spontan mencekik lehernya saat mabuk. Dari sini Beryl menyimpulkan apa benar Isabella waras?! "Saya akan menghubungi mu lagi untuk pekerjaan yang sama." Beryl ingin sekali menolak. Mulutnya kaku berbicara. Entah dari mana datangnya keberanian itu. Kepalanya mengangguk mengiyakan. Lah kok?! Otak dan hatinya tidak sinkron begini,, sih. Ada apa dengannya hari ini?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD