bc

Mengejar Langkah Cinta

book_age16+
1.2K
FOLLOW
5.6K
READ
friends to lovers
goodgirl
campus
city
office/work place
gorgeous
like
intro-logo
Blurb

#officeromance

CINTA AKSARA TAMA, gadis yatim piatu yang hanya tahu bahwa dia di besarkan di sebuah panti asuhan tanpa mengetahui begitu banyak cerita dari masa lalu dan masa depan kehidupannya kelak. Seorang gadis pekerja keras yang menjalani kehidupannya dengan ceria penuh semangat demi menuju hidup yang lebih baik untuk dirinya dan semua keluarga dari panti asuhan tempat dia di besarkan. Bahkan karena identitasnya yang di sembunyikan sedemikian rupa, sampai-sampai gadis Tangguh itu hanya mengetahui bahwa nama yang dia sandang hanyalah terdiri dari lima huruf saja, yaitu C, I, N, T, A.

LANGIT ANGKASA, lelaki muda yang di berikan misi mengembalikan kehidupan bahagia seorang CINTA. Lelaki dengan sifat cuek, tingkah absurd dan konyol yang pada akhirnya berhasil memberi warna baru dalam kehidupan CINTA. Seorang lelaki muda baik hati yang hanya memiliki tujuan mengembalikan hak kehidupan CINTA dan membuat gadis itu selalu bahagia;.

MEGANO YAKSA, lelaki yang begitu terobsesi memiliki CINTA begitu mengetahui siapa sejatinya gadis itu. Seseorang yang awalnya hanya suka menghina dan mencela namun pada akhirnya harta membuat silau matanya sehingga menghalalkan segala cara untuk menggapai keinginannya.

chap-preview
Free preview
Bab 1 MENGENAL CINTA
Sinar mentari pagi memancar cerah menaburkan kehangatan sinarnya. Meski mendung menggantung, matahari selalu berjuang semampunya menampakkan dirinya. Adakalanya gagal ketika mendung semakin tebal dan akhirnya mencair menjatuhkan rintik hujan. Namun sang mentari tak pernah patah semangat, dia tetap berjuang dan ketika mendung lengah maka tebar sinar hangatnya akan kembali menyapa bumi dan isinya. Mentari hanya tahu bahwa banyak yang menunggunya, bahwa banyak yang membutuhkan kehadirannya. Jadi, dia hanya perlu selalu semangat mencari celah menampakkan dirinya. … Senin pagi ini, jam di pergelangan tangan seorang cowok berusia kurang dari dua puluh lima tahunan yang tengah duduk sendiri di dalam mobilnya masih menunjuk ke angka 06.30. Seorang cowok yang akrab di panggil dengan nama Langit, menatap dari kejauhan seorang gadis yang tengah mencium takzim tangan seorang perempuan paruh baya di depan rumah dengan bangunan yang cukup besar tapi tidak memiliki halaman terlalu luas yang di fungsikan sebagai panti asuhan berpapan nama “Panti Asuhan Teman Sejati”. Kacamata hitam bertengger manis di wajah tampan cowok itu menyembunyikan mata elang yang menatap tajam dari balik kaca film mobilnya dengan ketebalan 80% sehingga mustahil orang luar bisa melihat aktifitasnya di dalam mobil sedangkan dia dengan leluasa bisa memperhatikan aktifitas di luar mobilnya. Masih bisa cukup jelas di dengarnya percakapan ibu dan anak gadis itu yang berjarak kurang lebih dua puluh meter di depannya. Ya, dengan sengaja dia memarkir mobilnya tak jauh dari pagar rumah supaya bisa mendengar percakapan ringan pagi itu. “Ibu, Cinta pamit berangkat kerja. Terima kasih udah di ijinkan nginap semalam dan bobok di pelukan ibu,” pamit Cinta dengan wajah semringah dan senyum ceria. Kedua lengannya terulur melingkar di tubuh perempuan berusia sekitar 50 tahun itu. Di peluknya erat perempuan yang sudah merawatnya sampai dia di usia dua puluh tahun ini. “Nak, ibu tidak pernah keberatan kamu menginap di sini. Ibu selalu senang menerima kehadiranmu di dekat ibu. Sekarang berangkatlah, doa ibu yang terbaik selalu menemani setiap langkah dan usahamu,” jawab perempuan bernama Ibu Sasti itu dengan mata berkaca, tangannya yang mulai ada keriput mengusap pipi mulus gadis asuhannya. Gadis di depannya begitu cantik berpembawaan ceria, nampak semakin bertambah dewasa, namun bagi perempuan itu, Cinta tetap tak ubahnya bocah kecil berusia dua tahun yang selalu dia timang dengan penuh kasih sayang dan penuh kehati-hatian, sebagaimana wasiat yang pernah di terimanya dahulu. Mata bening berhias bulu mata lentik Cinta menatap lembut penuh senyum ke wajah teduh wanita yang sudah di anggapnya sebagai ibu kandung sendiri. Lembut di usapnya air mata di sudut mata perempuan itu supaya tak sampai mengalir membasahi pipi yang sudah mulai menampakkan sedikit keriputnya termakan usia. Sedikitpun senyum tak pudar dari bibir Cinta, selalu seperti itu, dia tak ingin Ibu Sasti bersedih atau menangis setiap dia berpamitan setelah menginap di rumah tempat dia di besarkan selama ini. “Cinta sayang ibu, salam ke adik-adik dan teman-teman ya, Bu. Dan ibu jangan selalu menangis tiap kali Cinta minta pamit seperti ini, ibu lihat kan jadinya Cinta ikut sedih. Sabtu besok Cinta juga pasti pulang ke sini lagi, Bu,” rajuk Cinta dengan sikap manjanya. Tak urung gaya manja gadis itu segera membuat senyum Ibu Sasti kembali merekah di antara mata tuanya yang berembun. Cinta mencium pipi Ibu asuhnya penuh sayang. Beberapa detik kemudian segera melangkah menuju Si Putih mobil mungil kesayangannya, buah dari ketekunannya berusaha dan bekerja tiga tahun belakangan ini. Tangannya melambai dengan iringan senyum ceria merekah sebagai bentuk usahanya supaya sang ibu tak berlarut sedih. *** Tentang Cinta. Seorang gadis yatim piatu yang cukup sukses di usianya yang baru dua puluh tahun. Seorang mahasiswi semester enam penerima full beasiswa di sebuah universitas ternama berkat otak brilliannya. Selain itu, dia juga bekerja di sebuah perusahaan swasta bonafit di kotanya. Seorang gadis cerdas, pekerja keras, yang saat ini juga mengelola lima buah café bersama teman-teman dari panti asuhan tempat dia di besarkan. Café yang dia rintis sejak tiga tahun lalu, ketika usianya baru menjelang tujuh belas tahun dan bahkan belum lulus SMA dengan pinjaman modal dari Ibu Sasti yang katanya baru saja mendapatkan donasi besar dari seorang donatur panti yang dia tidak pernah tahu namanya. Jiwa wirausaha di padu padankan dengan kemampuan otak jeniusnya benar-benar membuatnya merubah nasib hidupnya menjadi sangat baik di dunia yang bahkan di kata kejam untuk anak perempuan berlabel yatim piatu sepertinya. Seorang gadis yang tidak pernah mau menyerah pada takdir yatim piatu yang kata banyak orang hanya harus bersyukur karena sudah untung bisa melanjutkan hidupnya dengan baik-baik saja. Yang katanya gak boleh hidup neko-neko dan hanya harus menerima kehidupan apa adanya. Cita-cita gadis itu begitu kuat dan begitu besar. Dia ingin hidupnya dan semua penghuni panti asuhan tempat dia di besarkan harus menjadi sangat baik. Mereka sudah di anggapnya sebagai keluarga sendiri, Cinta bertekad status sebatang kara mereka di dunia jangan sampai menjadi halangan bagi mereka untuk hidup lebih baik di dunia. Seperti itulah Cinta, gadis yatim piatu bahkan di usianya yang masih cukup belia sudah bisa membiayai hidupnya sendiri dan banyak membantu di tempat dimana dia telah di besarkan. Saat ini, cita-cita itu mulai terlihat terwujud. Namun CInta tetap semangat berusaha lebih baik dan lebih baik lagi, tanpa mau lengah dengan kesuksesan yang dia miliki saat ini. Kehidupan Cinta yang begitu baik pula yang membuat Ibu Sasti selalu tak kuasa menahan air matanya. Banyak alasan untuk air mata dan tangisnya, tangis haru, tangis bahagia, tangis berbangga dan tangis karena sebuah kenangan yang tak akan pernah dia hilangkan dari memori ingatannya akan hari itu. Ketika seseorang meneleponnya sekitar jam dua siang, memintanya segera keluar rumah dengan seorang security rumah yang di percaya untuk keluar diam-diam dari dalam rumah sambil menggendong seorang bocah mungil berusia dua tahun yang sedang lelap beristirahat dalan tidur siangnya. Tergopoh dia mengikuti perintah berisi untuk segera membawanya pergi ke suatu tempat dimana seorangpun tak akan mungkin mengenal atau mengetahui keberadaan balita itu tanpa membawa bekal apapun dari rumah kecuali satu map berkas yang pada waktu itu pernah jauh-jauh hari di siapkan majikan perempuannya yang begitu baik padanya dan berpesan bahwa suatu saat jika terjadi sesuatu dia cukup pergi keluar dari rumah dengan membawa Cinta tanpa boleh meninggalkan satu map berharga itu. Map yang selalu tersimpan di bawah kasur tempat tidur balita Cinta. Ya, Ibu Sasti saksi hidup kisah Cinta yang masih terpendam sampai dengan saat ini, entah kapan semua tentang Cinta akan sanggup dia ungkapkan. Dia sudah berbahagia melihat kehidupan Cinta yang aman dan cukup bahagia, meskipun sejak dua tahun yang lalu gadis itu memutuskan untuk hidup keluar dari panti asuhan karena beragam kesibukannya, mendekati lokasi kantor dan kampusnya. Bagi Ibu Sasti, Cinta adalah permatanya. *** 07.35 WIB Cinta memasuki kantor tempat bekerjanya dengan senyum cerah. Menyapa hangat dan ramah satpam depan, setelahnya memasuki lobi kantor dan menyapa Anisa bagian front office yang sedang beberes tempat kerjanya. "Pagi, Nisa," sapa Cinta yang menghentikan langkahnya dan berdiri di depan meja lobi kantor, meletakkan kue basah yang di bawanya ke meja, membuat gadis berpenampilan rapi yang lebih tua tiga tahun di atasnya itu mendongak kemudian membalasnya dengan senyuman. Sejenak kemudian memamerkan suara merdunya yang biasanya begitu fasih menyambut sapaan dan pertanyaan tamu di kantor baik yang datang langsung maupun lewat telepon. Sapaan khas yang sering di ucapnya menggoda gadis baik hati yang seringkali rela membawakannya jajan cemilan buatnya itu seperti pagi ini. "Pagi Cinta, sudahkah anda bertemu Rangga?" suara merdu Anisa di ikuti tawa jenakanya. "Haha ... sayangnya sampai hari ini Rangga belum muncul. Kayaknya masih sibuk ngarang puisi buat melamar gue. Tapi barusan gue udah ketemu Pak Ronggo, sih, satpam depan," balas Cinta menyambut canda Anisa membuat keduanya tertawa ngakak bersama di suasana kantor pagi itu yang masih cukup sepi. "Gue naik dulu, ya, Nis," pamit Cinta sambil melambaikan tangannya kemudian beranjak melangkahkan kaki menuju pintu lift yang bertempat tak jauh dari posisi meja kerja Anisa. Anisa hanya membalasnya dengan lambaian tangan juga setelah sebelumnya mengucapkan terima kasih untuk kue yang di bawakan Cinta. Keluar dari lift yang terbuka di lantai tujuh gedung kantornya, Cinta segera menuju ruang tempat dia bekerja sehari-hari. Sepagi itu belum ada satupun temannya yang datang. Rata-rata mereka datang mepet di jam delapan pagi dengan alasan yang tepat seperti biasanya, yaitu macet. Berdiri di ambang pintu ruang, Cinta tersenyum geli melihat Mbak Jum, office girl yang sedang bertugas bersih-bersih ruang bersenandung lagu dangdut kesukaannya sambil mengipas lantai yang selesai di pel. Pantat seksinya ikut sedikit bergoyang mengikuti gerak tangannya. Lantai masih cukup basah, bau khas pembersih lantai masih tercium harum di indera penciuman Cinta hingga dia tetap memilih berhenti di depan pintu. "Pagi, Mbak Jum," sapa Cinta yang segera membuat perempuan berusia sekitar tiga puluh lima tahun itu mendongak kemudian menyunggingkan senyumnya, malu-malu ketahuan sedang bernyanyi dangdut dan sedikit bergoyang. "Pagi, Mbak Cinta," sapa Mbak Jum. "Mbak, gue bawa kue basah, nih. Nanti Mbak bawa, ya, bagikan sama teman-teman Mbak Jum juga, lumayan buat pengganjal perut pagi hari," ujar Cinta sambil mengangkat plastik kresek yang sejak tadi di pegangnya. Senyum Mbak Jum segera merekah kemudian mengangguk sopan. Bukan sekali atau dua kali Cinta membawakannya jajanan seperti ini. "Terima kasih, Mbak Cinta. Tapi saya jadi malu lho sering di jajanin sama Mbak Cinta sedangkan saya nggak pernah ngasih apa-apa," jawab jujur Mbak Jum. "Dih, Mbak Jum kayak sama siapa aja ngomong gitu, udah nanti pokoknya Mbak bawa aja ke pantry buat cemilan bareng-bareng yang lain, ya." Kembali Mbak Jum mengangguk mengerti. Tak berapa lama kemudian begitu di rasanya lantai sudah kering dia segera pamit keluar ruang, tak lupa mengambil kue yang tadi di berikan oleh Cinta. Sedangkan Cinta segera menuju kubikel tempat kerjanya. Mendekati jam delapan pagi satu persatu teman seruang kerja Cinta yang berjumlah total delapan orang mulai berdatangan. Empat orang cewek termasuk Cinta dan tiga orang cowok di tambah seorang manager yang menempati ruang tersendiri. Jabatan Cinta sendiri masih menjadi seorang Supervisor karena awalnya dia bekerja di perusahaan tersebut hanyalah sebagai peserta magang bertepatan ada lowongan yang di tawarkan di bursa kampus. Tapi karena kinerja dan hasil seleksi psikotest yang nilainya membuat atasannya tercengang akhirnya dia di rekrut menjadi karyawan tetap. Karirnya cukup cemerlang. Setelah bekerja dua tahun di perusahaan ini, berawal dari peserta magang dan sekarang sudah menjadi seorang Supervisor. Bahkan ada issue dia di calonkan menjadi Junior Manager andai saja ijazah sarjananya sudah kepegang tangan. Cinta masih cukup harus bersabar untuk itu, karena perjalanan kuliahnya masih harus dia tempuh kurang lebih satu tahun lagi untuk menuju wisuda. Pagi yang penuh semangat tapi tak banyak suara di ruang kerja itu. Masing-masing sibuk dengan pekerjaan dan deadline karena proyek besar menunggu mereka selesaikan presentasinya sebagai team perencana dan pengembangan produk. “Selamat pagi semuanya, mohon perhatiannya,” tiba-tiba suara yang jarang-jarang mereka dengar si ruang kerja mereka memecah kesunyian keseriusan kerja pagi itu. Pak Ardi yang melihat dari kaca bening ruangnya bahwa ada tamu memasuki daerah kekuasaannya segera keluar ruang menyambutnya. “Pagi Pak Don, ada yang bisa kami bantu?” sapa Pak Ardi pada Pak Don, HRD Manager yang berdiri dengan seorang lelaki muda di sebelahnya. “Pagi Pak Ardi, mohon ijin Pak, saya hari ini membawa Pak Langit kesini untuk bergabung di bagian perencanaan produk. Beliau orang yang di tunjuk langsung oleh Pak Zein untuk membantu pantau perkembangan proyek yang sedang perusahaan kita kembangkan,” cuap Pak Don, terdengar begitu sopan ketika memperkenalkan seseorang yang bahkan usianya lebih pantas dia sebut sebagai anak jejakanya yang masih duduk di bangku kuliah. Dahi Pak Ardi sedikit berkerut penuh keheranan, menatap sekilas lelaki muda yang nampak cuek dan kelihatan sangat bocah. Divisinya bukan bagian yang bisa menerima seseorang tanpa skill dan pengetahuan market yang cukup. Dan, kini seseorang yang nampaknya biasa-biasa saja, tanpa melewati tes khusus darinya berdiri di hadapannya. Sikap heran itu di tunjukkan juga oleh ke tujuh anak buahnya. Mereka semua pasti mengenal siapa Zein Angkasa, CEO perusahaan mereka, dan hari ini seseorang yang berembel-embel “dia tunjuk” tengah berdiri di antara mereka masuk di perusahaan ini. Begitu beralasan seorang Pak Don yang terkenal dengan sikap arogannya kali ini bersikap begitu sopan. Dan akhirnya, meskipun dengan kerutan dalam di dahi, Pak Ardi mengangguk menyetujui titah yang maha kuasa itu. “Nama Saya Langit Junior, Pak, bisa di panggil Langit. Mohon bimbingannya dari Bapak dan teman-teman semua di sini,” perkenalan Alfa yang khas dengan sikap bocahnya. Tak lupa mengulurkan tangan ke arah Pak Ardi yang segera di sambut oleh lelaki yang berusia hampir setengah abad itu. “Kalau minta bimbingan mah bukan disini tempatnya, di kampus sono yang pas,” bisik Renata teman Cinta yang selalu suka blak-blak-an. Niat hati berbisik, tapi suaranya yang bak megapon itu terdengar cukup jelas di telinga semua orang di ruang itu. Keenam temannya spontan memamerkan gigi masing-masing tak kuasa menahan tawa. “Renata!” tegur Pak Ardi yang berniat baik menyelamatkan karir anak buahnya dari sikap arogan si HRD Manager yang saat ini sudah melotot tajam ke arah si gadis. “Maaf Pak, saya terlalu jujur,” suara susulan Renata justru kembali mengundang tawa teman-temannya. “Baik Pak Ardi, pada intinya saya serahkan Pak Langit di tim Bapak dan tolong Mbak Renata segera di buatkan jadwal untuk mengikuti induksi ulang mengenai attitude bekerja. Terima kasih, selamat pagi. Saya permisi dulu Pak Langit, selamat bergabung bersama mereka, jika ada apa-apa di sini bisa segera di sampaikan ke saya atau langsung ke Pak Zein,” pamit Pak Don yang setelah mengangguk ke arah Pak Ardi segera berlalu pergi. Belum jauh Pak Don berlalu, tiba-tiba menghentikan langkahnya kembali, menoleh dan berbicara kepada Pak Ardi, “Sebentar lagi Pak Zein akan segera menghubungi Pak Ardi sendiri.” “Ok Pak,” jawab singkat Pak Ardi. “Pak Langit mari ikut ke ruang saya sebentar,” ajak Pak Ardi, namun lelaki muda itu bergeming dari tempat berdirinya, membuat Pak Ardi menaikkan satu alisnya tanda heran penuh tanya. “Kenapa? Ada yang salah dengan ajakan saya?” perjelas Pak Ardi. “Panggil saja saya Langit, Pak Ardi. Saya belum menikah, saya masih muda dan saya masih butuh bimbingan Bapak disini.” “Oh, kalau butuh bimbingan bisa ke kampus saja lebih baik, karena saya di sini pekerja, bukan dosen.” Suara tawa terdengar bersamaan bagaikan di komando, sedangkan Langit hanya menggaruk kepala yang sesungguhnya tidak terasa gatal. Pak Ardi sudah di pintu ruangnya ketika kembali menoleh dan masih menemukan lelaki muda itu belum beranjak dari tempatnya semula. “Langit, ikut ke ruang saya sekarang. Cinta kamu juga ke ruang saya sekarang,” perintah Pak Ardi tak terbantahkan. Cinta segera menoleh ke arah Renata yang duduk di kubikel sebelahnya. Di lihatnya gadis itu tengah cengar cengir pula menatapnya. “Elo yang keseleo, kenapa gue yang di panggil sama Bapak, sih, Re?” “Karena elo Supervisor gue, wajib dong tanggung dosa gue secara gaji elo lebih tinggi dari gue, bener nggak gaes?” teriak Renata yang emang biang onar di ruang itu membuat semua kembali tertawa. Membuat si Aldo dan Robi tak segan nimpuk muka konyol Renata dengan tissue yang sudah di pelintir kecil. “Resek Lo, Re,” sungut Cinta tak urung tersenyum juga sambil meraih buku dan bolpoint di mejanya. “Jangan lupa Bismillah, Cinta, abang doain keselamatan kamu,” goda Jodi yang membuat ruang kembali riuh. “Modus Loooooo ….” Teriak Mela dan Ema hampir bersamaan. Cinta tertawa mendengar kelakar teman-temannya kemudian segera menuju ke ruang Pak Ardi. Setelah meminta ijin masuk ruang, segera gadis itu duduk di kursi depan meja atasannya di samping Langit. “Langit, perkenalkan, Cinta ini Supervisor perencanaan dan pengembangan produk, jika kamu butuh bimbingan nantinya bisa bertanya kepada Cinta,” ulasan sejenak Pak Ardi sanggup membuat Cinta sedikit mendelik yang entah kenapa justru membuahkan senyum di bibir Pak Ardi. “Saya bukan dosen, Pak, bukannya Pak Langit tadi minta bimbingannya ke Bapak?” tolak Cinta terus terang, dia sudah membayangkan deadline-deadlinenya dan lagi harus berbagi waktu dengan di recoki makhluk di sebelahnya. “Panggil gue, Langit, gue bukan bapak-bapak,” ups, Langit segera menutup mulutnya merasa keceplosan di depan Pak Ardi dan Supervisornya yang cantik ini. Cinta kembali mendelik dan memandang sewot ke arah Langit. Mau nggak mau Pak Ardi tersenyum sambil geleng kepala melihat interaksi dua orang muda di depannya. Entah kenapa ada sesuatu yang mulai dia suka dari sisi cowok itu, dan ada sesuatu yang membuatnya sedikit penasaran, apa motif seorang Langit tiba-tiba di taruh di divisinya. “Sepertinya kalian sudah nyambung untuk koordinasi, CInta jangan banyak kata, bimbing dia semaksimal mungkin sampai jadi professor,” titah Pak Ardi pada akhirnya. “Saya aja belum lulus sarjana, pak, masih ngintip-ngintip ngajuin judul skripsi, ogah banget jadiin dia professor,” keluh kesah Cinta yang ke sekian kali. Tak urung Pak Ardi tertawa juga, dan Langit menatap penuh arti ke arah gadis di sampingnya. Begitulah kondisi nyata komunikasi di divisi Cinta. Atasan dan bawahan cukup santai berkomunikasi, tetapi ketika mereka di tuntut serius maka tak satupun mulut di ijinkan mengeluh. Pak Ardi begitu mengenali karakter dan kinerja masing-masing anggotanya dan itulah yang membuatnya begitu menyayangi tim ini. “Kalian boleh keluar dari ruang saya sekarang, Langit bisa duduk di dekat Cinta, kebetulan ada satu kubikel kosong di situ, dan saya harap kamu bisa membantu tim saya dengan baik,” arahan Pak Ardi yang mendapat jawaban anggukan dari dua orang di depannya. Belum juga kedua orang itu berlalu, telepon di meja Pak Ardi berdering. “Baik Pak Zein, saya segera ke ruang Bapak,” Cinta dan Alfa masih sempat mendengar jawaban Pak Ardi dari peneleponnya. Tak berapa lama Pak Ardi segera meraih Ipad di mejanya dan segera berjalan keluar ruangan langsung menuju ke arah pintu lift. Pak Zein seseorang yang tegas, beliau tidak selalu berada di perusahaan ini, jadi titahnya adalah wajib tanpa bisa di tawar. “Gue duduk di sini, ya?” tanya Langit di kubikel kosong tepat di samping Cinta. “Terserah elo,” jawab Cinta pendek yang segera duduk di kursi kerjanya kemudian kembali melihat serius ke arah laptop di mejanya. Langit berdiri, melongok ke arah Cinta yang cuma berbatas partisi alumunium ala kubikel korea berwarna kuning gading. Matanya awas melihat apa yang sedang di kerjakan oleh Cinta. Sesekali beralih memperhatikan pahatan cantik yang terlihat begitu elegan ketika dia sedang serius bekerja. “Cerdas dan sukses, darah itu emang asli ada dan punya elo,” batin Alfa tanpa tahu kalau Cinta tengah melotot mendongak memperhatikannya. “Elo ngapain liatin gue kayak gitu? Pengin nelen gue jadi santapan pagi elo? Daging gue pahit dan tulang gue keras.” Langit sedikit terkejut, kemudian tersenyum masa bodoh tanpa dosa. “Elo kagak ngajarin gue apa-apa sih, bingung gue mo ngapain, yang lain juga pada sibuk, sungkan gue mau gangguin tanya-tanya.” “Hidup elo nikmat banget, ya, bisa masuk di perusahaan segedhe ini tanpa harus tahu dulu apa yang harus elo lakuin, jangan-jangan elo masuk tanpa tes juga, ya?” skak Cinta cukup sarkas, padahal ini adalah hari pertama dia mengenal Langit, tapi sepertinya dia udah gemes pada cowok ini sejak tadi. “Tebakan elo jitu, gue mana mungkin lolos masuk sini kalau pake tes-tes segala.” “Bangga Lo, ya, dengan nepotisme.” Langit tertawa terus diam. Tak lama kemudian kembali tertawa. “Elo nggak takut gue laporin ke Pak Don atau Pak Zein kalau terlalu jutek sama gue kayak gini?” Spontan semua mata menatap tajam ke arah Langit. Hingga membuat cowok itu kembali tertawa tak jelas sambil menangkupkan kedua tangannya seolah minta ampun. “Tenang teman-teman, gue cuma bertanya sama Cinta, kok, kalian aman. Sekali lagi cuma tanya, silahkan kalian kembali bekerja.” “Elo mau lapor ya lapor aja, rejeki nggak akan lari kemana, juga nggak cuma di sini aja,” jawab Cinta cuek. “Betewe, elo mau gue bantuin, elo lagi pusing ngerjain HPP kan?” tiba-tiba Langit berucap yang sedikit mengejutkan Cinta karena apa yang di bilang Langit sama sekali tidak salah. HPP alias Harga Pokok Penjualan, emang itu yang beberapa hari ini cukup bikin pusing fikirannya. “Darimana elo tahu gue ngerjain HPP, punya pengalaman kerja kayak gini sebelumnya?” “Feeling aja liat wajah elo yang datar kayak papan dan mata elo yang nggak kedip mulai tadi,” jawab Langit asal. “Gombal Lo, sini kalo gitu, kalo emang elo bisa bantu gue mikir biar botak sekalian kayak gue.” Langit tersenyum, kemudian keluar dari kubikelnya dan masuk ke kubikel Cinta, duduk di depannya dan beberapa saat mereka terlibat pembicaraan serius menyangkut hitung-hitungan. *** Cinta baru saja akan membuka pintu mobilnya ketika seseorang menyapa. Suara yang sehari ini terasa cukup akrab di dengarnya. “Elo mau langsung pulang?” tanya Langit yang ternyata parkir mobil tepat di samping mobil Cinta. “Kagak, gue mau ke kampus, janjian sama dosen nyerahin draft skripsi gue, kenapa emangnya?” “Emang dosen elo belum pulang jam segini?” “Gue udah ngomong janjian, kan? Kebetulan dosen pembimbing gue ngajar kelas malam hari ini.” Cinta terdiam, ngapain juga ya aku banyak ngomong sama dia? Kepo amat sih Langit ini? “Padahal gue udah niat mau nraktir elo makan malam lho, ucapan terima kasih gue udah ngajarin kerja hari ini.” “Ntar kapan-kapan aja di traktirnya kalau judul skripsi gue di setujui dosen,” jawab Cinta asal sambil tersenyum lebar. “Kalau itu mah harusnya elo yang nraktir, bukan gue.” “Udah ah, pulang sono, gue buru-buru soalnya, makasih niat baiknya traktir gue,” dan Cinta segera masuk ke mobilnya. Membunyikan klakson sebentar yang di tanggapi dengan lambaian tangan Langit yang masih menatap kepergiannya dengan seulas senyum. “Gadis unik, elo pantas selalu bahagia dan segera menggenggam sukses di sesuatu yang harusnya emang milik elo,” batin Langit, kemudian masuk ke mobilnya sendiri dan sesungguhnya dia mengekor di belakang mobil Cinta mengikutinya seperti beberapa hari ini ketika sebuah misi mulai di embannya. ***              

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Siap, Mas Bos!

read
11.7K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.9K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.8K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
94.0K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook