Bab 5

1811 Words
Setelah pertemuan menegangkan tadi dengan Mas Galih, akhirnya aku bisa kembali berubah menjadi Arum dan memilih untuk kembali ke kamar dan membiarkan Mas Galih menyelesaikan pesta ulang tahun yang sebenarnya sangat tidak nyaman aku ikuti, ada rasa takut kalau teman-teman Mas Galih bertanya tentang kehidupan Arum sebelum meninggal dan mereka pasti cucriga kalau aku tidak bisa menjawab dengan benar dan untuk itu lebih baik aku memilih istirahat di kamar saja. Setelah mengganti baju pesta dengan baju tidur dan membersihkan Make Up di wajah aku memilih untuk berbaring sejenak di ranjang sambil menidurkan si Kembar. Aku menyanyikan lagu anak-anak agar mereka cepat tertidur, tidak butuh waktu lama akhirnya mereka tertidur dengan nyenyak. Berhubung mereka sudah tidur akupun berencana untuk menutup mata, baru hendak tidur tiba-tiba aku mendengar suara pintu kamar terbuka. AKu melihat Mas Galih masuk dan langsung membuka jas yang terpasang di badannya, aku melirik jam di dindin, ini masih terlalu awal untuk masuk ke kamar. "Loh kok Mas udah ganti baju aja sih, memangnya tamu sudah pulang?" tanyaku yang heran dan memilih untuk menghampirinya yang kesulitan membuka dasinya. "Capek, tamu-tamu juga sudah mulai pulang satu persatu" balasnya singkat, setelah meletakkan dasi serta jas ke dalam keranjang baju kotor, aku hendak masuk ke dalam kamar mandi untuk menyiapkan air hangat agar mas Galih bisa mandi untuk melepas kepenatannya, tapi Mas Galih menahan tanganku dan menarikku ke dalam pelukannya. "Aku akan jaga kamu dan memastikan tidak ada lagi orang-orang yang akan menyakiti kamu" ujarnya, ya hanya Mas yang bisa menjagaku dari orang-orang yang akan menyakitiku kelak, aku berharap dia masih mau melindungiku kalau suatu hari semua ini terbongkar, karena hanya dia dan si kembar satu-satunya keluarga yang aku miliki kini. Entah ada dorongan apa yang ada di diriku, aku membalas pelukannya dan rasa aman sangat terasa saat aku memeluknya. "Oh iya... hmmm mana nih hadiah ulang tahun aku dari istriku tercinta" dia melepaskan pelukan dan melihatku dengan tatapan menagih hadiah, ah iya saking ribetnya dengan urusan tadi aku sampai lupa memberikan kado yang susah payah aku cari untuknya. Aku mendorong tubuh Mas Galih menjauh dari lemari dan menyuruhnya menutup mata. "Tutup matanya dulu Mas" kataku meminta, dia menggangguk dan menuruti keinginanku tanpa membantah sedikitpun. Setelah yakin dia menutup mata, aku langsung membuka lemari dan mengeluarkan sebuah hadiah yang mungkin terlihat murahan, toh niatku hanya memberinya kado tanpa embel-embel apa pun. "Sudah sayang" tanyanya tak sabaran. "Bentar" aku berdiri di depannya dan menjulurkan hadiah yang aku simpan tadi, "buka matanya Mas" sambungku lagi. Mas Galih membuka mata dan dirinya terkejut melihat apa yang aku siapkan sebagai kado ulang tahunnya. "Sayang..." dia mengambil kado itu dari tanganku. "Kado ulang tahun Mas hanya ini yang bisa aku beri, kalo suka tolong di rawat layaknya keluarga sendiri kalo nggak suka hmmmm Mas harus belajar untuk menyukainya... hehehhehe" kataku yang bersikeras dia harus menyukai apa yang aku berikan. "Ya ampun sayang, sejak kapan sih Mas nggak suka kado yang kamu beri... meski baru kali ini kamu memberi sebuah..... kaktus" Mas Galih mengernyitkan keningnya, habis aku bingung mau memberi apa, kalo berbentuk barang pasti Mas Galih sudah memiliki semua dan kaktus sepertinya dia belum punya "lucu dan menggemaskan... ada-ada saja ide kamu, tapi asal kamu tau apapun kado yang kamu beri pasti selalu Mas jaga seperti Mas menjaga cinta kita berdua... tapi yang paling penting kamulah kado terindah yang Tuhan beri" lanjutnya lagi dan mencium keningku untuk mengucapkan terima kasih. Siapapun wanita kalau mendengar ucapan Mas Galih pasti akan tersipu malu dan salah tingkah, tapi berbeda denganku. Mendengar dia mengucapkan itu tiba-tiba aku merasa semakin bersalah sudah membohongi Mas Galih, ditambah jantungku yang tidak berhenti berdetak semenjak dia memelukku tadi. "Mas gombal!!" kataku mengalihkan pembicaraan yang semakin intim ini. Dia tertawa lepas seakan tidak ada masalah di hidupnya, apa dia akan tetap tertawa selepas ini kalau tau akulah penyebab belahan jiwanya meninggal, apa dia akan tetap tertawa selepas ini kalau dia tau aku bukan wanita yang selama ini dicintainya. Aku hanya berharap kalau suatu saat ini semua terbongkar, tawa itu tetap ada dan tidak pernah menghilang dari wajahnya karena Mas Galih terlihat tampan kalau tertawa seperti tadi. Ya Tuhan!!! Kenapa aku bisa berpikir seperti tadi!!! Tidak boleh Arimbi!!! "Kan gombalin istri sendiri daripada gombalin Arimbi" godanya lagi, ckckck andai mas tau yang sekarang Mas gombalin itu Arimbi bukan Arum. "Tumben nyebut-nyebut nama Arimbi, biasanya Mas alergi banget tuh" sindirku tajam, senyumnya menghilang berganti dengan helaan napas panjang. "Tadi Arimbi datang dan dia bilang sama aku kalo dia mau pergi bersembunyi untuk sementara dari Benny, kamu kenapa tidak cerita sama aku kalo mereka sudah bercerai" tanyanya dengan wajah serius, aku menghindari tatapan mata Mas Galih yang penuh tanda tanya. "Itu urusan pribadi mereka Mas, aku nggak mungkin umbar-umbar ke semua orang kalo mereka akhirnya bercerai" balasku dengan nada biasa agar Mas Galih tidak curiga. "Tapi aku suami kakaknya dan itu berarti aku keluarganya juga, aku memang tidak menyukai Benny tapi Arimbi tetaplah adik ipar aku... kalau dia ketakutan seperti itu dan ingin menghindar dari Benny, aku bisa izinkan dia tinggal disini dan menjaganya seperti aku menjaga kamu" balasnya. "Tidak boleh ada dua wajah yang sama di satu rumah Mas... bisa-bisa Mas salah mengenali kami dan menganggap Arimbi adalah aku, gawatkan hahahaha" Mas Galih terlalu serius dan aku butuh suasana yang sedikit cair agar dia tidak terlalu serius. "Kamu gila apa ckckckk bisa-bisanya kamu berpikir seperti itu" gerutunya keras, dan aku memilih untuk diam karena mendengar suara Mas Galih berubah menjadi tidak suka dengan candaanku. "Maaf Mas" kataku sambil menunduk. "Aku mengatakan itu demi kamu juga kok, aku tau Arimbi selalu menjadi penyesalan terbesar dihidup kamu... tidak perlu kita bahas lagikan? atau kamu mau aku ingatkan lagi?" aku mengernyitkan kening heran, penyesalan? Kenapa Arum menjadikan aku sebagai penyesalan terbesar dihidupnya? Memangnya dia melakukan apa?. Aku menatap Mas Galih "Boleh, silahkan ingatkan lagi" tanyaku penasaran. "Ya, bukannya rasa cemburu yang berlebihan membuat kamu dengan bodohnya mencarikan suami seperti Benny untuk Arimbi, akal sehat kamu berpikir aku akan tertarik dengan Arimbi karena kalian mempunyai wajah yang sama hahahaha kamu kira aku bodoh? Wajah boleh sama tapi andai kamu tau hanya seorang Arum yang bisa membuat jantungku berdetak tak karuan dulu, kini dan nanti" dia kembali tertawa, sedangkan aku langsung merasakan ribuan ton batu seperti jatuh menghimpit tubuhku. Jadi Arum lah yang mengatur pertemuan pertamaku dengan Benny? Aku kira kami bertemu tanpa sengaja saat pesta pernikahan Arum, aku kira kami memang ditakdirkan menjadi suami istri setelah dia tanpa sengaja menumpahkan minuman ke gaun pestaku tapi nyatanya ada andil tangan Arum di dalamnya. Makanya Arum rela membayar kesalahannya dengan memberikan nyawa agar aku bisa bebas dari Benny. Ya Tuhan Arum!!! Kamu memang salah tapi tidak seperti ini juga membalasnya. "Nah ingatkan? Makanya jangan pernah ulangi kesalahan yang sama dengan kecemburuan tanpa alasan itu, lagian mana mungkin aku menyukai Arimbi" ya mana mungkin, dan tidak akan pernah menjadi mungkin. Aku hanya wanita bodoh tidak seperti Arum. "Ya ya ya nggak usah dibahas lagi, mending Mas mandi dulu... aku mau tidur" kataku sambil menutup diri dengan selimut. "Kamu ini... bisa banget berkilah dan melarikan diri kalau sudah tersudut... oh iya bukannya tadi kamu sudah tidur ya, nyenyak banget... bahkan saat aku panggil-panggil nggak nyahut loh mana tubuh kamu dingin banget, kamu nggak sakitkan?" tanyanya saat Mas Galih mengendong satu persatu anaknya dan meletakkan mereka di box bayi masing-masing. "Hah...." Aku bingung dengan pertanyaan Mas Galih. "Iya... itu..." saat Mas Galih kembali hendak bertanya, aku mendengar suara ketukan dipintu. "Siapa?" "Saya Tuan, Zaka" aih Zaka nggak tau situasi banget sih datangnya, akukan belum selesai ngomong sama Mas Galih soal maksud pernyataannya tadi. "Bentar" Mas Galih membuka pintu dan aku melihat Zaka berdiri dan sesekali dia melirikku. Aku salah tingkah dan menutup tubuhku dengan selimut, aduh Zaka bisa berpikir aku sedang menggoda Mas Galih saat dia melihatku hanya memakai baju tidur di ranjang Arum. Ah tapi baju tidurnya nggak sexy sexy banget kok. "Kenapa? Arimbi sudah kamu antar?" tanya Mas Galih, Zaka mengangguk dan kembali melirikku dengan mata tajamnya. "Sudah Tuan, saya sudah antar Arimbi ke tempat yang paling aman dan mantan suaminya saya jamin tidak bakal bisa menemukannya" balasnya dengan penuh keyakinan. "Syukurlah, kamu bisa tuliskan alamatnya jadi kalau saya atau Nyonya ingin bertemu..." Zaka menatap Mas Galih tajam. "Arimbi menitip pesan, tidak boleh ada satu orangpun yang tau keberadaannya, kalau dia merindukan Nyonya, dia akan datang sendiri untuk berkunjung" balas Zaka. "Oh baiklah... yang penting dia aman dari b******n seperti Benny, dan tolong tingkatkan keamanan untuk Nyonya, saya takut Benny bertindak bodoh karena tidak bisa menemukan Arimbi, dia akan membalasnya melalui diri Nyonya" ujarnya memberi titah. "Baik Tuan, selamat malam Tuan dan Nyonya" dia kembali melirikku dan kali ini lirikannya sangat tidak bersahabat. **** Waktu berlalu sedikit demi sedikit, tanpa terasa sudah 1 bulan aku berakting layaknya Arum, berpura-pura menjadi ibu si kembar dan juga seorang istri dengan suami super duper romantis yang setiap hari memanjakanku dengan kasih sayang tulus. Meski awalnya terasa canggung tapi dari hari ke hari aku semakin terbiasa menjalani peran sebagai Arum. Bahkan bisa dibilang sosok Arum sudah mendominasi ditubuhku ini. Hanya satu hal yang membuatku merasa tidak tenang, setiap malam aku mulai bermimpi buruk seperti didatangi Arum yang marah karena aku mengambil posisinya, Benny yang kembali menyiksaku dan kemarahan Mas Galih hingga dia menceraikan Arum, dan obat tidur satu-satunya penyelamatku kalau ingin tidur dengan tenang. "Kamu Insomnia lagi? Jangan dibiasakan minum obat tidur" ucapan Mas Galih membuatku terkejut, tapi aku tidak membatalkan niatku untuk meminum obat tidur lagi, hari ini aku lelah setelah pulang dari pesta pernikahan rekan bisnis Mas Galih dan obat tidur akan membantuku tidur dengan tenang. Aku mengeluarkan langsung 2 butir agar bisa tidur selama mungkin, saat aku hendak memasukkan pil-pil itu kedalam mulutku, Mas Galih langsung menahan tanganku. "Lepas Mas..." aku berniat menghempas tangannya. "Kamu bisa ketergantungan pil-pil ini Arum, seminggu lalu dosis 1 butir, sekarang 2 butir, besok 3 butir dan mungkin minggu depan 1 botol yang kamu telan agar bisa tidur" dia mengambil pil-pil itu dari tanganku dan membuangnya ke tong s****h. "Tapi aku capek Mas... aku lelah dan ingin tidur" balasku dan berniat mengambil pil yang baru dari botolnya tapi Mas Galih lebih cepat dan merampasnya dari tanganku, botol itu kembali dibuangnya ke dalam tong s****h. "Mas!!!" bentakku. "Pil ini bukan solusi agar kamu bisa tidur Rum, kamu kenapa sih... setiap malam selalu ketakutan dan bersikap aneh, belum igauan-igauan yang nggak jelas, kamu kenapa... jawab dengan jujur" tanyanya dengan keras. "Aku... aku..." bahkan aku tidak bisa memberitahunya kalau aku selalu bermimpi buruk kalau tidur. "Oke, aku tau cara agar kamu tidak berpikiran aneh-aneh hingga selalu didatangi mimpi buruk yang entah apa" ujarnya penuh keyakinan. Benarkah? Dia bisa membuatku tidak memimpikan hal-hal buruk lagi. "Cara apa Mas" tanyaku. Mas Galih menyuruhku berdiri dan dia menggenggam tanganku dengan erat lalu membawaku ke dalam kamar. "Olahraga ranjang... masa nifas kamu sudah selesai dan kini waktunya kamu membahagiakan aku" aku langsung menghentikan langkahku, astaga aku lupa Mas Galih butuh tempat melampiaskan nafsunya, dan masa nifas tidak bisa lagi menjadi alasan aku menolak tugas Arum, ya Tuhan aku harus melakukan apa? Zaka... aku butuh Zaka menolongku, tapi... tapi dia cuti hari ini!!!!. "Mas" aku menghentikan langkahku dan mungkin wajahku terlihat pucat. "Ayo... mumpung anak-anak tidur" katanya dengan suara menggoda dan dia menarikku seakan tidak mau mendengar penolakan, Arum!!! Arum tolong aku!!! Aku nggak mungkin tidur dengan Mas Galih. **** Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD