Di kamar, Harris mematung cukup lama memunggungi Rayya yang berdiri tak jauh dari pintu kamar. Bisa Rayya rasakan bahwa pria itu sedang menahan amarah dan ketika akhirnya Harris membalikkan badan, wajahnya terlihat mengeras. Begitu juga dengan matanya yang menatap dirinya tajam.
“Sekarang, hanya ada kita berdua. Ceritakan semuanya. Kenapa kamu menyakiti Nadya dan calon anakku?” Suara Harris terdengar pelan dan dalam.
Rayya mendesah pelan. “Berulang kali kamu tanya itu, aku bisa berulang kali jawab kalau aku nggak pernah punya maksud untuk nyakitin Nadya dan kandungannya.”
Harris menatap Rayya lekat dan menusuk.
“Kalau begitu, ceritakan apa yang terjadi sebenarnya?”
Rayya menarik napas panjang sebelum menceritakan kejadian yang terjadi sesaat sebelum insiden jatuh dari tangga.
“Nadya bilang begitu?” tanya Harris segera setelah Rayya selesai bercerita seolah ingin memastikan sekali lagi.
Rayya membenarkan. Harris kembali terdiam.
“Dia tahu kalau dia lagi hamil. Kenapa dia mempertaruhkan kehamilannya?” tanya Harris menatap Rayya dengan sorot tidak percaya.
“Memang tidak masuk ke akal logikaku. Tapi percayalah, Mas. Aku mengatakan yang sejujurnya. Setelah dia mengatakan siapa yang akan kamu pilih. Tahu-tahu dia sudah melepas genggamanku dan menjatuhkan diri dari tangga.”
Harris mengusap wajahnya kasar dan berjalan mondar-mandir. Marah. Sementara Rayya hanya mematung di tempatnya.
“Itu berarti salah satu diantara kalian berbohong.” Harris berhenti dan menatap Rayya tajam. “Berulang kali aku berpikir tapi aku tidak menemukan alasan yang masuk akal kenapa Nadya ingin melakukan itu. Dia sedang mengandung anakku. Anak yang aku idam-idamkan. Dia tahu itu. Jadi tidak mungkin dia tega melakukan itu.”
Harris memandang Rayya dengan tatapannya yang berubah menjadi sendu.
“Jadi kamu menuduh aku yang mendorongnya?”
“Jujurlah, Rayya.”
Rayya menahan napasnya. Bibirnya berkedut dan hidungnya sudah mulai terasa panas.
“Aku tidak akan mengakui atas apa yang tidak aku lakukan.”
Harris menundukkan kepala dan menjambak rambutnya sendiri.
“Jangan hanya mementingkan perasaanmu saja, Rayya. Aku bahkan sudah berkorban sejauh ini. Tidak bisakah kamu juga berkorban untukku? Cukup sabar sampai waktunya tiba dan kita bisa kembali bersama-sama lagi. Dan sekarang tindakanmu ini merusak segalanya dengan sengaja buat Nadya jatuh dari tangga? Demi Tuhan dimana pikiranmu?”
Rayya melangkah mundur. Terpana dengan perkataan Harris yang masih saja memojokkan dirinya.
“Aku tidak mencelakai Nadya! Harus berapa kali aku bilang?” jerit Rayya.
Harris menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Untuk berkata jujur saja kamu susah ya?”
Mata Rayya berkilat memandang Harris. Tangannya semakin kuat mengepal hingga kukunya menusuk telapak tangan.
“Sudah cukup, Mas. Apapun yang keluar dari mulutku sudah tidak kamu percayai lagi. Aku sudah cukup mengatakan kejujuranku, terserah kamu mau percaya aku, orang yang sudah menemani lima tahun hidupmu atau dia yang baru yang masuk ke dalam pernikahan kita dengan cara yang tidak baik.”
Rayya berjalan melewati Harris dan mulai mengambil koper dari sudut ruangan. Batas kesabarannya sudah cukup sampai disini.
“Mau kemana kamu? Kita belum selesai bicara.” Harris membalikkan tubuhnya.
“Aku perlu menenangkan diri.”
“Kenapa harus bawa koper? Kamu mau pergi dari rumah ini?”
Rayya mengabaikan pertanyaan Harris dan lebih memilih memasukkan beberapa pakaian dalam jumlah kecil ke dalam koper dan memasukkan laptop ke dalam tas terpisah.
“Rayya! Beginikah cara kamu menyelesaikan masalah? Dengan pergi dari rumah?”
Rayya menoleh dan menatap Harris dengan sorot mata tajam. “Tidak ada gunanya kamu terus memojokkanku atas perbuatan yang tidak pernah aku lakukan. Lebih baik kita saling berjauhan agar bisa berpikir lebih jernih.”
“Tidak bisakah kamu berhenti bersikap egois? Tidak semua hal harus sesuai dengan keinginanmu, Rayya.”
“Egois? Kamu bilang aku egois? Kalau aku egois, aku sudah meninggalkanmu sejak kamu membawa Nadya pulang ke rumah.”
“Rayya, kita sudah pernah ngebahas ini bukan? Aku menikahi Nadya bukan keinginanku.” Harris menggeram pelan. Rahangnya kembali mengeras.
“Maka seharusnya kamu juga bisa merelakanku pergi karena aku tidak bisa hidup seperti ini.”
Rayya menutup koper dan mulai menyeretnya.
“Pantas saja orang tuamu tidak pernah mengunjungimu sejak kamu menikah. Rupanya karena ini? Mereka pun juga tidak tahan dengan sikapmu yang egois dan mementingkan dirimu sendiri?”
Langkah Rayya terhenti. Ia menoleh dan menatap Harris dengan pandangan tidak percaya.
“Jangan bawa-bawa orang tuaku. Karena kamu sama sekali tidak tahu apa yang kamu bicarakan.”
“Kamu memang tidak pernah cerita banyak soal orang tuamu. Mereka hanya datang sekali dalam acara pernikahan kita dan tidak pernah datang lagi setelah itu. Bagaimana mungkin mereka tidak mau tahu kehidupan pernikahan anak perempuannya?”
Jantung Rayya mulai berdegup kencang dan matanya nyalang menatap wajah pria yang sudah berubah menjadi orang yang tidak ia kenali.
“...Kalau bukan karena kamu sebenarnya sudah dibuang oleh keluargamu. Kalau bukan karena aku, mungkin kamu sudah luntang-lantung hidup sendirian di Jakarta…”
“Hentikan.” Napas Rayya tersenggal.
“Mestinya kamu menerima keadaan ini walaupun menyakitkan tapi aku bisa menjanjikan kehidupan yang lebih baik setelah kita berhasil melewatinya.”
“Tutup mulutmu!” desis Rayya.
“Kenapa? Apa yang aku bilang memang benar kan?”
Tanpa sadar, Rayya menghampiri Harris dan menampar pria itu keras hingga pipinya memerah. “Jangan pernah berbicara seperti itu tentang orang tuaku karena kamu tidak tau apa-apa!”
“Kamu berani menamparku?” tanya Harris tak percaya.
“Mau kutampar lagi sebelah pipimu karena telah menginjak harga diriku?” Rayya baru mengangkat tanganya. Detik itu juga Harris melangkah mundur. Matanya menyiratkan emosi yang mendalam.
Rayya berbalik badan dan mulai melangkah menuju pintu kamar.
“Sekali kamu keluar dari rumah ini, aku akan menjatuhkan talak untukmu.”
“Lakukanlah. Aku akan menerimanya dengan senang hati.”
Rayya keluar dan menenteng koper kecilnya dengan suka rela. Rencananya telah berubah, Ia bukan pergi untuk sementara tapi pergi untuk meninggalkan semuanya.
Nadya dan juga Herlina masih berada di ruang keluarga terkejut melihat Rayya sudah menyeret koper dan wajahnya yang sudah berderai air mata.
“Selamat untukmu, Nadya. Rencanamu sudah berhasil,” desis Rayya sebelum akhirnya melangkah keluar rumah.
Pandangan Nadya mengikuti sosok Rayya yang semakin menjauh sebelum akhirnya dirinya menghilang setelah melewati pintu utama.
Detik itu juga Harris akhirnya keluar dari kamar dengan wajah yang keras. Terlihat sekali bahwa pria itu sedang menahan amarahnya.
“Apa yang terjadi, Harris?” tanya Herlina.
“Mulai detik ini, aku sudah menjatuhkan talak untuknya. Rayya sudah bukan lagi istriku.”
Diam-diam, Nadya menyunggingkan senyumnya karena memang rencananya telah berhasil. Yaitu mengusir Rayya dan dirinya akan menjadi nyonya pengganti sekaligus satu-satunya istrinya Harris Wijaya.
***
Rayya menyetop taksi yang datang di waktu yang tepat sesaat Rayya keluar dari gerbang hitam rumah Harris.
Sang sopir dengan sigap membantu Rayya memasukkan barang bawaannya ke dalam bagasi dan barulah taksi itu jalan. Hari masih siang dan ia melihat ada beberapa tetangga yang kebetulan sedang berada di luar rumah menatapnya dengan heran.
Mungkin dalam hatinya mereka bertanya-tanya, kenapa Rayya, Menantu dari Herlina Wijaya keluar rumah dengan berderai air mata dan menyeret koper besar?
Meski sudah bukan menjadi rahasia lagi bahwa Herlina kerap kali menjelek-jelekkan Rayya di depan para tetangga jika ada kesempatan. Dan ini adalah terakhir kali Rayya menginjakkan kakinya di rumah ini.
Sungguh lima tahun terbuang percuma.
“Tujuannya mau kemana, Bu?” tanya Sopir taksi membuyarkan lamunannya.
“Ruby Horison Hotel.” Rayya menyebutkan hotel bintang lima yang terletak di kawasan elit Ibu Kota.
Sang sopir mengangguk. Taksi segera melaju menembus kepadatan jalanan. Terdengar suara radio yang volume-nya dikecilkan tapi Rayya masih bisa mendengar penyiar radio sedang memberitakan gosip yang masih sering menjadi hot topic hingga berbulan-bulan lamanya.
“...Astrid Wibowo yang diisukan tengah dekat dengan lawan mainnya dalam film Sayap Patah kini terlihat sedang makan malam bersama di sebuah restoran mewah seolah mengkonfirmasi gossip yang tengah beredar belakangan ini. Seperti yang kita ketahui bahwa keretakan rumah tangganya bersama salah satu cucu dari konglomerat Brotoatmodjo cukup menggegerkan dunia hiburan… “
***