Selingkuh?!

1252 Words
Demi apa, aku sangat takut sekali tadi! Gila sih ini pria, berani sekali ngangkat panggilan video dari tunangannya sambil memangku wanita lain, mana telanjang d**a lagi. Beruntung, aku bisa segera melepaskan diri dan tak sanggup lagi melihat muka si Jessica di seberang sana. "Sani, ambilkan baju saya!" Sableng! Malah disengajain dia mah. Aku pura-pura tidak dengar saja ah, bagusnya lagi, ada earphone di dekatku, segera ku pasang. "Aduh, apaan sih, Pak?" Pak Adit tetiba menarik tanganku. Sayang, aku sekarang lebih cepat darinya. Segera aku berkelit saat tangan pria itu hendak menangkap pinggangku. "Baju saya, mana?" ucapnya lagi, setelah itu ia kembali beralih pada layar ponselnya. "Seperti yang kamu lihat, aku baik-baik saja dan sangat bahagia." Apa maksudnya sih obrolan dia? Jadi penasaran. Segera ku ambil baju yang dimaksud Pak Adit. "Ini, Pak. Eh!" Busyet, lagi pegang ponsel pun masih sempat-sempatnya ia mengendus punggung tanganku walau tidak ada ciuman, tapi hidungnya hampir menyentuh kulit tanganku. Si Jessica ku dengar berbicara bahasa Inggris. Sialnya, kemampuan bahasa Inggris-ku sangat buruk. Aku tidak begitu faham apa yang mereka bicarakan. "Yeah, dia Sani. San, sini! Jessica ingin berkenalan katanya." "Apa?" Lho, gak bahaya ini? "Sini, ngeyel banget ya kamu!" Terpaksa aku duduk di sampingnya. Tersenyum kikuk pada si Jessica. Anehnya, sekarang ia tidak terlihat kesal sama sekali. Malah tersenyum lebar melihatku. "Hai, kamu Sani?" tanyanya. Aku mengangguk, "Iya, Mbak. Pak Adit sering cerita mengenai Anda." Mata bulat Jessica nampak antusias, "Wah, benarkah? Kedengarannya bagus." "Iya, Mbak. Anda jangan salah faham ya? Saya di sini cuma jadi asisten saja kok, Mbak tenang aja, saya hanya... hei!" Kutu kupret! Pak Adit tetiba mencium pipiku dengan cepat yang dilanjutkan dengan cengiran lebarnya. "Well, tentu saja. Saya pikir kamu yang jangan salah faham. Sejauh apapun seseorang pergi, ia pasti akan kembali ke rumahnya." Kali ini ku lihat Jessica sedikit jengah melihat kami. "Tentu, Mbak. Baik-baik di sana ya, maaf saya masih banyak pekerjaan, silakan lanjutkan ngobrolnya dengan Pak Adit." Aku buru-buru menghindar dan berhasil keluar dari kamar hotel. Huft, akhirnya. Drama macam apa ini? Aku berasa jadi wanita simpanan yang sedang direndahkan oleh istri sah. Gila gak sih? Pandangku melihat ke sekeliling. Ck, kenapa tidak ada kursi buat duduk? Berapa lama lagi si Brewok nelpon ya? Lama sekali. Mungkin kangen sama tunangannya. Apa mereka saling mencintai? Kenapa Pak Adit tadi malah sengaja menciumku di depan Mbak Jessica? Jangan-jangan agar si Jessica cemburu? Berarti Pak Adit sangat mencintai wanita itu? Kenapa aku agak kesal ya? Semacam perasaan tidak enak. Ah, bukan, tapi perasaan ingin marah. Tapi pada siapa?Argh, entahlah! Aku menjedukkan kepala ke dinding dengan pelan, bodoh, ada apa denganku? Harusnya aku tidak peduli dengan mereka. Toh, mereka sudah bertunangan kan? Ingat, Sani! Kamu hanya asisten pribadinya saja! Ah, aku tahu, sesuatu yang bisa membuatku kembali ke dunia nyata. Tanganku mencari ponsel di saku. Aplikasi m-bangking adalah tujuanku. Ya, aku harus melihat saldo tabungan yang kumiliki. Yes, tujuan utamaku bersama Pak Adit saat ini adalah untuk mencari uang. Bekerja. Ya, hanya sebatas hubungan pekerja dan atasan kan? Tapi kenapa mereka sangat lama? Ngapain saja sih? Pak Adit juga kenapa tidak menyusulku keluar? Dia tidak butuh padaku? Haduh, masa aku ditinggal di sini? Argh, kesal! "Maaf, Nona. Anda baik-baik saja, kan?" Seseorang bersuara. Apa ia bertanya padaku? Aku berdiri dan berbalik. Ada sosok pria berbaju jubah putih sedang menatapku. "Saya baik-baik saja." Malu a***y! Aku pura-pura sibuk dengan ponsel. "Benarkah? Anda mau masuk ke kamar Anda?" Pria itu menunjuk pintu hotel di depanku. Aku tersenyum kikuk, "Ah, iya. Tentu saja. Nanti saya masuk." "Sedang bertengkar dengan pasangan? Saya rasa sebaiknya Anda segera masuk, Nona. Ini sudah larut malam." "Iya, Pak. O ya, Anda sendiri kenapa masih di luar?" Pria itu tersenyum, "Saya juga baru pulang dan akan segera masuk. Tapi, saya lapar. Jadi saya hendak keluar dulu mencari makan." "Makan?" Pria itu mengangguk, "Ya." Wah, ini anugrah kayaknya, "Pak, maaf lho ini ya, saya kan baru pertama kali ke daerah ini. Kebetulan saya juga sangat lapar. Jadi bolehkah saya ikut bareng nyari makan juga?" "Oh, boleh, tentu saja. Ada rumah makan di bawah." Aku menatap kesal ke pintu hotel yang masih tertutup rapat, biarin dia tidak mencariku. Isi perut lebih penting dari apapun! Ngadepin si Brewok kan harus dengan energi yang penuh. Apa yang dibilang pria ini benar. Kami masuk ke rumah makan yang masih satu komplek dengan hotel ini. "Ngomong-ngomong, kita belum kenalan, lho." Pria itu tersenyum geli. "Ah, iya, maaf, kenalkan saya Sani." "Saya Agung." "Melihat pakaian Anda, sepertinya Anda seorang dokter?" Ia mengangguk, "Benar. Saya dokter spesialis anak." "Wah, keren, berarti Anda suka anak-anak ya?" Ia tersenyum, "Tentu saja. Melihat anak-anak sehat dan ceria membuat saya bahagia. Kamu sendiri sudah bekerja?" "Sebenarnya saya masih kuliah, Dok. Tapi sambil kerja juga sih." "Wow, bagus dong! Saya suka sama mahasiswa pekerja keras seperti kamu." Makan nasi lezat sambil berbincang dengan dokter bening begini rasanya bertambah nikmat sepuluh kali lipat. Walau rasa kesal pada si Brewok masih mengganggu pikiran. "Di sini rupanya kamu. Ayo, pulang!" Lah, panjang umur! Baru saja aku mengingatnya, sudah nongol saja dia. "Sudah selesai kangen-kangenannya?" Aku sedikit mengejeknya. "Saya lapar. Ayo, pulang!" Bukannya menjawab pertanyaan dariku, Pak Adit malah mengambil tanganku lalu memaksaku berdiri. "Eh, apaan sih, Pak? Saya lagi makan ini." "Kita lanjutkan di kamar." Dia ketus banget sih? Jangan-jangan si Jessica memarahinya? "Ekhm, Sani ada baiknya kamu ikuti mm..." "Kakak saya!" "Pacar saya!" Sontak aku dan Pak Adit saling melempar pandangan kesal. "Ah, siapa pun itu, kamu pergilah. Biar saya saja yang bayar." "Tapi, Dok?" "Tuh mau dibayarin juga. Makasih ya, Dok! Pacar saya emang suka begini, bandel!" Pak Adit buru-buru merangkul bahuku dengan paksa. "Pak, ih, lepas!" bisikku kesal. "Permisi, Dok! Ayo, Sayang, kita pulang!" Pak Adit makin menjadi. Dasar gila! Sepanjang jalan menuju hotel, aku diam. Kesal banget sama sikapnya. "Sani, siapa dia?" Alih-alih meneruskan makan seperti yang ia bilang, Pak Adit malah langsung menginterogasiku. "Hanya kenalan tidak disengaja." "Hanya kenalan dan langsung ditraktir makan? Luar biasa ya kamu, terus saja tebar pesona! Sadar gak sih, kamu ini asisten pribadi saya lho, San!" "Terus kenapa? Anda pikir dengan menjadi asisten pribadi Anda, saya gak boleh deket sama cowok, gitu? Mana boleh seperti itu, Pak! Saya wanita normal kok, saya juga pengen kayak orang-orang, bisa kangen-kangenan, bisa sayang-sayangan!" "Oh, jadi begitu. Kamu kasih apa si dokter genit itu sampe dia mau bayarin kamu?" "Dih, saya gak ngasih apa-apa kok, dokternya aja yang baik hati. Suka sedekah sama orang. Gak kayak seseorang yang mesen kamar saja ngirit-ngirit. Jadinya gak bebas kan waktu mau pacaran sama kekasih jauhnya?" Aku menyindirnya. Dia diam beberapa saat. Apa aku akan diusir dari kamar ini? Bagus lah, biarin kehilangan pekerjaan ini juga. Eh, tapi ini kan bukan Tasik. Ini Jakarta. Aku gak kenal siapa pun di sini, mana belum punya rumah lagi. Gajian juga baru sekali. Kacau memang nasibku, huhu. "Kamu cemburu?" Eh, kok tahu-tahu Pak Adit sudah berdiri di depanku dengan jarak yang sangat dekat. "Apa? Siapa yang cemburu?" "Kamu. Cemburu kan?" Ia nampak tersenyum geli. "Pak, nyebut, Pak. Jangan sembarang nuduh. Mana ada saya cemburu sama pria yang bukan siapa-siapa saya, teman bukan, pacar juga bu-hmph!" Sumpah, berasa disamber gledek siang bolong! Entah setan dari mana yang tengah mendorong pria di depanku ini hingga ia berani melakukan hal gila yang tak pernah ku pikirkan sebelumnya. Walau bibirnya hanya menempel di bibirku, tapi cukup membuat jantungku rasanya seperti mau copot. "Kalau sudah begini, masih berani kamu bilang saya bukan siapa-siapa kamu?" bisiknya dengan nafas tertahan. Lalu aku harus jawab apa? Berpikir saja masih buntu. Masa iya, aku jawab kalau aku selingkuhannya?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD