Perhatian Lain

2176 Words
Tidak ingin terluka lebih dalam, aku pilih kembali ke kamar. Namun saat langkah kakiku baru kembali menaiki anak tangga itu dua langkah, tiba-tiba aku justru punya pikiran lain. Aku tidak bisa terus menerus seperti ini, setidaknya aku harus bisa membalikkan kalimat Arga yang sebelumnya, saat dia mengatakan lebih baik berbicara dengan seekor kerbau dari pada berbicara dengan ku, maka aku pun harus bersikap yang sama bukan, menganggap mereka pasangan kerbau yang tidak tau tempat untuk melakukan hal semacam ini. Aku kembali berbalik dan melanjutkan langkahku untuk turun menuju dapur , dan benar saja , saat aku berhasil sampai di anak tangga terakhir rumah itu, Arga langsung menyadari keberadaan ku, dan buru-buru menghentikan gerakan tangan Rosalina yang mulai melepas anak kancing baju tidur yang Arga gunakan. Aku tidak sekalipun menoleh ke arah mereka. Aku bersikap seolah tidak melihat mereka , meskipun sebenarnya sudah dari tadi jantungku bergemuruh tidak karuan. Ada ekspresi kecewa di wajah Rosalina saat Arga menghentikan pergerakan tangannya, bahkan memintanya turun dari atas pangkuannya, meski begitu aku tetap melanjutkan langkahku ke dapur guna mengambil minuman yang sebelumnya aku buat di sisi meja dapur dan lekas kembali. "Apa sih Mas. Apa Mas tidak menginginkan aku?!" ujar Rosalina dengan suara yang terdengar lirih , tapi karena kesunyian malam aku masih bisa mendengarnya. "Ada Rengganis. Gak enak kalo di lihat sama dia. Sudah, mending kita ke kamar saja ya Sayang!" balas Arga , tapi Rosalina justru terlihat melipat kedua lengannya di depan d**a sembari memasang wajah cemberut di hadapan Arga. "Enggak. Aku mau melakukannya di sini! Lagian kenapa dengan Rengganis. Bukankah dia sudah biasa melihat kita seperti ini? Kenapa mesti malu!" ucap Rosalina sengit, kan aku melihat Arga menghela nafas panjang. "Aku tau. Tapi aku tetap tidak nyaman kalo dia berkeliaran seperti ini saat kita sedang menghabiskan waktu bersama dengan begitu manis!" balas Arga kembali. "CK. Lagian kalau Mas nggak mau melihat Rengganis berkeliaran di rumah ini, kenapa Mas nggak membelikannya apartemen dan memintanya tinggal di sana. Bukankah itu lebih baik untuknya juga untuk kita! Jujur aku mulai risih dengan keberadaan dia seperti ini. Dia selalu menjadi alasan kenapa kita tidak bisa leluasa dan seintim yang aku inginkan. Mas selalu menggunakan alasan tidak enak sama dia?!" ujar Rosalina lagi tapi tentu saja kali ini Arga yang langsung menggeleng karena tidak seperti itu yang dia rasakan terhadap wanita ini, Rosalina. "Bukan begitu Sayang. Bagaimanapun Rengganis masih berstatus istriku, dan tentu saja kita tidak bisa melakukan adegan seperti ini di sembarang tempat , mengingat...." "Alllah. Bilang saja kalau sebenarnya Mas itu ada rasa kan sama dia? Mas udah nggak sayang sama aku? Perasaan Mas sudah terbagi padanya!" ucap Rosalina yang justru terdengar melebar kesana kemari, tapi lagi-lagi Arga hanya terlihat menggeleng. "Enggak. Itu sama sekali tidak benar. Aku tidak punya perasaan apapun padanya. Tidak untuk saat ini, juga tidak untuk kapanpun. Dia tidak akan pernah menjadi siapa-siapa juga tidak akan pernah menjadi apa-apa untukku. Kau bisa memegang ucapanku bahwa aku hanya bisa mencintaimu. Hanya dirimu saja!" balas Arga menyakinkan Rosalina , tapi Rosalina tetap dengan ekspresi masamnya. "Kalo begitu, kenapa Mas gak menceraikan dia saja. Dari pada dia selalu menjadi alasan ketidaknyamanan kita!" cerca Rosalina lagi dan aku langsung menghela nafas panjang dan menghembuskan nya dengan sangat pelan, menunggu , kira-kira apa jawaban yang akan Arga berikan saat Rosalina memintanya untuk menceraikan aku, karena sungguh, aku tidak keberatan jikapun Arga akan memutuskan demikian. "Sayang. Bukankah kita sudah membahas masalah ini. Kenapa masih harus membahasnya lagi. Aku....!" Aku sedikit berdeham , saat melihat juga mendengar percakapan mereka dari arah pantry , tapi aku pilih tidak peduli lalu melanjutkan langkahku untuk segera sampai di kamar, melanjutkan makan malam ku dengan tenang meskipun kini selera makanku pun mulai hilang. Aku pilih menyalakan musik dengan volume sedang , memutar lagu melow untuk menyamarkan percakapan atau suara dari arah luar kamar. Karena seperti kata yang tadi Mr CEO katakan, aku bisa menggunakan metode ini untuk menghindar suara yang tidak aku inginkan dari arah luar, sementara itu, aku juga tetap mengaktifkan mode peredam suara agar suara musik di kamarku tidak sampai mengganggu mereka yang sedang kasmaran, dan sepertinya itu berhasil, malam itu aku tidak mendengar desahan penuh kenikmatan di kamar sebelah, dan aku juga bisa mendapatkan tidurku. Entah sudah berapa puluh kali aku bolak balik mencari posisi nyaman, meski begitu rasa nyaman itu tidak kunjung aku dapatkan. Hari mulai beranjak pagi dan aktivitas bekerja pun menjadi rutinitas kami setiap harinya. Aku dengan pekerjaanku, begitu juga dengan Arga dan Rosalina, dan iya kami hanya akan berada di rumah saat sore dan malamnya. Kembali pesan ibuku masuk ke room chat salah satu aplikasi, beliau mengingatkan aku untuk tidak lupa datang dan tidak terlambat saat acara syukuran nanti, dan sungguh, aku sempat lupa, bahkan lupa mengatakan ini pada Arga. Aku menghela nafas panjang , melirik jam di pergelangan tangan ku, dan ternyata jam sudah menunjukkan angka dua belas siang, dan sebentar lagi jam istirahat siang. Aku meraih ponselku, mencoba mengirim pesan pada Arga untuk permintaan ibuku, meskipun aku tidak yakin jika Arga akan membacanya, apa lagi mau menemani ku ke rumah itu, tapi meski begitu aku tetap mencobanya. "Mas. Maaf menganggu waktu mu. Jika tidak terlalu sibuk dan Mas tidak keberatan. Bisakah aku izin minta waktu Mas. Mama memintaku untuk pulang. Dia ingin mengadakan syukuran untuk Papa, jadi beliau meminta kita juga datang !" send to Arga. Aku melihat di pojok kiri atas, ada notifikasi online di bawa nama kontak Arga, dan sungguh aku berharap Arga akan membaca dan mengabulkan permintaan ku, akan tetapi setengan jam berlalu, pesanku ternyata masih terlihat centang dua abu-abu. Tidak ada perubahan apapun dengan pesan itu, dan artinya mungkin Arga tidak membaca pesan ku, dan jika seperti ini, kecil harapan ku Arga mau ikut dengan ku, bahkan mungkin tidak ada harapan, apalagi semalam Arga dan Rosalina sedikit berdebat karena keberadaan ku di rumah itu. Entah untuk apa ucapan Rosalina semalam justru membuatku berpikir. Mungkin jika aku tidak tinggal di rumah itu, aku tidak perlu merasakan yang namanya sakit hati. Aku tidak perlu mendengar kalimat-kalimat cinta juga desahan penuh kenikmatan yang membuatku merasa sangat jijik juga terluka itu, dan mungkin tinggal di apartemen bisa menjadi salah satu alternatif untukku menyelamatkan kewarasanku. Selain itu, aku juga mulai jenuh jika harus berjuang sendiri untuk rasa ini, rasa yang bahkan tidak akan mendapatkan balasan pasti. Kembali aku menghela nafas dalam diam, saat tiba-tiba notifikasi pesan masuk di room chat ponsel ku. Aku dengan cepat meraih ponsel itu kemudian membuka notifikasi itu karena pikirku itu adalah balasan pesan yang sebelumnya aku kirim pada Arga, akan tetapi ekspektasiku harus aku telan dalam-dalam saat ternyata itu bukan notifikasi pesan dari Arga, melainkan dari Mr CEO. "Good afternoon, Bulan Purnama. Bagaimana hari Anda. Apa semua berjalan dengan lancar?!" From Mr CEO. Aku membaca pesan itu dan tersenyum. Di saat pikiranku kalut seperti ini, pesan dia selalu masuk tepat waktu. Seperti ada sesuatu yang menghubungkan kami, dan dia merasakan kegelisahan ku di seberang sana. Andai Arga bisa sehangat ini padaku, mungkin aku tidak akan terluka dan tertekan meski tanpa perasaan lebih darinya, atau Arga masih bersikap seperti dulu, saat kami belum menikah , bersikap seperti saudara laki-laki ku, mungkin aku juga tidak akan merasa seburuk ini sekarang. "Yes. Semua berjalan dengan baik. Pekerjaan, ku semuanya aman. Bos di tempatku bekerja juga sangat baik." Send to Mr CEO. "Oh syukurlah. Aku tiba-tiba khawatir sama Anda!" From Mr CEO. Aku kembali tersenyum saat membaca pernyataan dia yang merasa khawatir terhadapku. Dia bukan siapa-siapa, bahkan kami tidak pernah bertemu sekalipun, tapi dia justru mengatakan khawatir padaku, dan jujur aku merasa mendapatkan perhatian yang tidak layak darinya mengingat aku mengetahui jika dia sudah menikah dan memiliki seorang istri dan dia pun sudah tahu jika aku wanita bersuami, tapi membaca kalimat khawatir yang baru saja dia kirim padaku, ternyata cukup membuat hatiku merasa hangat. Oh, apakah itu dosa?! Aku pikir tidak. Kami tidak pernah bertemu, kami hanya bekerja sebatas online, dan kami juga melakukan chat bukan baru kemarin sore, tapi lebih dari tahun. "Khawatir kenapa?" Aku mempertegas pernyataan khawatir yang baru saja dia kirim, dan setelahnya aku melihat ada notifikasi menulis di bawah namanya dan aku yakin dia sedang menulis pesan balasan untukku dan selang beberapa detik pesan itu pun masuk. "Nothing. Tiba-tiba saja aku merasa khawatir. Bahkan kekhawatiranku ini semalam sempat aku utarakan pada istriku, dan iya semalam dia juga memintaku untuk menghubungimu, tapi tentu saja aku tidak bisa melakukan itu mengingat mungkin saja aksi itu akan mengganggu waktu istirahatmu dan sang suami!" From Mr CEO. Aku membaca pesan itu berkali-kali dan jujur sekarang aku merasa ilfeel. Bagaimana mungkin laki-laki lain justru bisa merasakan kekhawatiran dan rasa tidak nyamanku semalam, sementara laki-laki yang berstatus suamiku saja tidak merasakan hal itu bahkan dia lah penyebab rasa gundahku semalam. 'Ah, bukankah semalam Arga juga mengatakan jika sampai kapanpun kami tidak akan pernah menjadi apapun , lalu kenapa aku justru berpikir Arga bisa merasakan kecemasanku!' payah. "Ah terima kasih Mr. Anda dan istri Anda benar-benar baik. Aku jadi merasa berharga!" Send to Mr CEO. "Kau memang layak seperti itu, hanya laki-laki bodoh yang tidak merasa beruntung memiliki istri seperti dirimu, Nona Bulan Purnama!" From Mr CEO. Iya. Di aplikasi itu, aku memang tidak mengatakan siapa nama asliku. Dua tahun lalu aku memperkenalkan diriku dengan nama Bulan Purnama , dan sampai saat ini dia tidak tau siapa nama asliku, begitu juga dengan aku, aku tidak tau siapa nama aslinya. Aku hanya mengirim emoji terima kasih sebagai balasan atas pesan Mr CEO itu, dan setelahnya aku beranjak bangkit dari dudukku saat bos menyapaku ketika dia keluar dari ruang kerjanya. "Anis. File yang kemarin aku minta kau revisi sudah selesai?" Sapa laki-laki berumur yang tiga tahun ini menjadi atasan ku. CEO di perusahaan tempat aku bekerja, dan aku menjadi sekertaris nya. "Sudah Pak!" jawabku. "Kalo begitu, bersiaplah. Jam istirahat siang ini kita akan makan siang bersama klien kita itu, sekalian mempresentasikan proposal itu, kali aja dia menyukainya, dan kita bisa menggaet proyek itu," ujar laki-laki bernama Sutomo itu. "Sekarang bos? Apa ini gak mendadak?!" Aku merasa keputusan Pak Sutomo mendadak, karena tentu saja mempresentasikan sebuah proposal harus memiliki kesiapan mental, tapi laki-laki dengan rambut setengah memutih itu pun langsung mengangguk dengan sangat yakin. "Iya Anis. Kebetulan dia sedang ada di Jakarta, dan mungkin besok dia akan kembali lagi ke tempat tinggalnya. Jadi sebisa mungkin kita harus memanfaatkan waktu." Balas Pak Sutomo lagi. "Tapi Pak." "Tenanglah. Aku juga akan membantumu nanti. Aku tidak akan membiarkan kamu mempersentasikannya sendiri. Aku selalu percaya dengan kemampuanmu!" Aku baru akan menyanggahi pernyataan Pak Sutomo, tapi laki-laki itu justru memotong kalimatku, dan jika sudah seperti ini, ya aku gak punya pilihan lagi selain setuju, karena di sini dia yang punya wewenang, dan keputusan dia tidak bisa di ganggu gugat. Aku membawa laptop juga alat-alat peraga yang sudah aku siapkan dari kemarin, karena proposal itu memang sudah jadi dari beberapa hari yang lalu, meskipun beliau belum memberikan kepastian kapan kami akan pergi untuk menawarkan proposal itu pada CEO perusahaan King. Seperti yang pak Sutomo katakan, kami akan makan siang bersama di salah atau restoran yang sudah dia dan orang itu sepakati, dan ternyata saat kami datang, laki-laki tampan dengan iris mata keabuan itu sudah menunggu di ruang VIP restoran itu, dan bersamaan dengan itu, Arga juga datang dengan seorang wanita . Wanita yang aku tau merupakan sekertaris Om Senopati dulu, dan sekarang wanita itu juga menjadi sekretaris Arga. Wanita yang usianya cukup matang, lebih tua beberapa tahun dari Arga dan sudah menikah juga punya anak. Aku bersikap biasa, begitu juga dengan Arga. Kami berlaga seolah tidak saling mengenal, dan hal itu biasa terjadi sebagai bentuk profesional kerja. Aku menjabat tangan laki-laki itu, Mr King, juga berjabat tangan dengan Arga dan sekertarisnya. Kami melewati siang itu dengan makan siang lebih dulu, sebelum akhirnya perusahaan Pak Sutomo mendapat kesempatan untuk lebih dulu mempresentasikan proposal kami, dan pastinya aku yang ditugaskan untuk lebih dulu mempresentasikan proposal itu. Arga dan sekretarisnya juga ada di sana, dia juga ikut menyimak persentasi ku. Gugup, sudah pasti, tapi sebisa mungkin aku bersikap profesional, dengan mengabaikan keberadaan Arga di sana, juga perasaanku yang kini justru bercampur aduk. Pak Sutomo juga ikut membantuku menjelaskan proposal itu, sebagai satu tim, dan Arga hanya terlihat terpaku saat penjelasan demi penjelasan aku jabarkan dengan terinci. Dia seperti tidak percaya jika aku bisa mempersentasikan satu proposal dengan begitu luas dan lugas, bahkan tadi aku melihatnya tidak berkedip juga tidak berbicara sepatah katapun, dan setelah persentasi ku selesai, kini giliran dia yang mendapat kesepakatan itu. Aku pilih duduk , di samping Pak Sutomo, saat sekertaris Arga mulai membuka presentasi, ikut menyimak seperti cara mereka sebelumnya. Namun karena perasaan gugup ku tadi teramat besar , aku jadi mendadak ingin ke kamar mandi. Aku lebih dulu izin pada Pak Sutomo juga Mr King untuk ke kamar mandi, menenangkan perasaan gugupku juga kecanggungan yang tiba-tiba mendera hatiku. Cukup lama aku meninggalkan ruangan itu, dan saat aku kembali, ternyata presentasi Arga dan sekretarisnya sudah selesai. Aku benar-benar tidak mengikuti persentase mereka, tapi saat itu juga , Mr King justru membuat keputusan terkait proposal kami, proposal perusahaan Pak Sutomo, dan proposal perusahaan Arga. Iya, proyek itu di berikan pada.....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD