Eps. 2 Batal Menikah

1038 Words
Pagi hari Hana terbangun dengan kepala penuh. Pikirannya sudah kacau dengan masalah menumpuk seperti cucian kumal yang menumpuk. Pertama dia harus selesaikan masalahnya dengan Ray dulu. Dengan malas, Hana masuk ke kamar mandi. Selesai mandi, dia mematut dirinya di depan cermin. Terlihat mukanya yang berantakan seperti terkena topan badai. Rasanya dia ingin menghancurkan cermin di depannya saja bila tak bisa menahan kesabarannya. Semua amarahnya harus tumpah pada orang yang tepat. "Mas Ray ... awas kamu, ya!" geram Hana mengepalkan tangannya erat di bawah sana. Hana Rhea Dibi, dia tak menyangka akan bernasib sial seperti ini. Hubungan dengan Ray yang tak pernah ada masalah dan nyaris sempurna ini ternyata meninggalkan masalah yang mampu memporak-porandakan dunianya yang tenang tanpa masalah. Hana kemudian menuju ke tempat resepsi pernikahan di gelar, di sebuah gedung. Hatinya mencelos melihat dekorasi apik pernikahannya. Hatinya bagai diremas melihat pernikahan yang kandas. Jelas tak mungkin dia melanjutkan pernikahan ini. Dia tak mau dijadikan istri kedua. Dia juga tak mau dicap sebagai pelakor. Hana menghampiri Ray yang sudah memakai jas hitam dengan sekuntum bunga mawar yang terselip di saku jas. Pria itu terlihat menunggu dengan cemas yang kemudian berganti dengan senyum setelah melihat kedatangannya. "Hana, kenapa kamu datang siang sekali? Padahal 40 menit lagi acara resepsi pernikahan akan dimulai. Aku rasa kamu harus masuk ke ruang make up sekarang." Ray menangkap tangan Hana untuk dibawa ke ruang make up. Hana menyentak keras tangannya hingga terlepas dengan sorot mata mengintimidasi menghujam. "Buat apa aku dirias? Aku kupikir itu tidak perlu!" hardiknya dengan nada tinggi. Ray merasa aneh saja dengan sikap Hana, kenapa tiba-tiba marah padanya? "Ada apa?" "Aku yang seharusnya bertanya begitu padamu," ketus Hana. Dia tak bisa lagi menahan kesabarannya yang setipis selembar tisu yang kapan saja bisa robek. "Apa ada sesuatu?" Ray terlihat cemas sekarang. "Tidak perlu menutupi sesuatu sekarang, aku sudah tahu semuanya. Kamu sudah punya istri bernama Eva ,saat ini sedang hamil anak kedua dan sebentar lagi akan melahirkan. Kamu ada masalah dengannya lalu menjadikanku sebagai pelarian dan mengaku sebagai single untuk menipuku. Katakan apa itu benar?" Ray tersedak salivanya sendiri. Tenggorokannya tercekat. Wajahnya pucat seperti mayat. Bagaimana Hana bisa tahu? "Tidak! Apa yang kamu bicarakan itu? Kamu salah paham. Itu pasti informasi palsu dari sembarang orang untuk menghancurkan hubungan kita." Hati Hana berkedut mendengar penyangkalan Ray, dan ini semakin membuatnya murka. Dia pun melepas heels yang dipakai lalu dengan keras memukulkan ke kepala dan muka Ray hingga bibir pria itu berdarah dan terus memukul bagian lain tubuh Ray. Ray hanya berdesis menahan sakit sakit akibat pukulan heels tanpa melakukan perlawanan karena memang dia merasa bersalah. Selesai melampiaskan semua amarahnya, Hana masih memukul kepala Ray dengan tas nya. "Pria sialan kamu, ya! Aku kira kamu pria baik-baik. Rupanya kamu sampah, penipu b*****h! Jangan pernah muncul lagi di hadapanku!" Dengan napas menderu dia pun angkat kaki dari gedung ini. "Hana! Tunggu! Jangan pergi dulu! Aku akan jelaskan ini padamu. Tapi kembalilah untuk menikah denganku nanti setelah beres semuanya aku akan jelaskan detailnya." Hana tak merespons ataupun menoleh menatap Ray. Dia terus melangkah, tak mempedulikan panggilan itu juga tak peduli pada tamu undangan yang mulai berdatangan. Hatinya sudah teramat sakit untuk tetap tinggal di sini. *** "Loh, pengantin baru sudah tiba di kampus? Miss Hana, apa ini tidak salah?" ceplos seorang dosen yang juga barusan memarkirkan motor di kampus. Hana adalah seorang dosen di salah satu kampus favorit di kota Jakarta ini. Selama ini hidupnya selalu tertata dan penuh perhitungan, jauh dari masalah yang berarti. Dia memutuskan untuk datang ke kampus saja daripada pulang ke rumah. Banyak tugas di kampus yang harus dia selesaikan. "Pernikahannya batal Pak Tedy," jawab Hana sekenanya tanpa ekspresi dengan hati yang hambar. "Batal? Kenapa, Miss?" balas dosen psikologi ini penasaran, ikut berjalan menyamai langkah Fiona untuk mengorek informasi sebanyak mungkin dari sumber yang akurat. Hana hanya tersenyum getir menatap rekannya ini. Bingung bagaimana menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Susah untuk mengungkapnya saja. Sakit dan teramat memalukan! "Tidak berjodoh saja, Pak," balasnya setelah jeda panjang dengan tatapan tak terbaca. Dia mempercepat langkah, mengambil langkah seribu. Hana tak mau mendapatkan cecaran pertanyaan lagi, itu menyakitkan baginya. Masalah masih hangat. Dia cukup butuh waktu untuk healing. Di tengah jalan menuju ke ruang dosen, dia berpapasan dengan seorang pria yang berjalan tergesa-gesa berlawanan arah. Tatapan mereka beradu untuk sekilas. Keduanya tak menyangka bertemu di sini. "Kamu? Kebetulan sekali kita bertemu di sini." Mata Gavin berbinar melihat Fiona. Dia ingin bertemu dengannya untuk membahas masalah paket semalam, tak tahunya bertemu di sini. Pas sekali! Berbeda dengan Fiona yang tak berharap sama sekali bertemu dengan Gavin di sini. "Astaga! Tolong jangan bahas soal paket semalam di sini. Nanti pulang dari kampus aku akan datang ke kantormu." "Bagaimana aku bisa memegang kata-katamu, apakah itu ada jaminannya?" "Ya, aku akan menjaminnya dengan mempertaruhkan nama baikku ini." Gavin tak langsung pergi. Dia tidak bisa percaya begitu saja pada Hana, meski dia sering mengantarkan paket untuknya selama ini. Dia sampai hafal nama Hana, karena sering pesan paket. Sedangkan Hana baru tahu namanya kemarin. Tapi hanya sekadar itu saja hubungan mereka, sebatas customer. Terdengar suara derap langkah kaki dari arah lain mendekat pada Hana. Seorang pria kini berdiri menjulang di sampingnya. "Miss, aku baru saja ke gedung tempat resepsi pernikahanmu. Pernikahanmu batal? Ada yang bilang kamu mau menikahi suami orang?" Sepasang alis Hana terangkat mendengarnya. Bagaimana rekannya ini bisa tahu? Siapa yang memberitahunya? Datang dosen lain mendekat setelah melihat sosok Hana. "Miss, ada yang bilang kamu merebut suami orang?" Sungguh perkataannya tak di filter sama sekali dan menghujam tajam tepat ke ulu hati. "Tidak, itu tidak benar, Bu. Yang ada aku ditipu oleh Ray." Terpaksa Hana membeberkan yang sebenarnya terjadi untuk menjaga nama baiknya. "Miss Hana, aku tak menyangka saja kamu dosen kewarganegaraan yang mengajarkan attitude dan sopan santun rupanya kamu sendiri tak bisa menjaga sikapmu dan menjadi pelakor." Perkataan itu sungguh mengena sekaligus menampar keras Hana yang hanya bisa membeku di tempat tanpa melakukan perlawanan apapun. Sedangkan dosen senior yang mengucapkan kata pedas tadi pergi dari hadapan Hana meninggalkan nyeri di hati. "Bagaimana dengan p********n paketnya? Apakah selesaikan di sini saja? Tagihannya tak sampai satu juta." Gavin kembali ke tujuan utamanya dengan mengabaikan apa yang barusan didengarnya. Dua dosen lain yang ada di sana kini menatap Hana dengan penuh tanda tanya selidik.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD