Ch-6

1100 Words
"Alisha, Alisha... Apa kamu masih berpikir bahwa nama penamu yang memegang kendali semua kisah ini?" Leonardo mempererat pelukannya, pria itu menggoreskan sedikit benda tajam tersebut pada lehernya sendiri, kemudian menjilati bekas darah yang tertinggal pada pisau tersebut. "Kamu salah sayang, dan satu hal yang harus kamu tahu! Kamu adalah milikku! Semuanya yang ada pada dirimu adalah milikku." Bisik Leonardo di telinganya. Alisha meremas lengan kokohnya yang melingkari pinggangnya. Karena pria itu menempelkan bibirnya pada pipinya. Alisha memejamkan matanya rapat-rapat, dia tidak ingin tinggal bersama pria psikopat seperti Leonardo. Tapi apa yang bisa diperbuatnya? Dia tidak memiliki cara apapun untuk menyingkirkan pria itu dari dalam hidupnya. "Kenapa kamu gemetar sayang? Harusnya kamu bahagia memiliki tunangan sepertiku. Aku tulus mencintaimu sayang!" Ujarnya lagi, semakin membuat Alisha bergidik ngeri. Lagi-lagi pria itu menunjukkan berita kematian pada layar kaca di depannya. "Kamu akan tahu berapa banyak judul yang terbit hari ini, bukan hanya dengan nama pena-mu, tapi nama penaku juga sayang! Hahhahahaha!" Leonardo tertawa penuh kepuasan. Dia melepaskan pelukannya pada tubuh Alisha, lalu duduk di tepi tempat tidur pasiennya. Masih dengan sebilah pisau di genggaman tangannya. Kilauan pisau silver tersebut membuat Alisha jatuh terduduk di lantai seraya menutup kedua matanya. "Apa kamu pikir kamu bisa mati sesuai keinginanmu? Kamu imut sekali Alisha, kamu bahkan tidak bisa mati jika kamu menginginkannya." Lanjut Leonardo. Sesaat kemudian Leonardo mengambil pakaian dari dalam tasnya. Pria itu melucuti seluruh pakaiannya satu persatu tepat di depan Alisha. Leonardo tidak peduli mata gadis itu melotot karena terkejut melihat tubuh atletisnya. "Kenapa? Apa kamu menginginkanku? Alisha?" Tanyanya sambil menundukkan badannya di depan Alisha. "Kamu hanyalah pria psikopat, aku sama sekali tidak menginginkanmu." Ujarnya seraya berdiri lalu melangkah keluar dari bangsal Leonardo. "Sejauh mana kamu akan bisa terus berlari menjauh dariku Alisha?" Gumam pria itu pada dirinya sendiri saat melihat pintu bangsal tertutup di depan matanya. Alisha berlari secepat mungkin menuju ke arah parkiran rumah sakit. Sampai di sana gadis itu semakin terkejut karena tidak ada sepeda motornya di sana. "Astaga! Bagaimana mungkin aku lupa bahwa aku tidak membawa sepeda motor saat ke rumah sakit." Bisiknya pada dirinya sendiri. Alisha masih berdiri di tengah parkiran, gadis itu menoleh ke kiri dan kanan. Sunyi sekali, bahkan tak ada satupun binatang malam yang bersuara malam itu. "Bahkan parkiran rumah sakit mendadak seperti area pemakaman." Gumamnya lagi, langkah kaki Alisha semakin gontai, gadis itu menyeret langkah kakinya menuju ke jalan raya. Dia berharap akan ada sebuah taksi yang mau berhenti tepat di depan matanya. Tubuhnya terasa lemas dan lelah, dia tidak memiliki tenaga untuk berjalan lebih jauh. Semua barang-barang miliknya masih tertinggal di dalam rumah kontrakannya. "Bruuummmm! Ciiit!" Sebuah mobil berhenti tepat di depan matanya. Gadis itu mengerjapkan matanya berkali-kali, dia melihat kaca jendela mobil tersebut turun perlahan. "Da! Daniel? Astaga lalu apa tadi?" Alisha terperanjat melihat Daniel masih hidup di depan matanya. Gadis itu menggelengkan kepalanya berkali-kali. Dia tidak mengerti dengan dunia mustahil yang tengah ia lalui hari ini. "Masuklah, cepat!" Ujarnya sambil membuka pintu sebelahnya. Tanpa berpikir dua kali gadis itu segera masuk ke dalam mobil. Daniel membawanya pergi dari depan rumah sakit. Leonardo sudah menyusul Alisha, dia tersenyum menakutkan melihat Alisha pergi mengendarai sebuah mobil. "Siapa yang berani ikut campur ke dalam duniaku?!" Ujar pria itu dengan wajah geram penuh amarah. "Kita kemana? Bukankah kamu sudah mati?" Tanya Alisha padanya. "Iya, tapi aku bisa keluar dari dalam mobilku yang terbenam di sungai. Aku masih hidup, hanya saja polisi masih belum menemukanku. Jadi berita menyatakan bahwa aku sudah meninggal dunia." Jelasnya pada Alisha. "Jika bukan kamu yang memegang kendali hidup dan matiku, artinya ada orang lain yang mengendalikan semuanya?" Tanyanya sambil menoleh sejenak pada gadis di sebelahnya. Alisha tampak termenung menatap jalan raya di depan matanya. Gadis itu terdiam, Daniel tidak tahu apa yang ada di dalam pikirannya. "Bukan, tidak seorang pun yang tahu. Leonardo juga bukan, aku sendiri juga bukan." Jelas gadis itu seraya menoleh menatap ke arah Daniel. Pria itu tersenyum lembut, ada yang aneh dengannya dan Alisha baru menyadarinya. "Kamu berubah? Apa karena garis mati yang tertulis pada novel?" Tanyanya pada pria di sebelahnya itu. "Mungkin saja Alisha, aku tidak menggila seperti kemarin. Dan aku menyukai hidup normalku sekarang. Jika di masa depan kamu ingin menulisnya, tulislah aku sebagai orang yang baik, memiliki hidup normal seperti orang pada umumnya." Ujarnya sambil tersenyum. "Kisah menjemukan tidak akan ada peminatnya Daniel. Kisah datar dan membosankan. Aku sendiri juga bosan jika harus menulis kisah datar seperti itu." Ujarnya pada pria di sebelahnya. "Kamu mau membawaku ke mana?" Lanjut Alisha karena Daniel terus melajukan mobilnya selama satu jam tanpa jelas kemana tujuan mereka pergi. "Hotel?" Ujar pria itu dengan senyuman manis. "Jangan khawatir, aku tidak akan membawamu ke rumah kontrakan milikmu. Aku tahu Leonardo sudah mengetahui tempat tinggalmu. Jadi aku memutuskan membawamu ke tempat yang kemungkinan besar pria itu tidak mengejar ke sana." Ujarnya berusaha meyakinkan pada Alisha. "Aku tidak yakin, tapi tidak ada salahnya mencoba." Ucapnya pada Daniel. Alisha merasakan kantuk menyerangnya, dia tidak bisa menahan lagi untuk tidak tertidur. "Kamu cantik sekali, Alisha. Tapi aku hanya bisa mengantarkan dirimu sampai di sini. Aku harap kamu akan baik-baik saja." Bisik Daniel saat merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur hotel. Alisha tiba-tiba menahan lengannya, dia merasa itu bukan Daniel tapi orang lain. Karena Leonardo bilang kalau darah yang jatuh mengguyur tubuhnya adalah darah Daniel. "Kamu bukan Daniel?" Tanyanya tiba-tiba. "Aku Daniel, hanya karena aku sudah ditulis mati jadi sedikit berubah." Ucapnya padanya. "Apa jangan-jangan kamu benar-benar sudah mati?" Tebak Alisha lagi. "Apa kamu kira aku seorang zombie? Aku bisa mengendarai mobil dan bisa bicara normal, aku juga tidak mengkonsumsi otak manusia." Alisha berusaha menggunakan logikanya, tapi tetap saja dia ragu jika pria itu adalah Daniel Radcliffe. "Lalu apa maksud ucapanmu barusan? Apakah kamu tidak ingin mengubah takdir novel ini bersamaku?" Tawar Alisha padanya. "Aku sudah keluar dari novel, jadi aku tidak bisa membantumu. Dan aku tidak ingin hidup di dalam novel terkutuk itu lagi." Jelasnya pada Alisha. Daniel segera keluar dari dalam kamar tersebut membiarkan Alisha sendirian di sana. Alisha teringat dengan sesuatu, tidak seharusnya dia berada di sana apalagi bersama dengan Daniel. Karena segala sesuatu tentang dirinya masih terikat dengan alur kisah novelnya. Gadis itu segera melompat turun dari atas tempat tidur, untuk mengejar Daniel. Ketika ia membuka gagang pintu kamarnya, Leonardo sudah berdiri tegak di sana. Pria itu menyeret kopernya masuk ke dalam ruangan dengan santainya. "Aku membawakan mu pakaian ganti, juga beberapa barang milikmu." Ujar pria itu seraya melangkah menuju ke arah tempat tidur setelah meninggalkan kopernya di sisi meja rias. Alisha masih tegak berdiri di ambang pintu. Gadis itu celingukan mencari Daniel, pria itu benar-benar sudah tidak terlihat lagi di sana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD