"Tuh orang gak punya kaca gitu di rumahnya?" Tanya Carina heran. Syaquilla hanya mengedikkan bahu.
"Papa.." Syaquilla menarik tangan Carina menuju ruang kerja ayahnya. ayahnya tampak tengah berdiri dengan punggung menghadap pintu, sampai pria itu tidak menyadari keberadaan Syaquilla dan juga Carina. “Pa?” panggil Syaquilla dengan nada yang lebih keras. Adshkan menoleh. Memandang Carina dan Syaquilla bergantian. Tak menyangka jika kedua remaja itu ada di hadapannya. "Qilla berangkat dulu ya." Pamit Syaquilla.
"Berangkat?" Dahi pria itu berkerut. Lantas ia menyadari tas yang ada di belakang punggung putrinya. "Berangkat kemana?" Tanyanya lagi.
"Qilla mau ke rumah nya Carin, ngambil baju Carin. Habis itu kita nanti nginap di rumah Itan." Jelas Syaquilla.
"Papa antar ya?" Tawar Adskhan, namun kedua remaja itu menggelengkan kepala bersamaan.
"Gak usah Om. Kita jalan kaki aja, deket ini ." Tolak Carina halus.
"Terus berangkat ke rumah Itan?" tanya Adskhan lagi.
"Nanti bisa dianterin sama uncle." Jawab Carina.
Adskhan mengernyit. 'Uncle lagi, Uncle lagi.’ Umpatnya dalam hati. ‘Sebenarnya siapa itu Uncle?' gerutunya. Namun ia tak mungkin menanyakan hal itu secara langsung kepada kedua remaja yang ada di hadapannya.
Syaquilla menyodorkan tangannya kepada Adskhan. Adskhan mengulurkan tangannya dan kedua remaja itu meletakkan punggung tangan Adskhan ke keningnya secara bergantian. "Kami pergi dulu ya Pa. Assalamualaikum."
“Waalaikumsalam.” Jawab Adskhan pelan. Pria itu masih berdiri mematung di tempatnya. Memandangi kedua remaja yang berjalan menjauh. Ia sudah cukup dibuat terkejut dengan kehadiran mendadak Anastasia yang ia tak tahu bagaimana wanita itu tahu tempat tinggalnya. Dan sekarang, dia dibuat bertanya-tanya, sejauh mana yang putrinya dan sahabatnya itu ketahui tentang hubungan ia dan Anastasia.
Kemudian sebuah pikiran merayap di otaknya. Apa yang akan dikatakan Carina tentang Anastasia pada Caliana? Yang pasti, Carina tidak akan memberikan nilai positif pada Anastasia. Kenapa langkahnya harus dimulai dengan tidak mulus seperti ini? Dan tentang si 'Uncle' ini. Adskhan masih ingin tahu siapa pria itu. Apa mungkin Caliana sudah punya calon? Apa Uncle ini akan menjadi salah satu penghalang langkahnya untuk mendekati Caliana.
Adskhan menyugar rambutnya dengan gusar. Kenapa dia merasa seperti abg labil?
Ia memilih menuju kamarnya dan berganti pakaian. Semoga dengan menyegarkan dirinya bisa membuat pikirannya lebih tenang. Atau setidaknya mendadak dia mendapat pencerahan tentang bagaimana caranya bisa mendekati Caliana.
Caliana. Menyebut nama itu membuat Adskhan membayangkan sesosok cantik yang menatapnya dengan tatapan datar dan bahkan mendelik jutek.
Adskhan sadar bahwa dirinya tidak muda lagi. Usianya menjelang empat puluh tahun dan dia memiliki seorang putri berusia remaja. Namun disisi lain dia juga menyadari bahwa dia belum kehilangan pesonanya selain karena dia seorang pengusaha yang mapan, dia juga masih tergolong tampan. Julukan hot daddy sering ditujukan padanya.
Tidak sedikit wanita yang melirik padanya. Rentang usia dua puluhan sampai kepala lima masih terpesona padanya. Bukan karena sombong, tapi memang faktanya demikian. Meskipun Adskhan sendiri tidak tahu apa mereka masih meliriknya jika saja dia mengenakan pakaian lusuh dan celana compang-camping.
Sementara di tempat tinggal Caliana.
"Jadi? Gimana? Masih mau sama Itan?" Carina berbisik. Matanya mengerling menghadap wanita yang sedang menangis terisak di memunggungi mereka.
"Itu emang Itan kenapa?" Syaquilla bertanya dengan polosnya. Bukannya menjawab, Carina malah mengajak Syaquilla untuk mendekati tantenya dan berdiri di belakangnya. Kepalanya mengedik kearah ponsel yang ada di tangan tantenya. Dan Caliana tampak tak menyadari keberadaan kedua remaja itu karena telinganya disumbat dengan headset. Gadis itu sedang menatap layar persegi yang di genggamnya di satu tangan, sementara tangan lainnya mencengkeram tisu yang sudah basah. "Drama?" Syaquilla menatap Carina dengan mata terbelalak.
Carina mencoba menahan tawa, namun menjawab pertanyaan Syaquilla dengan anggukkan. "Lebay, kan?” tanyanya. “Drama aja ditangisin." Lanjutnya seraya menarik Syaquilla menjauh.
"Ihhhh,, Itan so sweet." Bukannya bergidik geli seperti halnya Carina. Syaquilla malah berbinar dan mengagumi tantenya. "Jadi Rin, Jadi." Syaquilla menggoyang tangan sahabatnya dengan antusias. "Jadi deh, deketin Papa sama Itan.” Lanjutnya. Lalu kemudian terdiam dengan dahi berkerut. Tapi gimana cara deketinnya?" tanyanya bingung.
Carina menggelengkan kepala lalu berjalan semakin jauh dari Caliana. Syaquilla mengekor di belakangnya.
"Carin...ayoo... Pikirin cara biar bisa bikin Itan jadi mamanya Qilla" Syaquilla kembali merengek seraya menggoyang-goyangkan tangan sahabatnya.
"Mau bayar berapa?" Carina balik bertanya pada sahabatnya. Syaquilla tersenyum penuh arti lalu membisikkan sesuatu pada sahabatnya. Mendengar bisikan sahabatnya seketika membuat Carina membulatkan mata. "Deal!" Jawabnya antusias. "Telepon Papa kamu, minta dia bawain makan malam kesini, aku telepon seseorang." Syaquilla menurut saja meskipun tidak tahu apa yang direncanakan sahabatnya.
Sekitar dua puluh menit kemudian, mereka mendengar suara pintu gerbang yang dibuka. Caliana yang masih anteng dengan drama Korea nya masih tidak menyadari ada orang yang datang. Carina membukakan pintu dan dilihatnya pria tinggi dengan kulit putih dan tampan melambaikan tangan. "Kamu itu, pikun gak jauh sama si Ana." Gerutuan Gilang menjadi pembuka pembicaraan. Pria itu menyodorkan tas ke arah Carina sementara ia melepas sepatunya dan meletakannya di rak sepatu. Sungguh pria yang apik.
"Sorry, uncle. Namanya juga lupa." Jawab Carina dengan mimik bersalahnya. "Kan Carina udah janjiin makanan enak sebagai gantinya, jadi uncle makan malam disini aja ya?" bujuknya.
Gilang menatap Carina dengan sebelah alis terangkat. "Ya iyalah, mau makan dimana coba. Di rumah gak ada siapa-siapa." Gerutunya seraya masuk ke dalam rumah. Dilihatnya Caliana sedang duduk sambil menonton drama di sofa. Ia mendekat dan tiba-tiba saja berbaring di atas pangkuan Caliana.
"Ya Allah. Ngagetin!" Pekik Caliana seraya memukul lengan kembarannya itu. "Ngapain kesini?" Tanyanya seraya melepas sebelah headsetnya.
"Laper, mau numpang makan." Jawab Gilang santai.
Caliana mengerutkan dahinya bingung. "Lah? Kok numpang makan disini. Ada juga Abang bawa makan kesini." Caliana malah menegurnya.
Gilang mengedikkan bahu. Mencari posisi berbaring yang nyaman dan mengabaikan pertanyaan Caliana. "Au ah, ngantuk.” Jawabnya. “Nanti kalo udah siap bangunin." Ucapnya lalu menarik sebelat tangan Caliana dan meletakkannya di atas kepalanya. Meminta adiknya untuk mengusap rambutnya tanpa suara.
Caliana menurut saja. Memang sudah kebiasaan mereka saling bermanja satu sama lain. Mungkin karena sejak bayi mereka selalu berdua. Kemana-mana berdua, sekolah berdua. Meskipun mereka pernah mengikuti akselerasi dan memilih jenis kuliah yang berbeda, kedekatan mereka tetap saja ada.
Sepuluh menit kemudian bel kembali berbunyi. Carina dan Syaquilla yang sudah kembali di dalam kamar setelah Gilang datang kini saling tatap dan bangkit bersamaan. Keduanya berseru menuju pintu menghiraukan sepasang orang dewasa yang masih anteng di atas sofa.
Beberapa saat sebelumnya.
Adskhan baru saja seleai mandi dan cukup terkejut mendapati panggilan putrinya. Pasalnya Syaquilla memang jarang malah bahkan terhitung tidak pernah menghubunginya. Biasanya kalau ada apa-apa putrinya itu lebih suka menghubungi Granny dan Baba nya "Assalamualaikum..."
"Waalaikumsalam, Papa." Terdengar grasak grusuk pelan. "Papa, Papa mau makan malam dimana?" Tanya putrinya ragu-ragu. "Apa Papa ada janji sama tante itu?"
Adskhan mengusap tengkuk. Kenapa putrinya tiba-tiba membahas Anastasia? "Enggak. Papa belum ada rencana makan dimana. Kenapa?"
"Mmm... Anu. Qilla sebenernya lagi mau makan makanan Korea. Tapi Qilla malu kalo ngajakin Itan keluar. Takutnya Itan malah traktir Qilla. Kan kata Papa, Qilla gak boleh ngerepotin Itan. Masalahnya makan di restoran Korea mahal, Papa."
"Iya, jadi Qilla maunya gimana?"
"Kalo misal Papa yang beliin buat Qilla, Carina sama Itan gimana? Nanti makannya di rumah Itan aja. Papa mau?"
Pucuk dicinta ulam tiba. Sebenarnya itu akan menjadi kesempatan Adskhan untuk semakin dekat dengan Caliana. Tapi sebisa mungkin ia berusaha tak menunjukkan antusiasmenya. "Emangnya Itan gak apa-apa kalau kita makan disana? Papa numpang makan pula?" tanyanya basa-basi. Terdengar suara bisik-bisik lagi. "Carina bilang gak apa-apa. Itan juga suka makanan Korea. Papa bisa, kan?" bujuk putrinya lagi. Kali ini Adskhan yang terdiam. Tapi kemudian menyanggupi. Tak lama kemudian dia mandapatkan pesan dari sang putri yang mengatakan kemana dia harus pergi dan makanan apa saja yang harus dia pesan.
Adskhan sudah berdiri di depan pintu gerbang komplek perumahan Caliana. Pintu gerbang rumah Caliana tertutup dengan rapat. Adskhan turun dari mobilnya dengan membawa dua bungkus makanan dalam tangannya. Ia celingukan sejenak, mencari dimana letak bel rumah itu. Tak butuh waktu lama untuk melihat kedua remaja itu keluar dari rumah dengan wajah antusias.
"Papa."
"Om."
Seru kedua remaja itu bersamaan. Mau tak mau Adskhan tersenyum melihat kekompakan keduanya. Ia merasakan sesuatu yang hangat dalam hatinya. Tiga belas tahun, waktu yang ia lewatkan untuk melihat perkembangan putrinya. Apakah ia masih punya kesempatan untuk menebusnya? Untuk bisa mengenal lebih jauh putrinya. Bisa. Ia pasti bisa. Ucapnya pada diri sendiri.
Adskhan mengangkat kedua tangannya, menunjukkan pesanan yang sudah putrinya minta. "Semua pesenan Qilla udah Papa bawa." Ucapnya, kemudian menyerahkan kedua bungkusan itu pada para remaja di hadapannya.
"Ayo masuk, Om. Kita makan di halaman belakang lagi. Kebetulan ada uncle juga disini. Jadi bakal rame." Ucap Carina dengan senyum ramah di wajahnya.
Uncle? Dahi Adskhan mengernyit seketika. Lagi-lagi kenapa ada kata itu?
"Emang Om gak akan ganggu?" Tanyanya tanpa benar-benar merasa tak enak. Justru dirinyalah yang sebenarnya merasa terganggu.
"Enggak, Om. Om tenang aja." Carina lalu berjalan memasuki rumah. Syaquilla dengan berani menarik tangan Papanya. Mereka melewati Caliana yang tengah duduk di sofa yang Adskhan perhatikan sedang fokus pada ponselnya. Tapi ia juga melihat sekilas ada kaki seseorang di sampingnya. Apa pria itu tertidur di pangkuan Caliana? Tanyanya tak suka.
Syaquilla terus menuntunnya sampai mereka berada di meja bar. Dengan kesal, namun berusaha tampak biasa. Adskhan duduk di kursi bar. Ia mencoba menahan diri untuk tidak menengok ke belakang dimana Caliana masih tidak menyadari keberadaannya. Pandangannya terarah pada dua remaja yang sedang sibuk mengeluarkan makanan dan alat makan dari lemari yang ada di kitchen set. Membawanya dan meletakkannya di hadapan Adskhan sebelum kembali sibuk mengeluarkan benda lainnya.
Setelah mengabsen semua alat yang mereka perlukan. Carina dan Syaquilla beriringan membawa barang-barang itu ke halaman belakang. Keduanya bahkan terang-terangan menolak bantuan Adskhan.
Setelah yakin semuanya sudah diletakkan di halaman belakang. Adskhan melihat Carina kembali berjalan ke arah depan. "Itan!" Suara gadis itu melengking tinggi. "Uncle, bangun!" panggilan itu disertai dengan pukulan-pukulan pelan.
"Apa sih?" Suara serak khas seorang pria baru bangun menjawab dengan nada terganggu. "Uncle masih ngantuk." Lanjutnya malas.
"Uncle apaan sih. Ngantuknya nanti lagi.” Cebik Carina. “Kita makan dulu. Papanya Qilla bawain makanan banyak." Lanjutnya antusias.
"Papanya Qilla?" Suara pria itu kembali menjawab setelah berdeham menetralkan tenggorokan. "Kenapa ada Papanya Qilla? Kapan datang?" Lalu terdengar suara bedecit dan sesosok pria tinggi dengan wajah tampan dan rambut hitam tebal memandang ke arah Adskhan dengan dahi berkerut.
"Loh, Sir. Kapan datang?" Tanya Caliana dengan datar. Gadis itu tampak cantik dan bersinar dengan kaus kuning kunyit longgar yang panjangnya sampai ke paha dan celana legging hitam tiga perempat yang mencapai betis. Menunjukkan pergelangan kakinya yang mulus dan putih. Rambut hitam panjangnya yang sudah biasa Adskhan lihat bergaya resmi kini dicepol tinggi dengan gaya santai dan menyisakan anak rambut di tengkuk menunjukkan lehernya yang jenjang.
Suka? Tentu saja Adskhan suka melihat penampilan gadis itu. tapi rasa tak sukanya lebih mendominasi saat pikiran lain masuk ke kepalanya. Apa gadis itu berniat menggoda si Uncle dengan penampilan santainya itu? Adskhan merasa kesal sendiri.
"Papa, Itan nanya sama Papa." Tegur Syaquilla, yang mau tak mau membuat Adskhan tersipu.
"Oh, itu. Qilla bilang mau makan makanan Korea." Jawab Adskhan jujur. Mata gadis itu mendadak berbinar.
"Beneran?" Tanya gadis itu lagi. Adskhan mengangguk dan menunjukkan bungkusan di belakangnya.
"Itu bukannya logo restoran kamu?" Pria di samping Caliana kembali bersuara. Matanya menilik pada bungkusan yang sedang di pegang Syaquilla. Adskhan memandang putrinya bingung, dan putrinya mengangguk.
"Kenapa pada malah bengong sih?" Carina berkacak pinggang memandang empat orang yang ada di ruangan itu. "Cepet bantuin. Siapin apa kek." Ucapnya lagi.
Caliana berjalan mendekati Syaquilla, meraih salah satu kantung dan melihat isinya. Gadis itu kemudian merangkul bahu Syaquilla dan menggiringnya menuju halaman belakang dengan antusias. Sementara si Uncle? Pria itu malah masuk ke dalam kamar. Kenapa? kenapa pria itu malah masuk ke dalam kamar? Sudah sejauh apa hubungan mereka? Sedekat apa mereka? Pertanyaan bertubi-tubi itu terus masuk ke kepalanya. Apa mereka memang sudah sedekat itu?
"Maaf saya gak sadar kalau Sir datang." Caliana sudah kembali ke pantry dan kini tengan menuangkan air dingin ke dalam gelas. “Sir mau minum sesuatu? Teh manis? Kopi?" tawarnya ramah. Adskhan menggeleng pelan.
"Gak usah. Nanti kalau haus bisa minta." Jawabnya. Caliana hanya mengangguk. Ia menyandarkan pinggulnya di kitchen set dan mulai minum. Adskhan tak melepaskan pandangannya dari gadis itu. Bahkan gerakan minumnya yang biasa pun tampak menggoda di matanya. Sial!
"Loh, kok pada masih disini? " Lagi-lagi si Uncle mengganggu mereka. Pria itu sudah tampak lebih segar. Wajahnya sedikit lembab, begitu juga dengan rambutnya. Sepertinya tadi pria itu mencuci muka di dalam kamar.
"Ana mau bikin sesuatu dulu. Sana bantuin anak-anak aja." Perintah Caliana. Lalu ia mulai mengeluarkan beberapa bahan makanan dari lemari dan juga lemari es. Mengambil panci dan mematangkan air.
Gerakan gadis itu di dapur sangat lihai. Tampak begitu luwes. Seolah semua itu sudah menjadi kegiatan biasa baginya. Terkejut? Tentu saja. Di jaman seperti ini, urusan dapur bukanlah kegiatan yang banyak diminati para gadis. Terlebih mereka yang memiliki karir yang bagus seperti Caliana.
Namun dibalik keterkejutannya, terselip rasa kagum. Caliana benar-benar seorang wanita yang patut jadi pujaan. Dia gadis pekerja keras, namun juga memiliki sosok istri dan ibu idaman diluar pekerjaan.
Enggan hanya berdiam diri dan takut semakin terpesona pada Caliana, Adskhan akhirnya memilih bangkit dan berjalan menuju halaman belakang. "Ada yang bisa Papa bantu?" Tanyanya pada Syaquilla. Gadis yang sedang menata makanan di sebuah meja bulat pendek itu mendongak dan menggelengkan kepala. Adskhan melirik dan melihat si Uncle itu sedang memasangkan sesuatu pada kompor gas portable satu tungku.
"Om santai aja. Udah ada Uncle yang ngurusin." Jawab Carina dengan santai. Adskhan memandang keponakan Caliana yang kini tengah membuat sebuah racikan bumbu.
Tak lama. Dua kompor gas portable itu sudah menyala. Satu tungku sudah diduduki oleh panci berkuah merah dan satunya lagi dipasangi wajan pemanggang. Carina dan Syaquilla seperti dua orang bocah yang sedang asyik bermain masak memasak. Lalu kemudian tantenya datang dengan tempat nasi dan sepiring tumisan di tangannya. "Let's mukbang." Ucapnya seraya menurunkan tempat nasi di sisi meja bundar.
Adskhan merasa seperti orang asing di antara kumpulan 4 orang itu. Caliana, Carina dan Syaquilla tampak akrab dengan sosok si 'Uncle' itu. Sementara Adskhan hanya bisa memandangi pria itu dengan tatapan kesal. Bagaimana tidak kesal, ia yang awalnya berharap bisa melakukan pendekatan pada Caliana, harus menahan diri mati-matian melihat perlakuan si 'uncle' terhadap Caliana. Bahkan pria itu tidak segan-segan menyentuh Caliana di hadapan Adskhan. Meskipun otak Adskhan mengatakan bahwa sentuhan itu sentuhan yang normal, tidak menuju pada sentuhan berbau m***m. Tapi tetap saja Adskhan merasa tak suka.
Adskhan malah berpikir untuk melakukan konfrontasi kepada pria itu. Ya, sepertinya Jika ia melihat pria itu melakukan hal yang lebih intim terhadap Caliana, maka ia tidak akan segan-segan untuk melakukan konfrontasi terhadapnya.
___________
Spin off Caliana, Bukan Istri Cadangan
- Syaquilla's Diary
- Ilker's Bride
- Terjebak Cinta Pria Italia
- To Lost You, I Wont
jangan lupa untuk tap ♥️ di cerita ini & cerita lainnya. follow juga akun penulisnya. Info bisa dipantau di OG story Restianirista.wp ya.
jangan lupa komeeen