Part 27

1554 Words
Double Up... Selamat hari libur ~~~~~~~~~~~ Divisi Caliana sedang ramai karena adanya pengumuman bahwa salah satu rekan kerja mereka akan menikah di akhir pekan ini. “Bakalan ada pesta lajang?” tanya seorang pria di divisi mereka. “Mepet bro, waktunya.” Ucap Chandra, si tokoh utama. “Sorry, tapi sebagai gantinya, besok malem sebelum gue balik, gue bakalan traktir kalian pada.” Janjinya yang mendapat sorakan dari teman-temannya. “Ada apa ini?” Bu Shelly yang baru saja kembali dari rapat diluar kantor bersama bos besar mereka memandang anak buah divisinya bergantian. “Teruntuk Bu Shelly tercinta, disini saya ingin mempersembahkan sebuah undangan.” Chandra mendekati atasannya itu dengan gaya berlebihan. “Undangan? Undangan apa?” Bu Shelly menerima undangan berwarna silver itu dengan terkejut sebelum kemudian senyum terkembang di wajahnya. “Ya Allah, akhirnya umpan kamu ada yang nyantol juga?” ledek Bu Shelly yang dibalas tawa rekan-rekannya. “Ini untuk Anda, Sir. Meskipun saya tahu mungkin Anda sibuk.” Chandra juga menyerahkan satu buah undangan pada Adskhan. Adskhan menerimanya dengan senyum di wajahnya. Sekilas ia melirik Caliana, dan Caliana memilih memalingkan muka. “Ya sudah, istirahat sudah selesai. Kembali bekerja. Jangan bikin keributan, terutama kamu, Chan.” Perintah Bu Shelly pada Chandra. Yang ditunjuk hanya senyum-senyum sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. “Kita ikut akad?” tanya Gita setelah semua kericuhan itu bubar. “Mau loe?” Caliana balik bertanya. “Gue ngikut loe aja. Gue kan nebeng.” Jawab Gita mesem-mesem. Caliana hanya bisa memutar bola mata. Caliana kembali menjadi yang terakhir menyelesaikannya karena permintaan Bu Shelly. Jika biasanya pekerjaannya bisa dia bawa ke rumah. Kali ini tidak bisa. Karena atasannya itu dengan jelas mengatakan bahwa sang big boss membutuhkan laporan itu untuk selesai malam itu juga. Alhasil, waktu sudah menunjukkan pukul tujuh lewat lima belas menit saat Caliana berjalan masuk ke ruangan si pemilik perusahaan. Betapa rajinnya pria itu, sementara sekretaris pria itu sendiri sudah menghilang entah sejak kapan. Caliana mengetuk pintu ruangan Adskhan dan tak membutuhkan waktu lama sampai ia mendengar perintah masuk dari dalam. “Laporan keuangan yang Anda minta, Sir.” Caliana langsung menyodorkan sebuah map yang berisi hasil print out ke hadapan Adskhan. “Terima kasih.” Ucap pria itu. “Kalau tidak ada yang diperlukan lagi, saya permisi.” Pamit Caliana. Namun sebelum ia membuka pintu, Adskhan kembali bertanya. “Apa kamu akan datang ke nikahannya Chandra?” tanyanya ingin tahu. Caliana balik menatap Adskhan sebelum menjawab. “Tentu saja, Sir. Acara pernikahan adalah ajang yang tepat untuk para wanita lajang seperti saya.” “Maksudnya?” tanya Adskhan bingung. “Maksudnya. Menghadiri pesta pernikahan sama dengan peluang mencari pasangan. Pasangan muda, lajang dan tentunya available.” Jawabnya dengan senyum manis di wajahnya. “Sudah malam, saya permisi.” Ucapnya lagi dan kali ini berlalu tanpa Adskhan tahan lagi. Apa ini? Apa Caliana sedang memberinya kode bahwa dia sedang mencari pasangan? Tanya Adskhan pada dirinya sendiri. Waktu berlalu sampai akhirnya akhir pekan datang. Sejak kejadian tempo lalu, Caliana tak melihat keponakannya muncul. Yang akhirnya ia tahu bahwa nenek dari Syaquilla sudah kembali dan gadis itu tidak akan lagi menginap di tempatnya. Sedih? Tentu saja tidak. Caliana justru berterimakasih pada keadaan saat itu juga. Bertemu dengan Syaquilla dan menghadapi keinginan remaja itu adalah hal yang cukup sulit bagi Caliana. Ia sendiri sebenarnya cukup heran kenapa tempo lalu dia memancing atasannya dengan mengatakan bahwa pesta pernikahan adalah ajang bagi dirinya mencari pasangan. Apa dia bermaksud membuat pria itu cemburu? Caliana menggeleng. Tidak. dia bukannya ingin membuat Adskhan cemburu. Tapi ia ingin menekankan pada pria itu bahwa dia mencari pria muda, lajang dan available. Bukan duda beranak seperti dirinya. Dia harap, dengan Caliana mengatakan itu, pria itu akan tahu bahwa Caliana tak sedikitpun memberikan peluang pada apapun rencana yang pria itu, putrinya dan juga keponakannya akan lakukan. Caliana melirik ponselnya yang terus bergetar di sampingnya. Caliana meraihnya dan menggeser tombol hijau yang ada di layar. "Itan lagi dimana?" Suara cempreng Carina langsung memekakkan telinganya. "Lagi perawatan.” Jawab Caliana ketus. “Kenapa emang?" Tanya balik Caliana. "Perawatan apa? Dimana?" "Lagi spa. Kenapa, mau nyusul?" "Dimana?" "Di Hongkong." Jawab Caliana asal. "Hongkong?" Nada Carina jelas terdengar tak percaya. "Jauh amat Itan, perawatan aja sampe ke Hongkong?" Caliana mendecakkan lidah. "Suka-suka Itan dong? Yang kaya kan Itan." Jawabnya ketus. "Ih, Itan. Carin serius ini." Carina mulai tak sabar. "Ya udah, kamu serius, Itan miste-rius. Emang mau apa nanya-nanya Itan dimana segala? Ini jadwalnya Itan manjain diri, kamu jangan ngerepotin deh. Hidup Itan udah cukup tenang gak ada kamu." "Itan, kok gitu sih sama keponakan sendiri. Udah gak sayang ya sama Carin?" Rengek Carina. Caliana tertawa. "Itan? Sayang sama kamu? Sejak kapan?" "Ih, Itan. Awas ya! Carin gak mau jadi keponakan Itan lagi." "Emang Itan mau punya keponakan kayak kamu? Nyari di emper juga banyak kali." Jawab Caliana seenaknya. "Itan ihhh..." Rengek remaja itu lagi. "Emang mau apa sih, nyari-nyari Itan segala? Mau traktir makan enak? Yang ada juga kamu yang minta jajanin Itan." "Bukan itu..." Jawab Carina masih dengan nada merajuknya. "Granny nya Qilla udah pulang. Bawain Itan sama Oma oleh-oleh. Carin mau kasih." "Ya udah, simpen aja di rumah kamu. Kenapa mesti ribet juga? Nanti juga Itan kesana." Jawabnya lagi. "Kapan?" "Kapan-kapan. Kalo Itan gak sibuk." Jawabnya ketus. "Ya udah, jangan ganggu Itan. Itan baru pulang Senin." Lalu tanpa basa-basi Caliana mematikan ponselnya. "Gimana?" Syaquilla yang sejak tadi hanya mendengarkan kini mulai penasaran. Di Tempat Carina "Itan kayaknya gak ada disini.” Gadis itu meletakkan ponselnya dan memandang sahabatnya dengan mimik bingung. “Dia bilang lagi perawatan di Hongkong." Jawabnya polos yang malah membuat Syaquilla tertawa terbahak. "Kamu itu, kalo bohong ekspresinya beneran bagus." Jawabnya disela tawa nya. "Masa iya perawatan sampe ke Hongkong?" "Ih," Carina menepuk lengan Syaquilla. "Itan yang ngomong barusan. Katanya dia baru balik hari Senin." "Beneran?" Tanya Syaquilla tak yakin. Carina menganggukan kepalanya. "Kenapa jauh-jauh ke Hongkong? Emang di Indonesia gak ada spa? Trus kalo ke Hongkong kok bentar amat? Kan sayang tiket sama jam perjalanannya?" Carina mengangkat bahu. "Ya mana Carin tahu." Jawabnya bingung. Syaquilla kini balik memberengut. Wajahnya tampak kecewa. "Padahal kan Qilla mau jalan-jalan bareng Itan." "Siapa sih, Itan-Itan mulu yang kalian bahas?" Erhan muncul dengan sebotol minuman di tangan. Pria itu tampak segar dengan rambut yang basah setelah keramas. Mengenakan kaos oblong dan celana jeans pendek. "Calon Mamanya Qilla." Jawab Syaquilla enteng. Erhan mengangkat sebelah alisnya heran. “Dari kemaren bilangnya calon mama-calon mama. Mana, orangnya gak kelihatan batang hidungnya.” Ledek Erhan yang kini duduk di sofa dengan santainya. “Ada Uncle. Namanya Caliana, dia itu tantenya Carin." Syaquilla menepuk lengan Carina yang duduk di sampingnya. “Iya, sejak kemarin kamu udah bilang itu ribuan kali. Tapi mana, orangnya yang mana? Kalo emang ada, kenalin sama Uncle.” Ucap Erhan lagi dengan nada menantang. “Lagian kamu beneran, mau jodohin Papa kamu sama tante-tante?" Tanya Erhan dengan datar. "Enak aja tante-tante. Berapa kali sih mesti Carin bilang kalo Itan itu belum tante-tante." Jawab Carina ketus. Kekagumannya pada Erhan di pertemuannya yang pertama lunturlah sudah. Sejak Erhan mulai menggoda Carina dengan menyebut Caliana dengan sebutan tante-tante. Kini, setiap kali bertemu, keduanya lebih seperti kucing dan anjing. Tak pernah akur. "Iya, tapi kan Qilla selalu bilang kalo Itan itu tantenya kamu?" Erhan dengan sengaja memancing keributan. "Iya, Itan itu emang tantenya Carin. Tapi bukan tante-tante." Jawab Carin kekeuh."Uncle. Tante-tante itu identik nya sama wanita yang udah tua. Ya seusia uncle gitu. Kalo Itannya Carin itu masih muda. Itan bilang, dia baru lulus jadi ABG, belum tua." "Lah, memangnya usia uncle berapa?" Erhan balik bertanya. "Mana Carin tahu. Emangnya Carin yang lahirin Uncle.” Jawab Carina seenaknya. “Tebak dong.” Tantang Erhan. “Hmm..mungkin 30 menjelang 40." Jawab Carina enteng. "Enak aja. Uncle baru mau 28 tau!" Jawab Erhan tak terima. "Trus, uncle mau disebut Om-Om?" Balik Carina. "Ya enggak lah. Om-om itu kan identiknya sama cowok tua, perut buncit, pala botak..." "Lah, tante-tante juga kan identiknya sama wanita yang udah berumur. Itannya Carin itu belum juga 25. Masa mau disebut tante-tante. Kalo Itannya Carin disebut tante-tante, Uncle juga harus mau disebut Om-om." Jawaban Carina membuat Erhan bergidik ngeri. "Iya-iya. 'Itannya Carin' itu cuma tante, bukan tante-tante." Jawab Erhan pasrah. "Tapi belum 25 trus mau jadi mamanya Qilla?" Kali ini dia memandang Syaquilla dan Carina bergantian. Syaquilla mengangguk antusias. "Kenapa dia mau sama Papa kamu?" Tanyanya pada Syaquilla. "Emang Papa Qilla kenapa?" "Papa kamu kan udah tua? Papa kamu lebih pantes disebut Om-Om tuh." "Ihh, tapi Papa nya Qilla itu gak buncit, gak botak juga. Papa Qilla masih ganteng. Iya kan, Rin?" Tanyanya pada Carina. Carina turut mengangguk setuju. "Daripada sama Papanya Qilla yang udah tua, berumur, jelek dan gak ramah, mening jodohin sama Uncle aja. Itan kamu itu cantik gak?" "Iiihhh, uncle apaan sih!" Syaquilla merengek tak terima. " "Memangnya kenapa? bukannya lebih baik sama Uncle aja? Kalo sama Papa kamu, nanti dia banyak menderitanya, Qilla.” Ucapnya pada keponakannya sebelum beralih pada Carina. “Carin, kamu mau tante kamu menderita?" Tanya Erhan. Carina jelas menggelengkan kepala seketika.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD