Part 28

1443 Words
"Gile aje spa sampe ke Hongkong. Cucu Sultan, loe?" Gita berkomentar. Caliana hanya tertawa saja. Faktanya, saat itu mereka tidak sedang melakukan spa atau perawatan apapun. Mereka justru sedang dalam perjalanan meninggalkan Bandung untuk menghadiri pernikahan Chandra yang akan diadakan esok hari. “Bebas, mulut gue ini yang ngomong.” Jawab Caliana datar. “Loe lagi berantem sama si kembaran beda umur?” tanya Gita ingin tahu. Lagi-lagi Caliana mengedikkan bahu. Gita hanya bisa geleng-geleng kepala. Dia tidak bisa memaksa Caliana untuk banyak bicara jika memang gadis itu tidak menginginkannya. Ahirnya ia memilih untuk mengalihkan pembicaraan. "Enak banget si Ican. Dia milih kawin di tanggal cantik." Komentarnya seraya membalikkan kartu undangan di tangannya. Caliana yang masih fokus menyetir mengerling dengan sebelah alis terangkat memandang rekan kerjanya. "Loe kurang vitamin O? Tanggal cantik darimananya, orang gak ada cantik-cantiknya juga." Komentarnya datar. Ia menyalakan lampu sein dan berbelok ke arah kanan. Mereka sudah berada di simpang antara Bandung dan kota Garut. Ya, pernikahan teman sejawat mereka akan diselenggarakan di kota tetangga mereka. Garut. Kota Intan yang tidak tampak lagi seperti Intan saat ini. "Ya tanggal cantik. Pas akhir bulan, pas baru gajihan, pas besoknya ada audit internal dan dia bebas tugas." Jawab Gita sekenanya. Caliana hanya tertawa. "Kalo gitu, kenapa gak loe kawinin aja si Ican kemaren-kemaren? Menang banyak kan kalo merit sama dia. Udah strategi kawinnya bagus, mas kawinnya oke. Udah bisa dipastiin kado sama amplop kawinan loe banyak. Gue denger dia anak bungsu dari banyak saudara. Pasti hadiah nikahannya juga banyak." Jawaban Caliana membuat Gita mencebik. "Loe mau buka luka lama?" Jawabnya sinis. Caliana tertawa. "Salah loe sendiri. Udah dapet cowok baik, soleh, ramah dan entah rajin menabung apa kagaknya, tapi loe malah selingkuhin. Mana selingkuhnya ama brondong pula. Tuh brondong mau loe ajak kawin? Enggak kan?" Gita memukul lengan Caliana sampai gadis itu mengaduh. "Gue gak selingkuh ya! Itu semua salah paham." Jawabnya membela diri. Caliana mendecih. "Salah paham tapi kok dilanjutin." Jawabnya lagi. Ia kembali menyalakan lampu sein dan berbelok ke kanan. Caliana memarkirkan mobilnya di lahan parkir sebuah rumah makan. "Ngapain kesini?" Tanya Gita heran. "Numpang tidur." Caliana menjawab singkat. Ia mengunci posisi mobilnya sebelum meraih tasnya dan keluar mobil. "Numpang tidur itu di motel atau hotel, Ana. Masa iya numpang tidur di rumah makan." Gerutunya seraya turun dari mobil. Caliana tak menimpali ucapan sahabatnya. Ia malah berjalan terus menuju area rumah makan. Rumah makan yang sederhana itu terlihat biasa saja, namun pengunjungnya tampak begitu banyak. Caliana menyeduh kopi kemasan yang terletak di area depan rumah makan. Disana sudah disediakan gelas, kopi dan juga termos air panas. Ia menawari Gita namun gadis itu menggeleng dan memilih duduk di sisi lain pintu rumah makan. Setelah selesai menyeduh kopinya, Caliana ikut duduk di samping Gita. "Perjalanan masih lumayan jauh, gue dah laper. Katanya disini bebeknya enak. Mau coba?" Tawarnya. "Tau darimana?" "Dari mantan loe. Emang loe gak pernah dibawa kesini selama jadian?" Caliana menyeruput sedikit demi sedikit kopinya. Ia mengerang nikmat saat merasakan sensasi manis hangat itu ke tenggorokannya. "Berhenti bilang mantan gue, Ana. Loe mau bikin gue baper trus nangis darah lihat mantan merit besok?" Gerutu Gita. Caliana hanya menganggukkan kepalanya dengan gerakan santai. "Sialan loe! Awas aja, nanti loe ngalamin hal yang sama kayak gue, kejer loe." Umpatnya. Caliana menoleh ke arah Gita, kemudian matanya memandang dengan gaya meremehkan. "Sorry, gue bukan loe!" Jawabnya, kemudian gadis itu terbahak. Caliana meletakkan gelas kopinya yang sisa setengah, lalu berjalan masuk ke dalam. "A, pesen sate kambingna 10 tusuk." Pintanya pada seorang pria paruh baya yang sedang mengibaskan kipas anyaman ke atas arang di area luar rumah makan. Pria itu mengangguk mengiyakan. Setelahnya Caliana masuk ke dalam dimana lauk-pauk berada. Ia memilih dua potong bebek siap goreng dan meminta pada pelayannya untuk dibuatkan tumis kangkung pedas. Tanpa ia duga, ternyata Gita mengikutinya dari belakang. "Kirain gak mau makan, takut baper inget mantan." Ledeknya lagi. Gita lagi-lagi mendelik, namun kali ini memilih mengabaikan ucapan sahabatnya itu. Mereka makan dengan lahap. Karena ternyata tumis kangkung pedas, sambal, bebek goreng dan juga sate kambing itu rasanya luar biasa enak. Setelah kenyang, mereka memilih untuk bersantai. Mengingat rumah makan yang ada di daerah Lebak Jero itu berada di kawasan tinggi, udara yang mereka nikmati di tempat mereka duduk lesehan pun terasa amat nyaman. "Kalo gak jalan lagi, bisa-bisa ngantuk nih." Gumam Gita. Caliana mengangguk. "Giliran loe nyetir." "Gue gak hapal jalan, An." Tolaknya. "Ada GPS kali." "Ah, gue sama GPS itu gak pernah akur. Percaya sama GPS itu musyrik tau." Jawabnya. Caliana mengerutkan dahinya. "Kita lagi ngomongin petunjuk arah, Gita. Bukan agama." Gumamnya. "Iya, gue tahu. Tapi percaya sama GPS itu bukan tipe gue. Udah berkali-kali gue percaya sama omongan tuh GPS, yang ada gue nyasar mulu. Terakhir kali gue OTW Subang, gue malah disasarin ke area antah berantah sama GPS. Itu diluar kota. Di dalam kota, pas gue minta GPS nunjukin area Diskop, di layar udah jelas titiknya nyampe, taunya tuh Diskop masih 300 meter jauhnya. Jadi gue gak percaya sama GPS-GPS an." Caliana hanya menjawab cerita panjang lebar itu dengan tatapan tajam. Setelah Gita selesai bercerita, ia melempari gadis itu dengan lalapan yang ada di depannya. "Banyak cingcong loe. Bilang aja males." Jawabnya. Gita hanya tertawa. Caliana pada akhirnya kembali menyetir mobil. Setelah meninggalkan area rumah makan ia hanya mengikuti jalurnya saja sampai akhirnya ketika ia mulai membaca nama jalan yang ada di beberapa plang di jalanan, dia mulai bingung. Ia menyalakan kembali lampu sein kiri, dan kemudian memarkirkan mobilnya di bahu jalan yang lapang. "Kita nginep dimana nih? Acara nikahannya dimana?" Tanyanya bingung. Gita menjawab dengan mengangkat bahu. "Kalo disini, nikahannya ada di jalan Cipanas." Kedua gadis itu membaca peta yang ada di tangan Gita. Nama-nama area yang asing bagi mereka yang baru pertama menginjakkan kakinya di kota tetangga. Bingung untuk bertanya karena jalanannya sepi orang, Caliana akhirnya menghubungi si pengantin pria. "Can, loe dimana?" Tanya Caliana tanpa basa-basi. "...." "Alah, masih jaman anak kayak loe pingit-pingitan. Gue di jalan nih, gue bingung mau kemana trus nginep dimana. Tunjukin jalan dong." Pintanya. Dan dengan baiknya selama perjalanan mereka tidak memutuskan sambungan telepon hingga Caliana sampai di sebuah penginapan di area pemandian air panas. Ternyata calon pengantinnya pun sudah berada di sana dan kini melambaikan tangan ke arah mereka dari area luar parkiran. Caliana dan Gita turun dengan membawa tas pakaian mereka. Berjalan mendekat ke arah Chandra, si calon pengantin pria. "Loe tadi dateng di arah berlawanan sama tempat resepsi besok." Chandra meraih tas pakaian Caliana dan juga Gita, membawanya seraya membimbing mereka masuk ke area resepsionis. "Calon loe nginep disini juga?" Tanya Caliana ingin tahu. Chandra menggelengkan kepala. "Dia besok datang ke gedung pagi. Make-up an disana. Rumahnya sekitar satu jam lagi dari sini." Jawabnya. Mereka kemudian meminta kamar pada resepsionis, dan setelah Caliana membayar sewa kamar mereka diantarkan oleh bellboy ke kamar. "Istirahat dulu. Ntar sore anak-anak yang lain juga pada kesini. Mau pesta bujang." Ucapnya dengan wajah berseri-seri. "Jadi loe pesta bujang, bukannya loe bilang kemaren mepet?” tanya Caliana mengingatkan temannya itu pada percakapan mereka tempo lalu. “Mereka yang maksa. Mereka juga yang gue minta bayarin.” Seloroh Chandra. “Alah, ngadain begituan, kayak loe masih perjaka aja." Cela Caliana lagi. Chandra hanya menjawabnya dengan tawa. Caliana kemudian menutup pintu setelah memastikan Gita masuk ke kamar dan Chandra meninggalkan mereka. "Salting, loe?” Tanyanya sambil meletakkan tas nya di atas meja terdekat. “Mingkem mulu dari tadi." Ejeknya. Gita hanya memberikannya delikan. “Puas-puasin aja loe hina gue. Awas aja, tunggu pembalasan gue.” Ucapnya dengan ketus. Caliana hanya mengedikkan bahu seraya tersenyum mengejek. Sore harinya, setelah ashar. Caliana mendapatkan pesan dari Chandra kalau mereka akan makan-makan bersama di area restoran hotel. Pria itu mengatakan kalau dirinya menunggu kedatangan Caliana dan juga Gita. Caliana hanya menjawab "Ok" di pesannya. Setelahnya ia meraih tas nya dan mengenakan sandal flat kesukaannya. Gita yang baru menyelesaikan kewajibannya menatapnya. "Buruan dandan, anak-anak udah nungguin." Ujarnya singkat. Gita mengangguk. Sekilas ia menyisir rambutnya dan membubuhkan pelembab serta lipbalm ke wajahnya. Lalu kemudian keduanya meninggalkan kamar. Keduanya berjalan menuju restoran mengikuti arahan salah satu pekerja hotel. Betapa terkejutnya ia ketika melihat banyaknya orang yang berada di restoran. Tapi ia lebih terkejut ketika melihat sosok yang dikenalnya melambaikan tangan ke arahnya dengan wajah antusias. "Itaaannnn!" Dua bocah beda orangtua itu membuatnya ingin menenggelamkan dirinya ke dalam tanah saat itu juga.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD