Part 21

1535 Words
Bonus hari Minggu... Selamat membaca ____________________________ Caliana sudah mengenakan setelan kerjanya. Hari Senin sudah datang menyapa. Anak-anak remaja yang beberapa hari lalu tinggal bersamanya kini sudah kembali ke rumahnya masing-masing. Carina ke rumah ayahnya, begitu juga Syaquilla. Sepi memang. Tapi mereka juga punya keluarga mereka masing-masing kan? Meraih tas kerja dan kunci mobilnya, Caliana keluar dari rumahnya. Mengunci pintu rumah lalu membuka gerbang rumahnya. Setelahnya ia memasuki mobil dan mengeluarkannya. Mesin dibiarkan menyala sementara Caliana kembali menutup pintu gerbang dan menggemboknya. Meskipun tak banyak barang berharga di rumahnya, tapi Caliana masih harus waspada mengingat dia tinggal sendiri. Siapa yang tahu ada maling menerobos rumahnya dan merasa betah lalu bersembunyi di sana? Jangan salah, hal seperti itu banyak sekali terjadi. Sampai para maling bertahan berhari-hari di kamar yang tidak ditinggali pemilik rumah dan diam-diam mengambil makanan dalam lemari es saat pemilik rumah tidur. Mobil masih menyala dan Caliana tidak melajukannya. Kebiasaannya memang membiarkan mesin mobilnya panas selama kurang lebih lima menit sebelum berangkat kerja. Dan selama menunggu itu, dia berdandan di dalam mobil. Bukan berdandan menor. Hanya menyisir rambut dan memberikannya vitamin serta sedikit mengenakan pelembab wajah supaya wajahnya tidak rusak. Siapa bilang Caliana tidak memperhatikan penampilan? Hanya karena dia seringkali mencepol atau mengikat rambutnya saat kerja, bukan berarti dia tidak merawat rambutnya. Memangnya rambut hitam lebat dan indahnya itu hasil diolesi minyak jelantah? Bukan. Semua itu karena perawatan yang rutin dilakukannya. Creambath, masker, vitamin. Semuanya Caliana lakukan. Dan wajahnya. Meskipun Caliana hanya memakai bedak tipis dan lipbalm atau lipcream, bukan berarti ia juga tidak merawatnya. Caliana rajin melakukan facial dan masker serta perawatan wajah sebelum tidur. Meskipun tidak melakukan suntik botox atau blah-blah-blah di dokter kecantikan. No, wajah Caliana murni karena perawatan yang ia lakukan sendiri. Bukan hasil dokter kulit apalagi operasi plastik. Dan tubuh putih bersihnya, ia memang sengaja selalu melakukan luluran. Memanggil tukang pijit yang bisa dipanggil ke rumah atau sengaja menghabiskan waktu di salon jika dia menginginkannya. Jadi, ibaratnya cantik itu mahal? Itu memang faktanya. Tapi mahal dalam takaran apa? Caliana tak pernah mau menghabiskan uang dengan enam digit hanya untuk perawatan. Cukup dengan barang-barang yang bisa diperoleh di supermarket Caliana bisa mempercantik tubuhnya. Dan jangan tanya ia melakukannya demi apa atau untuk siapa. Karena kecantikannya ia nikmati untuk dirinya sendiri. Dia cinta dirinya sendiri karena itulah dia merawatnya sebaik mungkin. Kalau orang lain suka, ya itu keuntungan lain bagi Caliana. Tapi Caliana tak pernah menargetkannya bagi orang lain. Hanya untuk dirinya sendiri. Selesai dengan tampilannya. Caliana melajukan mobilnya menuju area perkantoran miliknya. Tidak macet, dalam waktu sepuluh menit ia sudah sampai di area perkantorannya yang berada di area Asia Afrika. Setelah memarkirkan mobilnya di area khusus karyawan. Caliana masuk ke kantor lewat lobi depan. Menyapa beberapa orang yang dikenalnya. Kantor cabang Bandung memang tak seluas dan semewah kantor pusat Levent di Jakarta. Dan karyawannya pun tak sebanyak di Jakarta. Jadi lebih mudah bagi Caliana untuk mengingat para karyawan di sana. Ia naik lift menuju ke ruangannya. Rekan se-divisinya baru datang beberapa. Teman baiknya di kantor, Gita, biasanya datang lima menit sebelum pukul delapan. Caliana meletakkan tasnya di bagian bawah meja. Menyalakan komputernya dan mengambil tumbler tahan panas yang baru saja dibelinya lalu membawa kopi kemasan ke bagian pantry. Para OB dan OG sedang duduk santai di sana. Menikmati sarapan. Di kantor ini, para OB dan OG memang bekerja sejak pukul enam pagi dan pulang pukul sepuluh malam. Karena itu mereka dibagi menjadi dua shift kerja setiap harinya. "Teh Ana udah dateng aja. Mau saya buatkan kopi?" Tawar Iten dengan senyum ramah khas nya. Caliana menggelengkan kepala. "Bu Shelly udah dateng?" Tanyanya seraya mengisi panci kecil dengan air dari keran dan meletakkannya di atas kompor. "Belum, Teh." Jawabnya. Caliana mengangguk. Setelah mendidih ia menuangkan kopi ke dalam tumbler nya lalu menuangkan air panas itu. Mengaduknya dan menambahnya dengan air dingin. Sehingga panas kopi s**u nya tidak membuat lidahnya terbakar. "Teteh ini aneh, ya?" Ujar Iten begitu saja. Caliana yang sedang mengaduk kopinya memandang Iten. "Aneh apanya?" "Nyeduh kopi pake air panas, tapi malah ditambah air dingin. Kan aneh." Caliana tertawa. "Saya balik tanya sama kamu. Kamu kalo minum kopi, nyeduh pake air panas dari dispenser. Itu kopi langsung diminum?" Tanyanya. Iten menggelengkan kepala. "Ya enggak atuh teh, nanti lidah saya kebakar." "Trus kamu apain?" "Tunggu dingin atuh teh." Caliana mendecak. "Lah, kan aneh. Kalo tunggu dingin, kenapa harus pake air panas? Ya udah, seduh pake air dingin aja." Jawabnya. Iten menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Iya juga ya." Katanya menganggukkan kepalanya. Meskipun sebenarnya masih bingung. "Saya, nyeduh kopi sekarang buat saya minum sekarang. Bukan buat saya minum nanti siang. Jadi saya kasih air panas supaya gulanya larut. Dan dikasih air dingin supaya hangatnya pas dilidah saya. Kalo udah gitu tinggal.." Caliana menyeruput kopinya. "Nikmaaat..." Ucapnya dengan senyum di wajah. Iten tertawa. Begitu pula suara di arah pintu. Caliana menoleh dan melihat atasannya sedang berdiri di sana dengan mata memperhatikan Caliana. "Kamu lagi iklan kopi, Na?" Ujar bu Shelly seraya masuk ke pantry. "Iya, Bu. Lumayan, dapet endorse dari Iten." Jawab Caliana santai. "Saya mau dong, Ten. Kopi yang bunyinya nikmat kayak punyanya Ana." Pinta bu Shelly. Iten hanya membelalakkan mata. Kemudian menggelengkan kepala. "Saya gak tau, Bu. Teh Ana bawa kopi sendiri." Celetuknya. "Jadi, Ana bawa kopi atau bawa teh?" Goda bu Shelly. Iten yang memang polos itu hanya bisa menggaruk kepalanya lagi. Entah itu tak gatal atau karena memang gatal. Caliana tak tahu. "Udah, Ten. Daripada bingung. Seduhin kopi s**u yang biasa." Caliana menepuk bahu Iten sebelum berlalu pergi ke kubikelnya. Tepat di saat ia duduk, ia bisa melihat sang pemilik Levent berjalan masuk. Sapaan kata "Pagi" terus Caliana dengar sampai pria tinggi besar itu masuk ke ruangannya. Seperti hari Senin pada umumnya. Pekerjaan Caliana dan rekan-rekannya menumpuk. Laporan keuangan yang harus di seimbangkan juga sudah melambai di meja Caliana. Ia terlalu fokus pada pekerjaannya sampai ketika pukul sebelas, seseorang menepuk bahunya membuatnya menoleh. "Ceweknya si Bos datang lagi." Caliana melirik Gita. Si pemilik tepukan. "Maksudnya?" "Cewek seksi dan bohai yang beberapa waktu lalu kesini. Dia datang lagi. Emangnya gak lihat tuh anak cowok pada ngiler?" Caliana melirik teman-teman se-divisinya yang kini sedang duduk berkerumun di salah satu meja. Bergumam tentang sesuatu yang tak bisa Caliana dengar jelas. "Ya udah lah, kenapa emang? Situ mau nanya resep kecantikan sama ceweknya si Bos?" Ledek Caliana. Gita mendelik. "Kagak sanggup gue cin. Situ pikir sini mau ke dokter oplas bayar pake apa? Pake ampelas?" Jawab Gita sambil memalingkan wajah. Caliana tertawa. Caliana kembali fokus pada pekerjaannya. Mengabaikan bisik-bisik para pria yang lebih seperti bisikan remaja caper. Tepat pukul dua belas. Gita kembali menggeser kursinya ke arah kubikel Caliana. "Maksi dimana?" "Kok pengen nasi rames ya? Sama tumis jamur sama ayam serundeng." Caliana membayangkan porsinya. "Gue minta tolong Iten aja. Mau nitip?" "Kesana aja yuk. Makan disana." Bujuknya. Caliana berpikir sejenak, sebelum kemudian meraih ponsel dan dompetnya. Gita mengerti kode itu. Dan ia bersorak. Mengambil ponsel dan dompetnya juga sebelum merangkul tangan Caliana dan berjalan beriringan. Mereka memasuki lift bersamaan. Ketika hendak menekan tombol, mereka melihat Adskhan berjalan bersamaan dengan wanita yang tadi menjadi pembahasan Gita. Demi sopan santun, Gita kembali menekan tombol buka supaya Adskhan dan wanita itu masuk juga. Di kantor cabang ini memang tidak ada lift khusus direksi. Karena kantornya memang tak seberapa luas tak seperti kantor pusat. "Siang, Sir." Sapa Gita ketika keduanya masuk. Adskhan sekilas melirik Caliana dan tersenyum. Caliana hanya menganggukkan kepala pelan. Pasangan itu berdiri di hadapan mereka. Caliana memperhatikan lekatnya tangan Anastasia yang menggelantung di lengan Adskhan. Adskhan tampak berusaha menepisnya, namun akhirnya pria itu menyerah berusaha karena sepertinya Anastasia juga tak menyerah untuk semakin menempelkan tubuhnya di tubuh Adskhan. Wanita itu sepertinya tak tampak keberatan membuat orang yang melihatnya merasa risih. "Maming kemaren jadi ke Mall?" Gita mencoba memecah keheningan. Meskipun pembicaraan mereka pelan. Namun setidaknya perhatian mereka tidak terlalu fokus pada dua sejoli di depan mereka. Caliana menjawab pertanyaan Gita dengan anggukan. "Jadi, gimana kabar Yudhis? Kapan kalian mau resmi jadian?" "Belum ada rencana." Jawab Caliana seadanya. Gita selalu menduga Caliana dan Yudhis punya hubungan khusus. Dan Caliana tidak pernah mengklarifikasinya. Ia biarkan saja semua orang berargumen sekenanya. Selama itu tidak merusak nama baiknya. "Kalian itu udah kenal berapa lama sih?" Tepat ketika pertanyaan itu muncul pintu lift terbuka. Caliana dan Gita menunggu Adskhan dan Anastasia keluar terlebih dulu. Tapi entah kenapa keduanya tak juga keluar. "Lebih dari tiga tahun." Jawab Caliana. Setelah itu dilihatnya Adskhan dan wanita itu meninggalkan lift. "Kalian sudah kenal lama ternyata. Kayaknya Yudhis beneran cowok yang baik." Komentar Gita. "Loe pikir, kalo dia bukan cowok baik-baik gue bakalan tahan lama sama dia? Udah pasti enggak donk." Jawab Caliana. Mereka kemudian berjalan meninggalkan area kantor menuju tempat makan yang berada tak jauh dari tempat kerja mereka. Sementara itu Adskhan masuk ke dalam mobil bersama Anastasia.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD