Part 13

1663 Words
Jum'at siang, di Coskun Company memang memiliki waktu istirahat paling lama. Pukul sebelas sampai pukul dua siang karena Coskun Company memberi waktu bagi para pria muslim untuk melaksanakan ibadah Jum'at mereka. Dalam jeda tiga jam itu biasanya Caliana memilih pulang ke rumah untuk masak makan siangnya, atau jika malas dia lebih memilih tidur siang. Tapi kali ini, Carina—yang memang masih tinggal di rumahnya karena nenek dan ayah ibunya belum kembali—akan menjemputnya di kantor. "Makan siang diluar yuk, Itan." Bujuknya di telepon dengan manja. "Kan istirahatnya juga lama." "Hmm. Kamu kesini sama Pak Diman?" Caliana menyebut nama supir keluarga mereka. "Gak. Kita naik angkot." Jawab gadis itu yang juga diiringi dengan deru mesin kendaraan. "Kita?" Caliana mengerutkan dahi. "Iya, Carin sama Qilla. Udah ya, angkotnya udah dateng. Tungguin kita ya, my beauty, sweety, lovely aunty." Ucapnya dengan ceria. “Awas copet.” Ucap Caliana mengingatkan. Namun ia tidak yakin keponakannya mendengar atau tidak karena sambungan teleponnya sudah ditutup dari sana. "Nyokap belum balik?" Tanya Gita yang duduk di kubikel sampingnya. Caliana mengedikkan bahu dengan ekspersi mencebik. "Cuti ngasuhnya diperpanjang katanya. Sekarang lagi pada liburan ke yogya sama saudara-saudaranya." Jawabnya dengan sedikit nada cemburu. "Ngiri? Tinggal cuti, napa? Duit di saldo banyak ini.” Saran Gita dengan nada mengejek. Caliana menoyor bahu sahabatnya itu. “Untung aja keponakan loe dah gede. Kalo yang dititipin bayi gimana?" "Ya gue nolak dong. Masa iya mau bawa bayi ke kantor.” Dengusnya. “Yang ada bukannya dapet kenaikan gaji ini malah di cut. Gak jadi dong nabung buat nikah." "Alah, kayak butuh nabung aja loe. Lagian emang udah ada calonnya?" Ledek sahabatnya lagi. Caliana melirik lalu kemudian mendelik. "Calon mah gampang, cari aja cowok lajang trus paksa nikah. Udah." "Yey.” Kali ini giliran Gita yang menoyor bahu Caliana. “Loe pikir ngawinin kambing." Cibirnya, namun tak pelak tersenyum juga. "Tapi, Na. betewe betewe Owner kita kan single, asistennya juga. Loe mau, maksa mereka?" bisik Gita dengan nada menggoda. Caliana kembali melirik sahabatnya dan kembali memutar bola mata. "Ya kali sini Cinderella, mau dinikahin pangeran. Nyai mah kalo mimpi ga suka tinggi-tinggi. Jatuhnya sakit.” “Trus loe maunya cami (calon suami) kayak gimana?” “Gue?” tunjuk Caliana pada dirinya sendiri. Gita mengangguk antusias. “Buat gue, cukup cowok sederhana dan apa adanya. Bonusnya dia cakep sama punya tubuh tinggi. Biar apa? Biar biar seimbang kalo pake higheel." “Pasti ngayalnya dapet laki oppa oppa Korea, ya?” ledek Gita lagi. Caliana hanya mengangguk dengan senyum di wajahnya. Gita mencebik seraya kembali menoyor bahu sahabatnya. “Ngehalu loe tuh luar biasa. Dikasih haluan yang ada di depan mata, loe malah nolak. Giliran yang jauh di beda Negara loe mau.” Caliana mengedikkan bahu. “Suka-suka Nyai dong. Ngehalu kan gratis.” Jawabnya asal. Gita sudah memasukkan semua barangnya ke dalam tas. Jam istirahat kali ini, sahabatnya itu berniat kembali ke kos-an nya. Sementara Caliana hanya mengganti sepatu high heel nya dengan sandal tali yang ia simpan di bagian bawah mejanya. Ia juga hanya membawa dompet di tangannya karena memang dia tidak ada niatan untuk pulang ke rumahnya mengingat kepoonakannya akan menjemputnya untuk makan siang. Keduanya berjalan beriringan menuju lift saat jam dinding sudah menunjukkan pukul sebelas lewat sedikit. Caliana memperkirakan kalau tak lama lagi Carina dan Syaquilla pasti sampai. Saat pintu lift terbuka, keduanya tertegun melihat sosok cantik berdiri dengan anggunnya di hadapannya, memakai dress berwarna ungu muda yang pastinya mahal dan buatan desainer ternama. "Ruangan Mr. Levent di sebelah mana ya?" Tanyanya dengan ramah. Gita tertegun, masih terpukau dengan sosok bidadari di hadapannya. "Mba lurus, belok kanan. Ada pintu di pojok, nah sebelah kirinya ruangan Sir Levent." Tunjuk Caliana yang kemudian dijawab dengan anggukan dan gumaman terimakasih dari wanita anggun tersebut. "Na, bidadari beneran turun dari khayangan ya?" Bisiknya takjub. Matanya masih mengikuti Anastasia. "Emang ya, kalo jodoh itu sesuai sama tempatnya. Upik abu macam kita mah, pasti kalah sama supermodel kayak dia." Ujarnya dengan sedih. Caliana hanya geleng-geleng kepala karena sifat sahabatnya itu. Mereka sampai di lantai satu dan sudah disambut oleh kembar beda ibu yang sedang asyik duduk di sofa ruang tunggu sambil memandangi ponsel. "Udah lama?" Tanya Caliana, mengalihkan perhatian keduanya dari layar ponsel. "Itaaannn..." Seru Carina seheboh biasanya. "Gak lama kok, supir angkotnya dikejar setoran jadi majunya super cepet kayak mobilnya si Macqueen.” Cerocos Caliana dengan suara cemprengnya. Kemudian tatapan remaja itu beralih pada Gita. “Hai tante. Makin cantik aja." Godanya sebelum mencium punggung tangan Gita, diikuti Syaquilla. "Kenalin, temen aku, Syaquilla." Ucapnya. Gita tersenyum pada gadis cantik yang berdiri di samping Carina. Matanya kembali terarah pada Carina dan berucap. "Kamu tuh ya, kalo aja cowok, udah tante bungkus deh." Ia mencubit pipi gadis itu dengan gemas. Carina mencebik seraya mengusap pipinya yang sedikit sakit karena cubitan Gita. "Yee.. kalo aku cowok aku gak mau yah sama tante-tante model tante Gita sama Itan." Tolak gadis itu. Gita membelalakkan mata, wajahnya menunjukkan keterkejutan yang semua orang tahu hanya pura-pura. "Lho, kan kita cantik." Elaknya. "Cantik sih iya, tapi ketuaan." Ejek Carina. Mau tak mau Gita tertawa karenanya. "Kalo aku jadi cowok, kan masi ada Qilla yang bisa dijadiin kecengan.” Lanjut Carina lagi seraya merangkul bahu sahabarnya. “Betewe, tante ikut maksi sama kita?" tanya gadis itu lagi. Gita menggeleng. "Engga ah, tante mau semedi dulu. Menenangkan diri karena baru patah hati." Ucapnya dengan nada berlebihan. "Lebay..." Cibir Carina dan Caliana bersamaan. Gita tidak mengindahkan, ia berjalan pergi dengan mimik dibuat sedih dan tangan meremas jantung. "Emang beneran dia patah hati, Tan." Carina bertanya setelah yakin Gita berada diluar jangkauan. Caliana menggeleng. "Ah, dasar Gita. Biarin aja.” Ucapnya santai. “Mau makan dimana?" "Carin mau bakso yang diujung sana, Tan." Carina menyebut salah satu outlet bakso yang jaraknya tak terlalu jauh dari kantor. Caliana hanya mengangguk. Kedua tangannya ia gunakan untuk merangkul bahu kedua remaja yang berdiri di sisi kanan dan kirinya. "Ya udah, jalan kaki aja." Ucapnya seraya menggiring keduanya menjauh dari gedung. Sementara di kantor. Suara pintu terbuka membuat Adskhan menoleh dari cermin besar di hadapannya. Ia yang sudah bersiap shalat Jumat dibuat tertegun saat sosok wanita cantik dengan tubuh indahnya masuk ke dalam ruangannya dan menyebar senyum manis. "Hai, long time no see.” Sapa wanita itu dan berjalan semakin mendekat kea rah dimana Adskhan berdiri. Namun sebelum ia benar-benar melangkah dekat, Adskhan mengangkat tangannya. Menahan supaya wanita itu tidak berjalan semakin dekat. Anastasia mengerutkan dahi, namun mau tak mau wanita itu menghentikkan langkahnya dan memilih berjalan untuk duduk di sofa terdekat. “Kamu gak kangen sama aku?" tanya wanita itu dengan nada merajuk. “Kita tidak dalam hubungan yang mengharuskan kita merindukan satu sama lain, bukan begitu?” jawab Adskhan dengan datar. Anastasia mengerutkan dahi. Ia sadar seperti apa hubungan mereka. Tapi ia tidak menyangka akan mendapat sambutan sedingin ini. "Kok gitu sih sambutannya?" Ia masih berusaha dalam mode merajuknya. “Padahal aku sengaja kesini langsung setelah pulang dari Hongkong.” Jawab Anastasia dengan nada tak suka. Adskhan mengangkat sebelah alisnya. Anastasia akhirnya menyerah kalah. Wanita cantik itu kemudian mengedikkan bahu. “Waktu aku denger kamu pindah ke Bandung, kupikir sebagai ‘pacar’ yang baik aku harus mendukung kamu sehingga semua orang disini juga tahu seperti apa hubungan kita. Seperti sebelum-sebelumnya.” Ucap wanita itu lagi. Adskhan mengusap pelipisnya dengan jari telunjuknya. Pria itu menyandarkan bokongnya di depan meja kerjanya. “Dan permainan ‘pacar’ itu harus akan berakhir sekarang.” Jawab Adskhan datar. Anastasia mengerutkan dahi. “Kenapa?” tanya wanita itu ingin tahu. “Karena sudah waktunya.” Jawab Adskhan masih dengan nada datarnya. “Jadi?” tanya Adskhan ambigu. Anastasia mengedikkan bahu. “Selama tidak berpengaruh pada kontrak kerjaku, gak masalah.” Jawab wanita itu santai. Adskhan hanya menganggukkan kepala. “Kontrakmu masih tetap sama. Begitu juga dengan bayarannya. Hanya ‘status’nya saja yang berubah.” Jawab pria itu. “Ada masalah lain?” tanya Adskhan dengan professional. Anastasia menggelengkan kepala. “Aku memang ada jadwal pemotretan di daerah sini." Jawabnya santai. "Tapi aku tidak melihat Lucas, kemana dia?" tanyanya ingin tahu. Setahu Anastasia, selama ia mengenal kedua sepupu itu, Lucas lah yang biasanya sering terlihat ada dimana-mana. Bukan Adskhan. "Dia cuti." Jawab Adskhan singkat. Ia berdiri, menegakkan tubuhnya. "Aku harus pergi. Kalau kamu mau tinggal disini silahkan. Tapi di ruang tunggu." Lanjut pria itu. Anastasia hanya bisa memandangnya seraya menyembunyikan kekesalannya dengan sebuah senyuman manis. Wanita itu meninggalkan ruang kerja Adskhan lebih dulu. Anastasia. Model cantik yang berada dibawah naungan rumah produksi milik ibunya itu telah Adskhan jadikan rekan bisnis selama setahun terakhir ini. Pertemuan mereka bermula saat Adskhan dan Lucas menghadiri pesta peresmian hotel salah satu rekan bisnisnya dimana Anastasia berperan sebagai Brand Ambassador—dan kala itu Adskhan tidak tahu kalau Anastasia salah satu model ibunya. Kala itu Adskhan hanya menganggapnya sebagai model, sampai sebuah kondisi membuatnya menjadikan wanita itu sebagai ‘pacar settingan’ nya. Namun waktu berlalu tampaknya membuat wanita itu terlalu mendalami perannya dan menganggap Adskhan benar-benar tertarik padanya dan menginginkannya menjadi kekasih yang sebenarnya. Sayangnya, Adskhan tak memiliki niatan itu sama sekali. Sementara di waktu bersamaan, sepupunya, Lucas menyebut Anastasia memiliki kelainan Princess Complex. Awalnya Adskhan tidak terlalu peduli dengan perubahan pikiran wanita. Toh ia lajang, dan Anastasia juga lajang. Tidak ada pihak yang akan cemburu dan dirugikan. Tapi setelah kejadian di lift tempo lalu, saat pertama kali ia bertemu dengan Caliana. Ia tahu bahwa semua ini harus diakhiri. Karena sekarang, Adskhn memiliki target yang ingin ia miliki. Caliana. Sosok gadis yang sudah mengusik pikirannya di saat pertemuan pertama. Gadis yang memandangnya dengan ekspresi jijik yang tak coba disembunyikannya kala ia melihat Anastasia berusaha menunjukkan kepemilikannya atas Adskhan di lift tempo lalu. Dan entah kenapa, Adskhan tidak meralat saat gadis itu menduga Anastasia sebagai kekasihnya. Apa sisi kekanakannya muncul? Ya, sejujurnya Adskhan memang ingin tahu apa gadis itu memiliki minat padanya. Dia ingin tahu apa Caliana cemburu atau tidak atas hubungannya dengan Anastasia. Tapi membuat gadis itu menduga ternyata adalah tindakan yang salah. Ibarat senjata makan tuan, kini hal itu menjadi senjata yang kembali menembak ke arahnya. Status hubungannya degan Anastasia akan jadi penghalang baginya untuk memperbaiki hubungannya dengan Syaquilla putrinya. Dan akan menghambat juga pergerakan pendekatannya pada Caliana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD