Part 10

1543 Words
Caliana berjalan masuk ke dalam gedung sambil memijat pelipisnya. Kepalanya berdenyut nyeri karena semalam ia tidak bisa tidur dengan cukup dan itu semua karena kedua remaja yang menginap di tempatnya terus menerus mengganggunya dan baru berhenti pada pukul sebelas malam saat mereka tertidur. Sementara setelahnya Caliana tidak bisa langsung beristirahat karena ia harus menyelesaikan laporannya. Alhasil baru pukul dua malam ia bisa naik ke atas tempat tidurnya dan itupun ia tidak tahu pukul berapa ia benar-benar terlelap dalam tidurnya. Sementara pukul lima pagi ia harus kembali bangun untuk menunaikan kewajibannya. Biasanya, jika begadang seperti itu Caliana bisa mencuri waktu satu sampai satu setengah jam untuk kembali tidur. Namun kali ini ia tidak bisa karena harus membuatkan sarapan bagi kedua remaja itu. Dan efeknya kini baru Caliana rasakan. Caliana berjalan masuk ke dalam ruangannya. Pukul delapan hanya tinggal lima menit lagi tapi ruangannya masih dalam keadaan sepi. Padahal biasanya jam delapan kurang orang-orang sudah sibuk bergosip. Mau tak mau hal itu membuatnya mengernyit. Tidak mungkin ada rapat mendadak tanpa dia tahu bukan? Tanyanya pada diri sendiri. tapi kemudian ia menggelengkan kepala. Jika memang ada rapat, biasanya akan diumumkan lewat grup chat karyawan. Caliana meletakkan tas nya di bagian bawah meja dan mulai menyalakan komputernya. Sambil menunggu komputernya menyala dengan sempurna, ia mengambil mug nya dan berjalan menuju pantry. Berharap dengan menyeduh kopi bisa sedikit menghilangkan pusingnya. Setelahnya ia berniat untuk mencetak hasil pekerjaannya semalam supaya bisa segera ia laporkan saat Bu Shelly tiba. Caliana sedang memanaskan air dalam panci kecil dan menuang kopi instannya kedalam gelas ketika terdengar suara dehaman dari samping. Seketika ia menoleh dan melihat CEO nya tengah berdiri di sana. Terkejut? Tentu saja. Dalam pikirnya ia bertanya bagaimana bisa seorang pemimpin perusahaan turun langsung ke pantry, bukankah ada OB atau OG yang bisa memenuhi semua kebutuhannya? Tapi Caliana berusaha untuk bersikap datar seperti biasa. “Pagi, Sir.” Sapa Caliana dengan sopan. “Pagi.” Jawab Adskhan dengan nada datarnya. “Apa Syaquilla tidak merepotkanmu?” tanyanya yang Caliana tahu hanya sekedar basa-basi saja. Caliana menggeleng. “Tidak, Sir. Qilla anak yang baik, Anda tidak perlu khawatir. Justru yang seharusnya Anda khawatirkan adalah apa keponakan saya akan memberikan pengaruh buruk atau tidak.” Jawabnya apa adanya. Adskhan tampak mengangguk. Caliana bisa melihat betapa kikuknya pria yang ada di hadapannya saat ini. “Saya suka Carina. Dia anak yang jujur dan apa adanya. Jika maksudmu pengaruh buruk itu menjadikan Qilla pribadi yang lebih apa adanya dan pemberani. Saya akan mendukungnya." Jawab Adskhan dengan nada tegas. Caliana mengedikkan bahu. "Jika Anda suka putri Anda yang pemalu berubah menjadi pembangkang seperti keponakan saya, saya bisa bilang apa?" Lanjutnya seraya menuangkan air panas ke dalam gelasnya. “Ada yang perlu saya bantu, Sir?” tawarnya kemudian. Adskhan tampak terkejut dengan pertanyaannya. Pria itu sejenak memandang Caliana dengan mata membulat lebar sebelum kemudian menetralkan kembali ekspresinya dan mengangguk. "Boleh minta segelas?" Tunjuknya pada gelas Caliana dengan suara pelan. Caliana melirik gelasnya yang masih mengepul. “Ini hanya kopi instan, Sir.” Ucapnya ragu. Caliana hanya menduga kalau pria kalangan atas seperti Adskhan hanya akan meminum kopi dari café mahal. Atau mungkin meminum kopi hasil gilingan sendiri. Mengingat semalam pria itu tampak tak biasa dengan jajanan murah pinggir jalan. “Tidak apa, saya suka.” Ucap pria itu lagi. Caliana hanya bisa mengangguk saja. "Panas atau dingin?" tanyanya lagi. "Panas." Jawab Adskhan singkat. Caliana kembali mengangguk mengisi ulang panci kecil dengan air putih dari keran dan meletakkannya kembali ke atas kompor. “Apa kalian, maksudku kamu, Carina dan Syaquilla sudah biasa menghabiskan akhir pekan bersama?” tanyanya penasaran. Caliana yang tengah membuka kemasan kopi baru dan hendak menuangkannya ke dalam gelas yang baru ia ambil terdiam sejenak. Caliana mengerutkan dahi sebelum akhirnya menggelengkan kepala. “Tidak selalu.” Jawabnya singkat. Air dalam panci mengalihkan perhatiannya. Ia mengangkat panci itu dan kemudian menuangkan air panas ke dalam gelas Adskhan. “Tapi semalam saya dengar kalian akan pergi?” tanya Adskhan ragu. Caliana mengangguk sambil mengaduk kopi Adskhan. “Saya hanya pergi kalau memang ada perlu atau Carina meminta saya menemaninya. Dan memang kebetulan minggu lalu saya sudah membuat janji akan mentraktir Carina pergi nonton film yang dia ingin tonton.” Jawabnya jujur. Ia kemudian menyerahkan gelas kopi itu kepada Adskhan. Adskhan menerimanya sambil menggumamkan terima kasih. “Ada lagi yang bisa saya bantu, Sir?” tanya Caliana lagi. Adskhan memandang kopinya yang mengepul dan kemudian memandang Caliana. Kepala pria itu seketika mengangguk. “Ada.” Jawabnya dengan pelan namun tegas. “Tapi ini tidak ada hubungannya dengan urusan kantor.” Lanjut pria itu lagi. Seketika Caliana mengangkat sebelah alisnya. “Ini tentang Syaquilla.” Lanjutnya seolah ingin menjernihkan pikiran Caliana. Caliana tahu karena firasatnya sudah mengatakan demikian sejak awal. Hanya saja ia tidak menduga bahwa pria asing yang ada di hadapannya ini memang benar-benar akan meminta bantuan padanya. “Harus saya beritahukan pada Anda sebelumnya, Sir. Saya dan putri Anda sama sekali tidak terlalu saling mengenal.” Jawab Caliana jujur. Ini bukan penolakan, tapi hanya fakta yang memang harus dia beberkan sebelum Adskhan menduga bahwa dia sangat mengenal putri pria itu dan bbisa membantunya lebih jauh. Adskhan mengangguk. “Saya tidak bisa memaksa. Saya hanya melihat bahwa kamu adalah orang dewasa yang ada di luar keluarga kami yang Syaquilla percaya.” Jawab Adskhan dengan lirih. Caliana kembali terdiam. “Baiklah, jika memang menurut Anda saya bisa membantu, akan saya bantu.” Jawabnya lugas. “Terima kasih.” Jawab Adskhan tulus. Caliana enjawab ucapan itu dengan anggukan. Namun saat ia melihat Adskhan sama sekali tidak beranjak dari tempatnya, akhirnya ia kembali berujar. “Tapi sepertinya tidak sekarang, Sir. Kalau Anda lupa, saya masih harus menyelesaikan laporan yang Anda minta." Ucapnya mengingatkan. Sejenak Adskhan tampak membulatkan mata, lalu kemudian ia mengangguk dan menggeser tubuh tinggi besarnya dari pintu sehingga Caliana bisa meninggalkan pantry tanpa terhalang. Caliana berjalan dengan cepat kembali menuju kubikelnya. Ia tidak mau melirik ke belakang hanya untuk memastikan Adskhan berjalan di belakangnya atau tidak. Setelah keluar dari pantry dan melihat manusia lainnya, pikiran ada seseorang yang melihat keberadaannya dan sang CEO di dalam pantry barulah mengusiknya. Selama ini ia sudah berusaha menghindar dari gosip. Dan kali ini pun demikian. Hari berlalu cepat karena kesibukan yang tampaknya tiada henti. “Udah beres?” pertanyaan itu membuat Caliana mendongak. Bu Shelly tampak sudah menenteng tas nya dan siap meninggalkan kantor. Caliana melirik jam yang ada di layar monitornya dan ternyata memang waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. “Sedikit lagi.” Jawab Caliana jujur. “Sekalian beresin sambil nungguin jemputan.” Lanjutnya. Ia memang sedang menunggu panggilan dari Carina, karena keponakannya itu akan kembali menginap di rumahnya setelah mengatakan akan pulang dulu ke rumah untuk membawa buku yang akan ia pakai besok. “Kalau begitu, saya pulang duluan.” Pamit Bu Shelly yang hanya dijawab anggukan sopan oleh Caliana. “Nyokap loe jadi pergi liburan?” Caliana menoleh memandang Gita yang juga tampak sudah bersiap untuk pulang. Ia mengangguk sebagai jawaban. “Jadi loe tinggal di tempat Nyokap, atau Carin yang tinggal di rumah loe?” “Opsi kedua.” Jawab Caliana singkat. Gita hanya mengangguk saja. “Mau gue temenin sampe dia dateng apa gimana?” tawar sahabatnya itu lagi. Caliana menggelengkan kepala. “Loe balik aja. Bentar lagi juga tuh anak nongol.” Tolak Caliana halus. Gita hanya mengangguk saja. Ia menepuk bahu Caliana pelan sebelum melangkah meninggalkan ruangan mereka. Sekitar sepuluh menit setelah Gita pergi, barulah ponselnya berbunyi. Caliana menyimpan semua data pekerjaannya dan kembali mengenakan sepatunya sebelum mengangkat panggilan itu. “Ya, tunggu sebentar.” Hanya itu yang dikatakannya sebelum kembali menutup teleponnya. Caliana mematikan komputernya dan meraih tas di bagian bawah mejanya. Ia beranjak setelah mematikan lampu ruangan karena hanya dia satu-satunya orang yang tersisa disana. Suara hak sepatunya terdengar menggema di lorong yang kosong dalam perjalanannya menuju lift. Tak perlu menunggu lama sampai lift naik ke lantainya. Ia masuk ke dalam ruang persegi itu dan memekik kaget ketika sadar bahwa ia tidak sendirian disana. “Ya Allah, Anda membuat saya kaget, Sir.” Pekiknya meskipun tidak terlalu lantang. Adskhan ternyata berdiri di sampingnya dan berjalan masuk bersamanya. Pria yang ditegurnya hanya bisa memandangnya dengan dahi mengernyit. “Bagaimana dengan pembicaraan kita tadi pagi?” tanya Adskhan tanpa basa-basi. Caliana menggigit bibir dalamnya. Sepanjang pagi sampai saat ini sebenarnya pikiran itu hilang dari kepalanya. Malah sebenarnya ia menduga hal itu tidak akan dibahas lagi, mengingat pembicaraan itu hanya Adskhan gunakan sebagai basa-basi saja. Namun sekarang, ia kembali mengingatnya karena Adskhan kembali mengungkitnya. “Sebenarnya, bantuan apa yang Anda butuhkan dari saya?” tanyanya, yang juga tanpa basa-basi. “Saya butuh bantuan kamu untuk mendekatkan saya dengan Syaquilla.” Ucap Adskhan lirih. Mesipun demikian, Caliana bisa mendengarnya. Ia mengernyit dan memandang Adskhan dengan dahi berkerut dalam. Caliana bukan tak tahu kalau Syaquilla dan Adskhan memang tidak dekat. Sejak awal dia sangat tahu kalau Adskhan mengabaikan Syaquilla dan membiarkan remaja itu berada dalam pengawasan kakek dan neneknya. Ia tahu karena Carina dengan tak tahu malunya mengatakan hal yang seharusnya menjadi rahasia sahabatnya itu. Tapi yang membuat Caliana terkejut adalah permintaan yang diajukan oleh atasannya itu. Kenapa pria itu malah meminta bantuan orang asing untuk bisa dekat dengan putrinya sendiri? Kenapa tidak meminta bantuan keluarganya sendiri? Bukankah masih ada orangtuanya yang selama ini mengasuh Syaquilla? Bukankah masih ada Sir Lucas, yang baru saja Caliana ketahui merupakan pamannya Syaquilla? ___________ Spin off Caliana, Bukan Istri Cadangan - Syaquilla's Diary - Ilker's Bride - Terjebak Cinta Pria Italia - To Lost You, I Wont jangan lupa untuk tap ♥️ di cerita ini & cerita lainnya. follow juga akun penulisnya. Info bisa dipantau di OG story Restianirista.wp ya. jangan lupa komeeen
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD