BAB 5

1040 Words
Reyhan membuka mata ketika merasakan sentuhan tangan seseorang di bahunya. Dia mengukir senyum melihat seorang laki-laki paruh baya yang berdiri di sebelah ranjang pasien yang ia tempati. “Papa,” panggil Reyhan. Papa Alfian tesenyum. “Bagaimana kondisi kamu, Rey?” tanyanya memandang Reyhan. “Sudah lebih baik, Pa,” jawab Reyhan. “Papa sejak kapan ada di sini?” lanjutnya bertanya. “Papa baru tiba, Rey. Tadi ada meeting dengan klien yang nggak bisa di tunda,” kata Papa Alfian, menjelaskan. “Mama bilang besok kamu harus melakukan pemeriksaan lebih lanjut, Rey?” tanya Papa Alfian, memastikan. “Iya, Pa. Kata Dokter, aku mengalami amnesia. Padahal aku merasa baik-baik saja selain kepalaku yang terasa sakit,” terang Reyhan. “Tentu saja kami berharap kamu baik-baik saja, Rey. Tapi kita belum tahu sebelum mengetahui hasil pemeriksaan besok,” timpal Mama Imelda. “Iya, Ma. Aku mengerti,” sahut Reyhan, memandang sang Mama yang sedang duduk di sofa ruang rawatnya. “Ya sudah ... kita turuti saja perkataan dari Dokter. Dia lebih tahu apa yang terbaik untuk kesehatan kamu, Rey,” ujar Papa Alfian. “Iya, Pa,” sahut Reyhan, mengangguk setuju. oOo Novi memandang Reyhan yang sedang memejamkan mata. Sekuat tenaga dia menahan laju air mata yang hendak menetes dari kedua sudut matanya. Novi tak tahu sampai kapan Reyhan akan melupakan dirinya. Dia berharap Tuhan memberinya kekuatan untuk menghadapi Reyhan yang mengalami amnesia. “Novi,” panggil Mama Imelda, memegang bahu menantunya. “Iya, Ma,” sahut Novi, menoleh ke arah Mama Imelda. “Sebaiknya kamu pulang ke rumah, sayang. Biar Mama yang menjaga Reyhan malam ini. Kamu butuh istirahat setelah semalaman menjaga Reyhan di sini,” kata Mama Imelda, memberi saran. “Tapi aku ingin menjaga Mas Reyhan di sini, Ma,” ujar Novi, menolak saran mertuanya. “Kamu nggak boleh egois, sayang. Mama nggak mau kamu kelelahan karena menjaga Reyhan di sini hingga membahayakan janin yang sedang kamu kandung sekarang,” kata Mama Imelda, mengingatkan. Novi terdiam meresapi kata-kata Mama Imelda. Apa yang diucapkan sang mertua memang benar. Yang perlu Novi jaga bukan hanya Reyhan, tapi juga janin yang ada di dalam rahimnya sekarang. Sudah lama dia dan Reyhan menantikan kehadiran seorang anak di tengah keluarga kecil mereka. Novi tidak mau terjadi sesuatu yang buruk pada janin yang sedang ia kandung hanya karena keegoisan dirinya. “Baiklah. Malam ini aku akan pulang ke rumah, Ma,” ujar Novi, memutuskan. Mama Imelda tersenyum mendengarnya. “Itu keputusan yang tepat, sayang. Nanti Mama telepon Mang Kusno untuk mengantar kamu pulang. Besok pagi kamu bisa kembali lagi ke sini untuk menjaga Reyhan,” terang Mama Imelda. “Iya, Ma,” sahut Novi, setuju. Mama Imelda berjalan ke arah sofa, lalu mengambil handphone miliknya yang tergeletak di atas meja. Novi memperhatikan sang mertua. Dia mendengar Mama Imelda menelepon Mang Kusno, sopir keluarga Permana, untuk menjemputnya di rumah sakit lalu mengantarnya pulang ke rumah. “Mang Kusno akan segera datang, Nov,” ujar Mama Imelda, setelah mengakhiri panggilan teleponnya. “Iya, Ma,” sahut Novi, menganggukkan kepala, mengerti. Novi kembali memandang Reyhan yang masih terlelap tidur. Rasanya berat untuk meninggalkan Reyhan bersama Mama Imelda di rumah sakit ini. Walau Reyhan tidak mengingatnya, tapi Novi ingin selalu berada di dekat Reyhan dan merawatnya hingga sembuh. Namun, Novi sadar dia tidak boleh egois. Novi juga butuh istirahat agar kondisi tubuhnya dan janin yang sedang ia kandung tetap sehat. Novi bangkit berdiri, lalu mendekatkan wajah pada wajah Reyhan. Tangannya terulur untuk mengusap pipi Reyhan yang masih terlihat lebam. “Aku pulang dulu, Mas. Cepat sembuh dan segera ingat aku lagi,” bisik Novi di dekat telinga Reyhan. Terakhir, Novi mencium kening Reyhan. Cukup lama dia melakukan hal yang ingin dilakukan sejak melihat Reyhan membuka mata tadi pagi. “Aku mencintai kamu, Mas,” ucap Novi, setelah melepaskan ciumannya. Reyhan tak bergeming. Dia masih tetap terlelap tanpa merasa terganggu dengan perbuatan Novi. Hal ini membuat Novi menghela napas lega. Karena jika Reyhan terbangun, maka Novi tidak bisa menyentuh ataupun menciumnya. oOo Novi mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kamar yang telah ia tempati bersama Reyhan selama dua tahun terakhir ini. Suasana kamar terasa sunyi dan dingin tanpa kehadiran Reyhan di sisinya. Malam ini, Novi tidur sendirian di rumah. Mang Kusno langsung kembali ke rumah keluarga Permana setelah mengantar Novi pulang ke rumah. Sementara Bi Darmi, pembantu rumah tangga di rumah ini, belum kembali dari kampung halamannya. Sebenarnya Mama Imelda meminta Novi untuk menginap di rumah keluarga Permana. Beliau khawatir jika Novi berada di rumah sendirian. Namun, Novi menolak karena jarak rumah keluarga Permana ke rumah sakit lebih jauh dibandingkan jarak dari rumahnya. Mama Imelda akhirnya mengizinkan Novi pulang ke rumah yang ia tinggali bersama Reyhan setelah Novi berjanji akan menjaga diri dan langsung istirahat begitu tiba di rumah. Novi sudah menghubungi Mama Imelda untuk memberi tahu kalau dirinya sudah tiba di rumah. Mama Imelda kembali mengingatkan Novi untuk segera istirahat dan tidak perlu mengkhawatirkan kondisi Reyhan. Novi membaringkan tubuh di ranjang. Tubuhnya terasa lelah karena kurang istirahat sejak semalam, tapi kedua mata Novi masih terbuka lebar tanpa menunjukkan tanda-tanda mengantuk. Walaupun Mama Imelda mengingatkan agar tidak mengkhawatirkan Reyhan, tapi Novi tidak bisa melakukannya. Novi tidak bisa berhenti memikirkan kondisi Reyhan. Luka-luka di sekujur tubuh ditambah dengan hilangnya sebagian ingatan sang suami, membuat kesedihan Novi semakin bertambah besar. Dia tak tahu sampai kapan ingatan sang suami menghilang. Apakah Reyhan akan segera mendapatkan ingatannya kembali? Novi memikirkan kehidupan yang akan ia jalani selama Reyhan mengalami amnesia. Novi sadar kehidupannya tak akan sama lagi sejak hari ini. Dia harus membiasakan diri dengan sikap Reyhan yang tidak mengenal dirinya. Mungkin Novi tak akan bisa bercanda dan bermanja lagi dengan sang suami untuk waktu yang lama. Novi berharap Tuhan memberi ia kekuatan untuk menjalani semua ini dengan baik. Di tengah kesedihan yang membelenggu hati, Novi bersyukur Tuhan menitipkan sebuah amanah di dalam rahimnya. Janin yang sedang ia kandung akan menjadi peneman sepi Novi melewati hari-hari tanpa Reyhan di sampingnya. Dia akan berusaha menjaga janin yang ia kandung sebaik mungkin hingga melahirkan nanti. Novi memeluk bantal yang biasa digunakan oleh Reyhan. Harum tubuh Reyhan masih tertinggal, membuat Novi seketika mengingat sang suami. Dia merindukan kehadiran Reyhan yang selalu memeluknya setiap malam. “Aku merindukan kamu, Mas,” ucap Novi, dengan suara tercekat. Sekuat tenaga Novi menahan laju air mata yang hendak menetes. Dia tidak ingin menangis lagi. Sudah terlalu banyak air mata yang Novi keluarkan sejak semalam. Novi memejamkan mata sambil memeluk bantal yang berbau tubuh Reyhan. Dia berusaha tidur agar besok tubuhnya kembali fit. oOo
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD