BAB 6

1428 Words
Keesokan harinya, Novi datang ke rumah sakit setelah sarapan yang hanya mampu ia makan beberapa sendok saja. Sejak bangun tidur Novi mengalami muntah-muntah hingga membuat tubuhnya lemas dan tidak nafsu makan. Namun, Novi memaksakan diri untuk makan agar ia memiliki tenaga selama menjaga Reyhan di rumah sakit. Novi menutupi wajah pucatnya dengan makeup yang sedikit lebih tebal. Dia tidak mau membuat Mama Imelda khawatir saat melihatnya yang tampak lemas dan pucat. Novi tidak ingin mengambil risiko yang membuat ia tidak diizinkan menemani Reyhan di rumah sakit. Sebelum pergi ke ruang rawat Reyhan, Novi membeli sarapan untuk Mama Imelda di depan rumah sakit. Dia juga membeli buah dan beberapa makanan ringan untuk ia makan saat kondisi perutnya sudah tidak mual lagi. Suasana rumah sakit masih sepi saat Novi tiba di sana. Dia berjalan menyusuri koridor rumah sakit menuju ruang rawat Reyhan yang berada di lantai tiga. Novi mengetuk pintu saat tiba di depan ruang rawat Reyhan. Setelah mendengar sahutan dari dalam, dia membuka pintu lalu masuk ke dalam ruangan. Novi melihat Mama Imelda duduk di kursi sebelah ranjang pasien Reyhan, sementara Reyhan sendiri sedang memakan sarapan yang disediakan pihak rumah sakit untuknya. “Kamu sudah datang, Nov,” sapa Mama Imelda, memandang Novi yang berjalan menghampirinya. “Iya, Ma,” sahut Novi, tersenyum. “Kamu bawa apa, Nov?” tanya Mama Imelda, memandang kantong plastik di tangan Novi. “Ini sarapan untuk Mama. Tadi aku beli di depan rumah sakit sebelum datang ke sini. Mama belum sarapan, kan?” jawab dan tanya Novi. Mama Imelda menggeleng. “Belum, Nov. Mama berencana membeli sarapan di kantin rumah sakit setelah Reyhan menghabiskan sarapannya dan meminum obat,” ujarnya memberi tahu. Novi mengangguk, mengerti. Dia kemudian memandang Reyhan yang telah menghabiskan separuh isi sarapan di piringnya. “Hai, Mas. Bagaimana kabar kamu pagi ini?” tanya Novi, menampilkan senyum manisnya. “Baik,” jawab Reyhan, tanpa memandang Novi. Senyum Novi memudar begitu mendengar jawaban singkat Reyhan. Nada suara Reyhan terdengar datar. Jangankan untuk membalas senyuman Novi, menatapnya saja Reyhan terkesan enggan. Novi sangat sedih melihat perubahan sikap Reyhan itu. Sang suami yang selalu bersikap lembut kepadanya kini tak ada lagi. “Nov, kita duduk di sofa, yuk. Kebetulan Mama sudah lapar,” kata Mama Imelda seolah mengerti apa yang dirasakan Novi. “Rey, kamu habiskan sarapannya, ya. Mama mau sarapan dulu,” lanjutnya memandang Reyhan. “Iya, Ma,” sahut Reyhan, memandang sang Mama. “Ayo, Sayang,” ajak Mama Imelda yang diangguki oleh Novi. Novi dan Mama Imelda duduk di sofa yang berada di sudut ruang rawat Reyhan. Novi segera mengeluarkan nasi bungkus yang ia beli untuk sang mertua. Dia juga mengeluarkan buah-buahan dan makanan ringan, lalu meletakkannya di atas meja. “Makasih, Sayang,” ucap Mama Imelda, menerima nasi bungkus dari Novi. “Kamu cuma beli satu, Nov?” tanyanya memandang semua makanan yang ada di atas meja. “Iya, Ma,” jawab Novi, singkat. “Kamu nggak sarapan, Nov?” tanya Mama Imelda, beralih memandang Novi. “Tadi aku sudah sarapan di rumah, Ma,” beri tahu Novi. “Baiklah.” Mama Imelda, mengangguk mengerti. Dia menerima sendok dari Novi, lalu mulai menyantap sarapannya. oOo Reyhan sudah menyelesaikan sarapannya. Novi membantu Reyhan meletakkan nampan berisi piring bekas sarapannya ke atas meja di samping ranjang pasien. Novi kemudian memberikan segelas air putih dan obat yang harus diminum Reyhan. Reyhan menerima semua itu tanpa kata. Dia segera meminum obat, lalu meneguk air putih hingga habis tak bersisa. Reyhan kemudian memberikan gelas kosong itu pada Novi yang masih berdiri di sebelah ranjang pasiennya. “Kamu butuh sesuatu yang lain, Mas? Atau kamu mau makan buah?” tanya Novi, menawarkan. “Nggak perlu,” jawab Reyhan, menggeleng. Dia kemudian menyandarkan tubuh di kepala ranjang. Novi mengela napas panjang melihat sikap Reyhan. Dia berusaha memaklumi sikap sang suami yang berubah menjadi dingin kepadanya. Novi hanya bisa merapal doa di dalam hati agar Reyhan segera mengingat ia kembali. Novi sangat merindukan sang suami yang selalu bersikap lembut kepadanya. Novi kembali duduk di sofa bersama Mama Imelda. Dia kemudian mengambil buah apel di atas meja, lalu mengupas kulitnya. Novi mencuci buah apel itu di wastafel sebelum memotongnya menjadi kecil-kecil dan menatanya di atas piring. “Mama mau makan buah?” tanya Novi, menawarkan Mama Imelda yang telah menghabiskan sarapannya. “Iya. Makasih, Sayang,” sahut Mama Imelda. Novi ikut memakan buah apel itu bersama Mama Imelda. Perutnya sudah tidak mual dan ia mulai merasa lapar. Novi senang bisa memakan buah apel tanpa memuntahkannya lagi ke dalam wastafel. Dia tidak ingin membuat Mama Imelda khawatir jika melihatnya muntah-muntah. “Rey, kamu ditemani Novi, ya. Mama mau pulang dulu,” kata Mama Imelda, bangkit dari sofa lalu berjalan menghampiri Reyhan. Buah apel yang di kupas Novi telah habis di makan. “Bukankah hari ini aku akan melakukan pemeriksaan, Ma? Kalau Mama pulang siapa yang akan menemaniku nanti?” tanya Reyhan, memandang sang Mama. “Kan ada Novi yang bisa menemani kamu, Rey,” jawab Mama Imelda, spontan. “Bagaimana kalau Dokter ingin menjelaskan sesuatu tentang kondisi aku, Ma? Nggak mungkin Dokter menjelaskannya kepada Novi karena dia bukan bagian dari keluarga kita, kan?” ujar Reyhan, tak setuju. Mama Imelda akan menjawab, tapi ia urungkan ketika melihat Novi menggelengkan kepala ke arahnya. “Kamu nggak perlu khawatir, Mas. Aku akan menghubungi Mama Imelda saat kamu menjalankan pemeriksaan nanti,” kata Novi, menenangkan. Hati Novi terasa sakit saat mendengar Reyhan mengatakan bahwa dirinya bukanlah bagian dari keluarga Permana. Novi ingin berteriak bahwa ia termasuk keluarga mereka. Namun, Novi berusaha menahan diri agar tidak melakukan hal itu. Dia juga memberi isyarat kepada Mama Imelda agar tidak keceplosan mengatakannya. Novi tidak ingin mengambil risiko yang bisa membuat kondisi kesehatan Reyhan semakin memburuk. “Baiklah.” Reyhan akhirnya setuju untuk membiarkan Mama Imelda pulang ke rumah. Mama Imelda tersenyum. “Kalau begitu Mama akan menghubungi Mang Kusno sekarang. Dia bilang akan menjemput Mama pukul delapan,” ujarnya memberi tahu. Mama Imelda berjalan menjauh dari ranjang pasien Reyhan menuju ke sofa tempat tasnya berada. Dia mengambil tas jinjing berwarna coklat muda, lalu membukanya. Mama Imelda mencari handphone yang ia letakkan di dalam tas. Setelah menemukannya, Mama Imelda mencari kontak Mang Kusno lalu meneleponnya. Terjadi percakapan via telepon antara Mama Imelda dan Mang Kusno selama beberapa menit. Novi mendengar Mama Imelda meminta Mang Kusno untuk menjemputnya sekarang. Mama Imelda akan menunggu di lobi rumah sakit setengah jam lagi. Selama Mama Imelda menelepon, Novi dan Reyhan sama-sama terdiam mendengar percakapannya. “Kamu ingin dibawakan sesuatu saat Mama kembali nanti, Rey?” tanya Mama Imelda, setelah mengakhiri percakapannya di telepon bersama Mang Kusno. Mama Imelda kembali memandang Reyhan yang masih duduk bersandar di kepala ranjang. “Tolong bawakan handphone milik aku, Ma. Aku ingin mengecek handphone itu untuk mencari tahu ingatan yang kulupakan,” pinta Reyhan. Mama Imelda dan Novi saling pandang. Reyhan mungkin bisa mencari tahu ingatannya yang hilang dengan mengecek semua hal yang ada di handphone-nya. Namun, hal itu bisa berakibat fatal jika Reyhan memaksakan diri untuk mengingat semuanya. Apalagi ada banyak foto Novi dan Reyhan di handphone itu, begitu juga pesan-pesan yang selama ini mereka kirimkan. Reyhan tidak boleh melihat dan membaca semua pesan itu. “Eh ... i-itu ... handphone kamu rusak saat kecelakaan kemarin, Rey. Mama nggak tahu masih bisa diperbaiki atau enggak,” kata Mama Imelda, beralasan. Reyhan menghela napas panjang. “Sekarang handphone-nya ada di mana, Ma?” tanyanya ingin tahu. “Ada di rumah, Rey. Nanti akan coba Mama bawa ke tempat servis handphone, siapa tahu masih bisa diperbaiki,” beri tahu Mama Imelda. “Baiklah,” ujar Reyhan, pasrah. “Kamu nggak perlu memaksakan diri untuk mengingat kenangan kamu yang hilang, Rey. Mama yakin ingatan kamu perlahan akan kembali lagi,” pesan Mama Imelda pada Reyhan. “Iya, Ma,” sahut Reyhan. “Kalau kamu butuh sesuatu, jangan sungkan untuk meminta tolong pada Novi, Rey,” ujar Mama Imelda. “Iya, Ma,” sahut Reyhan lagi. “Nov, tolong jaga Reyhan, ya. Hubungi Mama kalau pemeriksaannya sudah dimulai.” Kali ini Mama Imelda berpesan kepada Novi. “Iya. Baik, Ma,” jawab Novi, menganggukkan kepala. “Ya sudah .... Kalau begitu Mama pulang dulu,” pamit Mama Imelda. “Mau aku antar ke lobi, Ma?” tanya Novi, menawarkan diri. “Nggak perlu, Sayang. Kamu temani Reyhan saja di sini,” tolak Mama Imelda. “Baiklah. Hati-hati di jalan, Ma. Beri tahu aku kalau Mama sudah tiba di rumah,” pesan Novi. “iya, Sayang.” Mama Imelda mengambil tas miliknya di atas sofa. Berpamitan sekali lagi kepada Reyhan dan Novi, lalu berjalan meninggalkan ruang rawat Reyhan. oOo
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD