Putri memberikan segelas teh hangat ke arahku. Aku menerimanya lalu meminum teh itu. Lumayan juga untuk meredakan emosi, tapi yang paling membantu tentunya sosok si Cantik yang menemaniku, bukan teh hangat yang dia sodorkan barusan. "Ayang ni, pagi-pagi dah ribut aja sama tetangga sendiri..." tegur si Cantik sambil meremas tanganku. Aku menarik napas dalam. Bayangan tetanggaku tadi kembali terlintas di kepala, ditambah sosok janda bahenol yang bernama Githa dan sekelebatan sosok Teguh sang kepala desa. "Dia cerita soal keluargaku ke Githa, Put," jawabku pelan. Putri terdiam. Dia tahu tentang Githa dan bapakku. Kan aku dah cerita soal itu ke semua gadisku. "Dia juga cerita soal Ningrum dan bengkelku, pastinya dia juga cerita soal Ibu dan kalian juga," lanjutku. "Aku sudah berusaha