bc

Jenuh

book_age4+
62
FOLLOW
1K
READ
family
HE
playboy
goodgirl
kickass heroine
independent
heir/heiress
blue collar
tragedy
bxg
highschool
secrets
like
intro-logo
Blurb

Adena Ayunindyra (Dena), tidak pernah berpikir kalau Danendra Dareen, akan jenuh padanya dan perlahan menjauhinya. Dareen tidak mengangkat telponnya atau pun membalas pesannya. Dareen juga mengabaikannya ketika mereka bertemu.Dareen membuang pandangannya. Seolah Dena adalah gadis yang tidak pernah ia kejar. Dena yang merasa tidak bersalah terus bertanya dan mencari tahu.Ia berpikir, kalau Dareen sedang sibuk atau sakit. Dan membuatnya cemas. Tapi Satu jawaban, yang membuat Dena berhenti berharap. "Maaf Adena, sepertinya aku jenuh. Aku mau kita break, dulu." __Daren__ dan kalimat itu mematahkan hatinya. Membuat Dena terluka, dan menutup hatinya. Sampai ia bertemu Altarrazka Dinata (Athar). Lelaki baik hati yang memperhatikannya dan membuat Dareen merasa kehilangan dirinya. Kata JENUH itu membuat Dareen menyesal. Namun Dena telah menutup hatinya. Apakah Dena akan kembali pada Dareen. Atau dia menemukan cinta lain bersama hadirnya seorang Athar.

chap-preview
Free preview
Dena Ayuningdyra
Dena Ayunindyra. Ini adalah tahun pertamaku dan Dareen berpacaran. Biasanya aku selalu menerima kabar darinya setiap saat. Dareen akan bertanya, 'Aku sedang apa? Sudah makan apa belum? Sudah mandi apa belum? Mau main apa enggak? Kalau aku ke rumah kamu, kamu mau dibawain apa?' Atau ... 'Na, aku kangen. Kita main yuk?' Atau Na kemarin kamu cantik banget. Demi Tuhan aku tambah sayang sama kamu. Kamu ko, pinter banget dandannya. Kamu mah pake apa aja bagus, serasi dan cantik. Aku beruntung dapetin kamu. Aku sayang kamu Na.' Dan banyak lagi kalimat yang sampai saat ini masih terngiang di telinga. Dareen yang setiap malam minggu datang ke rumah membelikan apapun yang aku mau. Atau sebuket bunga mawar, dan makanan kesukaanku. Kami juga akan pergi keluar, untuk jalan-jalan sebentar kemudian nonton di bioskop. Oh, ya. Satu lagi hal manis yang selalu Dareen lakukan padaku. Dia akan mengusap pipiku, dan mencubitnya kecil sambil berkata. "Aku tuh sayang banget sama kamu. Dan gak akan pernah tergantikan." Lalu setelah itu dia akan menciumku. Iya, kami selalu berciuman. Kalian jangan meniruku, karena aku tahu ini salah. Aku adalah seorang remaja yang sedang dimabuk cinta. Dan membiarkan diriku hanyut pada apa yang aku rasakan. Dan aku terlena, karena aku sangat percaya padanya. Kalau Dareen tidak akan pernah menghianatiku. Yang aku tahu, Dareen sangat mencintaiku. Bahkan Dareen sempat mengajaku melakukan hal itu. Iya, hal yang selalu dilarang oleh kedua orang tuaku. Aku pernah hampir melakukan itu. Kami kala itu di rumahnya Dareen. Keluarga nya sedang tidak ada, kedua orang tuanya memang sibuk. Jadi, Dareen suka membawaku ke rumahnya. Aku yang memang labil dan sedang dimabuk cinta, aku mau-mau saja, karena aku sangat mencintai Dareen. Dan aku sangat mempercayai Dareen. Karena dia cinta pertamaku. Dan aku memang belum pernah jatuh cinta selain padanya. Kami kala itu sudah sama-sama tidak berbusana. Kala suara telpon dari Mamah yang menungguku pulang, dan mengkhawatirkanku membuatku selamat, dan tidak melakukan hal itu. Tapi tentu saja, Dareen sudah melihat diriku tanpa apapun. Iya, aku memang sebodoh itu. Tolong jangan ikuti aku ya. "Dena, ada yang beli bunga!" Suara Bos ku membuyarkan lamunanku. Aku memang masih pelajar. Tapi aku kerja part time di sebuah toko bunga. Gajihnya lumayan, karena di sini hanya ada satu toko bunga terbesar di kotaku. Namanya toko bunga 'Flower miracle'. "Eh, silahkan, Mas. Mau pesen bunga apa?" Kujumpai seorang lelaki remaja, yang sepertinya tidak jauh dariku. Atau mungkin kami satu umuran. Tapi jelas, lelaki ini memiliki tubuh tinggi di atas rata-rata. Dengan wajah yang begitu menawan. Dia memakai jaket hitam, dengan di dalamnya memakai kaos polos berwarna putih. Celana biru tua membungkus kedua betisnya yang jenjang. Lantas sneaker berwarna putih membungkus kedua kakinya, terlihat menawan sekali. Mengingatkanku pada Dareen yang hampir sebulan ini tidak membalas pesan dan tidak menjawab telponku. Aku tidak tahu dia ada di mana? Aku kalut. Dia pun sulit kujumpai di sekolah. Tuhan ... aku sangat merindukannya. "Ada anyelir gak? Saya mau satu buket bunga. Anyelir, di campur bunga mawar merah. Apa bisa?" Dia seperti sedang menelitiku, mungkin karena aku terlihat melamun saja. "Eh, iya Mas. Bisa ko, sebentar ya. Mas silahkan duduk di sana dulu." Setiap pembeli yang datang. Mereka memang bisa duduk di sebuah kursi yang sudah disediakan. Selain itu, aku pun akan membuatkan kopi, atau Teh, atau jus. Untuk menemaninya menunggu. Bunga yang di jual di sini, adalah bunga asli. Jadi kalau mereka ingin sebuket bunga. Mereka harus menungguku selama beberapa menit. "Mas, mau minum apa? Teh, kopi, atau jus?" Ini adalah minuman gratis dari toko kami. Lelaki itu terlihat berpikir beberapa saat. "Saya boleh minum air putih?" Pertanyaan yang langka sekali, aku dapatkan. Karena biasanya pembeli akan meminta jus segar, mengingat di sekitar sini agak panas. "Oh, boleh Mas. Tunggu sebentar ya." Aku pun segera mengambilkan segelas air putih, yang letaknya tidak jauh dari sana. "Silahkan Mas." Aku meletakan gelas berisi air itu di atas meja. Di depannya. "Saya buatkan dulu, bunga nya." Lelaki itu mengangguk, dengan senyuman manisnya. Dia sangat menawan. Aku segera berjalan ke arah di mana bunga-bunga itu berada. Sesekali aku melirik pada lelaki itu, aku takut dia kelamaan menunggu. Namun tidak, karena sepertinya dia tenggelam pada ponsel di tangannya. Dia terlihat tersenyum, sesekali menggigit bibirnya yang indah itu. Aku yakin sekali, dia sedang membalas pesan dari pacarnya. Ah, dia pasti sedang jatuh cinta. Mengingat itu, aku kembali memikirkan Dareen. Ada apa dengannya kenapa dia sama sekali tidak menghubungiku. Apakah aku punya salah padanya? Terakhir, kami bertemu. Adalah ketika dia memelukku setelah kami berciuman cukup lama. Dia seperti kehilangan kendali malam itu, dia ingin mengajakku untuk melakukan itu lagi. Tapi aku menolaknya. Mungkin kah dia marah padaku, karena itu. Tapi kan kita memang tidak seharusnya melakukan itu. Jadi apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus menyerahkan satu-satunya mahkotaku, hanya agar Dareen kembali padaku? Atau ... "Mbak, masih lama ya?" Aku terperanjat kala pemilik tubuh tinggi itu berada di depanku. Mungkinkah ia menungguku terlalu lama? "Eh, Mas, Maaf. Iya sebentar lagi ya?" Dia mengangguk pelan, dan menatapku beberapa saat. "Ada yang bisa saya bantu?" tanya nya. Aku melirik dengan gelengan pelan, juga malu. Karena ketahuan melamun terus. "Ah, enggak Mas. Silahkan duduk di sana. Nanti saya bawakan bunganya ke sana ya?" Dia kembali mengangguk, namun aku menangkap tatapan khawatir di kedua mata gelap itu. Dia pun kembali duduk, dengan sesekali melihat datar ke arahku. Semoga dia kembali ke sini dan membeli bunga di sini. Kalau dia kapok membeli bunga di sini karena diriku. Bos pasti marah. Akhirnya, bunga selesai aku rangkai. "Ini Mas." Aku meletakan bunga itu di atas meja. "Ah, bagus sekali. Terima kasih ya? Berapa Mbak?" tanya nya. "Seratus ribu, Mas." Dia mengeluarkan uang berwarna merah itu. "Dan airnya?" "Itu gratis, dari kami Mas." Dia tersenyum lagi. "Saya pikir, saya harus bayar juga," katanya dengan sebuah candaan khas, dan kekehan manis. Aku menggeleng saja. Dia terdiam beberapa saat. "Kalau seseorang sedang ulang tahun, saya berikan ini. Bagus gak?"tanya nya. "Itu bagus, Mas." Dia menghela napas lega. "Semoga dia suka!" Dia bergumam, dan aku yakin sekali. Yang dimaksud dia, olehnya adalah 'pacarnya'. Membuatku kembali ingat Dareen. Dia sering membawakanku bunga. Ah, bagaimana kabarnya dia. *** "Dena, lo sama Dareen sudah putus?" tanya Devina atau Devina Deondra. Dia adalah sahabatku di sekolah. Ah, aku adalah siswi kelas dua belas, yang sebentar lagi akan menghadapi ujian. "Enggak, emang kenapa? Kami kemarin malam mingguan," kataku agak berbohong. Aku tidak mau Devina tahu, kalau kami memang sudah tidak lagi berkomunikasi hampir sebulan ini. Devina terlihat terdiam. "Masa sih, ko gue malam itu. Lihat Dareen sama Keysa, teman sekelasnya di Kafe. Seriusan lo waktu malam minggu pergi sama dia?" Aku terdiam. Benarkah Dareen pergi sama Keysa? Yang kata orang bilang, dia itu gadis tercantik di sekolah kami. Mendadak dadaku sesak sekali. "Lo salah liat kali, Dareen sama gue ko." Bukan ingin menyangkalnya. Tapi hanya ingin agar Dareen tetap terlihat baik, di mata sahabatku itu. Namun tetap saja, kedua mata ini menjadi panas dan perlahan basah. Aku memilih tidak percaya, tapi ... untuk apa Devina berbohong padaku. Devina menggaruk tengkuknya bingung. "Iya, kali. Gue yang salah lihat." Dia meraih tanganku. "Ya udah, kita ke kelas aja. Gue lupa ngerjain PR. Gue nyontek ya?" Aku mengangguk dengan pikiranku yang mulai kalut. Kedua kakiku terasa gemetar. Kalau memang apa yang dikatakan Devina itu benar. Berarti ... Aku mengusap kedua mataku cepat. Karena mereka mendadak basah. Aku tidak boleh menangis di depan Devina. Aku harus tenang dan percaya. Kalau Dareen setia padaku. Tapi ... Tiba-tiba Devina menghentikan langkah kami. Membuatku kaget dan menatap padanya."Ada apa?" tanyaku. Dia terdiam, dan menatap ke arah koridor. Aku mengikuti arah pandangnya. Dan mendapati Dareen bersama Keysa Kirana. Si gadis tercantik di sekolahku itu. "Lo beneran, belum putus sama dia?" tanya Devina lagi dengan sangat hati-hati. Aku tahu, dia sangat mengkhawatirkanku. Aku tidak lagi bisa mengelak. Namun kenyataannya kami memang belum putus. Aku berjalan ke arah mereka, meski Devina melarangku. Aku tidak peduli dengan hatiku yang mungkin akan hancur karena kenyataan ini. Aku ingin tahu apa salahku. "Dareen!" Aku memanggilnya, dan membuat Dareen kaget. Ia segera melepaskan tangan Keysa yang ia genggam. Dia menatap Keysa dan bicara padanya. "Nanti kita bicara ya, aku ada yang penting dulu." Kemudian Keysa pergi. Dan Dareen menatap padaku. "Kita bicara di taman, boleh?" tanya nya hati-hati. Aku hanya mengangguk dan berjalan di belakangnya. Dia tidak lagi menggenggam tanganku. Seperti yang biasa yang ia lakukan. Kenapa? Aku pun tidak tahu. Tapi kedua mataku perih sekali. Tolong jangan menangis di sini. "Aku sudah lama mau bicara ini sama kamu." Kami sudah berada di taman belakang sekolah. Dan saat ini kami berdiri berhadapan. Aku yang merindukannya, melihat Dareen semakin tampan dan menyiksaku. Aku sungguh ingin memeluknya. Tapi mungkinkah Dareen masih ingin memelukku? "Na ... aku bingung dengan perasaanku. Aku ...," dia terdiam beberapa saat, dan menghela napas gelisah. "Aku takut nyakitin kamu." Tapi kamu sudah menyakiti aku. Kenapa harus takut? Dia terdiam lagi beberapa saat. "Na ... maaf, aku jenuh!" Aku masih terdiam, namun tidak lagi sanggup menatap wajahnya. Aku takut rindu, dan tidak lagi bisa melihatnya. Karena Dareen yang tidak ingin bertemu denganku. Aku mengangguk seolah mengerti. Meski hatiku terasa pedih sekali. Demi Tuhan ini sakit sekali. "A-aku mengerti ...," namun airmataku luruh saat ini juga. Dan Dareen menggapai wajahku hendak mengusapnya. Tapi aku menolak. "Jadi ..., kita apa?" tanyaku padanya pasrah. Dia menatapku lama beberapa saat. "Kita break ya?" "Kenapa tidak putus saja?" tanyaku yang mulai emosi namun tertahan. Dia meraih kedua bahuku. "Jangan putus, kita break aja." Aku menggeleng cepat, dan menghela napas berat sekali. Hatiku seperti dicabik. Aku tidak mau terluka lagi dan sakit lagi. Jadi mungkin akan lebih baik kalau aku mengakhiri semuanya. "Dareen, aku tidak apa-apa. Mari kita akhiri, terima kasih untuk semuanya. Dan selamat, karena kamu udah nemuin cewek yang kamu mau." "Keysa bukan pacar aku." "Tapi kamu pergi sama dia kan?" Air mataku tidak mau berhenti, aku tidak tahu kenapa. "Na ..., dengerin dulu. Ini gak seperti yang kamu pikirin. Aku dan Keysa ...," Sudahlah. Hatiku sudah sakit, dan aku tidak bisa lagi menahan ini. Tapi aku harus tetap tenang, dan tidak ingin membentak siapapun. "Tidak apa-apa." Aku melepaskan kalung pemberiannya, yang katanya tanda cinta dia untukku, setahun yang lalu. Namun ternyata hanyalah palsu itu. "Aku bisa mengerti!" Aku segera pergi dengan air mataku yang luruh deras sekali. Hatiku sakit sekali. Dan aku menyesal telah menerimanya dulu. Aku sungguh tidak percaya ini. Tolonglah aku, kenapa rasanya seperti ini. Namun, ada satu kalimat yang layak jadi acuan untukku. Bahwa cinta, tak selalu ada.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

(Bukan) Pemeran Utama

read
19.6K
bc

Head Over Heels

read
15.8K
bc

DENTA

read
17.0K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.4K
bc

Byantara-Aysha Kalau Cinta Bilang Saja!

read
284.7K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
204.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook