*Pusat kota Jiangnan.*
Saat fajar belum sepenuhnya menyingsing, Wei Xiao Yue dan para pasukannya akhirnya tiba di pusat kota. Mereka tidak terlebih dahulu kembali ke kamp Militer. Jenderal Wei Xiao Yue secara khusus memberikan kesempatan untuk para bawahannya beristirahat di sebuah penginapan, sementara dirinya sendiri pergi entah kemana.
Wei Xiao Yue sudah terbiasa terjaga bahkan untuk beberapa hari, jadi selepas pulang dari perang dan tidak tidur selema beberapa jam, itu tidak akan membunuhnya.
Cambuk kudanya telah menghilang di suatu tempat, jadi Wei Xiao Yue hanya bisa mengandalkan kakinya untuk memukul paha kudanya. Dalam sekejap, Jenderal Wei Xiao Yue lenyap dari penginapan.
*Fu walikota Jiangnan, Xue Fang.*
Berita tertangkapnya pasukan Dong Yang yang menculik Putra Mahkota akhirnya terdengar sampai ke telinga Xue Fang. Itu berarti sesuatu yang besar juga akan menimpanya.
"Aku harus segera melarikan diri dari sini. Siapkan kereta, kita akan ke dermaga!" Xue Fang mengemasi barang-barang yang masih bisa dia gapai. Uang, perak, serta harta-harta yang bisa dia masukkan ke dalam tasnya, langsung dia ambil!
"Sebelum pasukan istana datang, kita harus segera pergi!" Xue Fang tidak lupa untuk membawa anak berserta istrinya.
Baru saja kaki walikota Jiangnan itu melangkah dari ambang pintunya, suara pelayan Xue Fu tiba-tiba terdengar, "Tuan, tuan, itu…para prajurit Kekaisaran tiba. Mereka, mereka ada di depan gerbang."
Tidak bisa lewat depan, maka untuk bisa keluar dari pintu belakang juga pasti akan sulit. Tapi Xue Fang nampaknya sudah memperhitungkan masalah ini jauh-jauh hari. Dia masih tidak kehabisan akal. Xue Fang kembali menarik istri dan anaknya ke dalam ruang kerjanya.
"Suamiku, apa yang harus kita lakukan?!" Istri Xue Fang terlihat panik saat dia memeluk putra semata wayangnya.
"Walaupun aku harus mati, tapi kau dan Jin'er tidak bisa! Cepat masuk!" Xue Fang sudah selesai menggeser mejanya, dia kemudian membuka lantai kayu yang di bawahnya terdapat ruang bawah tanah.
"Ini adalah rute pelarian yang aku buat. Kalian ikuti saja, maka kalian akan bisa keluar dari Fu ini." Xue Fang memberikan belati pada putranya, "Ini, kau adalah anak laki-laki, kau harus melindungi ibumu. Apa kau mengerti?!"
Anak kecil berusia sebelas tahun itu masih menangis ketakutan, tangannya gemetaran saat dia berusaha memegang belati yang diberikan oleh ayahnya padanya. Melihat hal ini, walikota Xue Fang tidak bisa tidak merasakan sakit di dalam hatinya, "Ayah akan nenyusulmu. Tugasmu adalah melindungi ibumu dan dirimu sendiri. Jin'er, kau mengerti maksud ayah kan?"
Xue Jin, bocah kecil itu mengangguk seperti tengah menumbuk bawang putih, "Ya, Diedie. Aku mengerti."
Setelah perpisahan yang cukup mengharukan itu, Xue Fang kembali merapikan meja di ruang kerjanya, berusaha menutupi pelarian anak dan istrinya. Masih ada air mata di pipinya yang putih saat dia dengan putus asa mengambil pedangnya.
Di luar Xue Fu sudah luluh lantak, semua hiasan, tanamam hias, serta bebatuan putih yang mahal, yang beberapa jam yang lalu masih menjadi daya tarik Jenderal Wei Juni-o-r, kini sudah hancur karena serbuan para prajurit Kekaisaran.
"Xue Fang! Menyerahlah! Jenderal Wei Xiao Yue telah memerintahkan pada kami untuk menangkapmu! Kau adalah pengkhianat negeri yang seharusnya dihukum mati!" Yang berbicara itu adalah kepala pasukan keamanan Jiangnan, Zhuo Xiao.
Xue Fang keluar dari ruangannya, ada pedang di tangan kanannya. Melihat Fu-nya yang indah telah hancur dalam sekejap mata, Xue Fu tiba-tiba tertawa terbahak-bahak. Ada kegilaan di matanya saat dia berkata, "Ya, aku memang pengkhianat. Aku berkolusi dengan Dong Yang! Aku terlibat penculikan Putra Mahkota. Lalu apa? Lalu apa yang ingin kalian lakukan padaku?! Hah?!"
Xue Fang maju selangkah, dia berkata, "Kaisar bahkan tidak bisa melindungi Jiangnan, jika bukan aku, maka Jiangnan pasti sudah habis dibabat oleh Dong Yang!"
Xue Fang dengan putus asa berkata, "Jika aku tidak bersekongkol dengan Dong Yang dan tidak mencapai kesepakatan, maka rakyat Jiangnan akan mati! Menukar satu Putra Mahkota yang tidak berharga seperti Li Jin untuk puluhan ribu nyawa rakyat Jiangnan, bukankah itu sepadan?!"
"Jika saja Putra Mahkota pertama, jika saja Putra Mahkota yang dulu dibunuh masih hidup, maka aku yakin kejadian hari ini tidak akan terjadi?!" Xue Fang tanpa terduga mengetahui kejadian yang telah terjadi dua puluh dua tahun silam!
Walikota Jiangnan, Xue Fang mengangkat pedangnya. Hanya beberapa inci saja, jika pedang itu bergerak lebih dalam, maka urat kehidupan Xue Fang akan terputus. Xue Fang tersenyum mencibir, "Sejak Kaisar mengangkat Li Jin, putra selir itu menjadi pewaris tahta, maka hatiku untuk bisa mengabdi pada Tang sudah sirna! Mati akan menjadi pilihan terbaik daripada harus melihat negeri ini dipimpin oleh anak selir itu!"
Kata-kata Xue Fang itu juga mengakhiri hidupnya. Ketika dia menutup mulutnya, secara bersamaan urat nadi dilehernya juga terputus. Xue Fang akhirnya tewas karena bunuh diri!
Dari balik gerbang Xue Fu, Wei Xiao Yue yang tidak bisa tidur dan berniat untuk kembali ke Xue Fu tidak sengaja mendengar sesuatu yang menarik perhatiannya. Itu bukan tentang rasa tidak suka Xue Fang pada Li Jin, bukan juga tentang pewaris tahta atau ketidaksukaan Xue Fang pada Kaisar. Itu adalah kata-kata Xue Fang 'jika saja Putra Mahkota pertama masih hidup", kalimat itu tidak bisa menghilang dari kepala Wei Xiao Yue.
Wei Xiao Yue menelan ludahnya, jakunnya bergerak sekali, "Apa maksudnya?"
Tiba-tiba saja kepala Jenderal Wei Xiao Yue berdenyut dan merasakan rasa sakit. Jika bukan karena salah satu tentara yang menopangnya, maka Jenderal Wei Juni-o-r pasti sudah ambruk.
Tentara itu, "Jenderal, anda tidak apa-apa?"
Wei Xiao Yue mengangkat tangannya, dia memberikan isyarat bahwa dia tidak apa-apa. Setelah berhasil mengendalikan dirinya, dia berkata, "Aku pergi dulu. Kau urus semua di sini, laporkan semua padaku saat kita kembali ke kamp militer."
Setelah memberikan perintah, Wei Xiao Yue kembali naik ke punggung kudanya. Kali ini dia pergi ke sebuah tempat. Itu adalah kuil Buddha yang terletak di pinggiran kota Jiangnan, di sana cukup tenang dan sepi. Hanya saja, untuk seorang Jenderal yang tidak pernah berdoa, Jenderal yang malas untuk membakar uang kertas atau dupa, Jenderal Wei Xiao Yue, untuk apa dia ke kuil Buddha?
Lin Bo telah mengganti pakaiannya, dia memakai pakaian sederhana, ada sebuah baskom perak di kedua tangannya. Saat melihat sosok Jenderal Wei Juni-o-r, Lin Bo segera berjalan ke arah Wei Xiao Yue, "Jenderal, kau di sini."
"Bagaimana keadaan Xiao Baili?" Saat itu masih pagi, matahari bahkan belum terbit, suhu yang dingin membuat wajah Wei Xiao Yue membiru.
"Tuan muda baik-baik saja. Dia sedang beristirahat, Bikkhu yang merawatnya mengatakan bahwa dia demam. Itu karena racun di tubuhnya." Jawan Lin Bo.
Nama kuil itu Fuqi. Kuil yang terletak di pinggiran kota Jiangnan itu telah berdiri ratusan tahun yang lalu. Bahkan saat Jiangnan terancam dan penjajah masuk ke wilayah itu, para Bikkhu yang berada di sana, dari generasi ke generasi, masih menolak untuk mengungsi.
Perihal tahunya Jenderal Wei Xiao Yue tentang kuil Fuqi ini, walaupun nyatanya dia bukanlah seseorang yang taat beribadah, itu karena dia mengenal seseorang di kuil itu.
"Jenderal Wei, senang melihatmu lagi setelah sekian lama." Suara tenang yang berbaur dengan angin pagi tiba-tiba terdengar.
Suara yang cukup enak didengar itu berubah menjadi tusukan yang memekakkan bagi telinga Wei Xiao Yue. Wei Xiao Yue dengan malas berbalik, dia menyatukan kedua telapak tangannya dan berkata, "Tuan Wu, apa kabar?"
Orang bernama 'Wu' itu tersenyum, giginya terlibat berwarna putih pucat, mungkin efek dari sinar matahari yang belum sepenuhnya terbit. Kepalanya botak, jika matahari terbit, pasti akan membuat kepala licin itu menjadi bersinar, pakaiannya berwarna kunyit busuk, membuat orang yang melihatnya merasa bahwa itu adalah pakaian lapuk. Wu Nianzhen, seorang Bikkhu yang berusia sedikit lebih tua dari Jenderal Wei berkata, "Berkat Dewa, aku baik-baik saja."
Wei Xiao Yue menunjukkan senyuman yang bukan senyum, matanya memindai kepala botak Bikkhu Wu, dia berpikir, "Aku yang memiliki rambut panjang dan indah saja masih bisa merasakan hawa dingin masuk ke pori-pori kepalaku, bagaimana bisa dia bertahan dengan kepala seperti itu?"
Semakin memikirkan hal ini, maka semakin menarik bagi Wei Xiao Yue. Dan tanpa sadar tersenyum mengejek dan hampir memperlihatkan giginya yang putih.
"Jenderal, ehem.." Lin Bo telah mengetahui bahwa tuannya itu memiliki sedikit masalah dengan Bikkhu, jadi dia berusaha menghentikan Wei Xiao Yue mencela di dalam hatinya.
Wei Xiao Yue, "Maafkan aku karena telah merepotkan Tuan Wu dalam menangani putraku."
"Membantu adalah tugas setiap manusia. Walaupun tuan muda itu bukanlah putra Jenderal, aku masih akan tetap menolongnya. Tapi karena dia adalah putra seorang pahlawan, maka aku lebih ingin menolongnya." Ujar Wu Nianzhen.
Wei Xiao Yue mencibir di dalam hatinya, "Yah, terserah kau saja."
Pembicaraan yang menurut Wei Xiao Yue itu memuakkan, segera berakhir ketika Wei Xiao Yue berpamitan untuk melihat putranya. Tapi Bikkhu itu masih ingin berbicara lebih lama, dia kembali menahan Wei Xiao Yue, "Ada racun di tubuh tuan muda."
Wei Xiao Yue, "!!"
Melihat Wei Xiao Yue akan bertanya padanya, Wu Nianzhen terlebih dahulu berkata, "Itu bukan dari anak panah. Anak panah itu memang beracun, tapi ada lapisan kain yang menghalangi racun itu masuk. Maksudku, anak panah itu tidak sepenuhnya menusuk dadanya."
Lin Bo masih memegang baskom berisi air di tangannya, air yang semula hangat itu kini hampir membeku karena udara dingin, "Itu benar Jenderal. Aku mempelajari anak panah yang telah dicabut dari tubuh tuan muda, dan memang racun itu tidak sepenuhnya berada di ujungnya. Tuan muda beruntung, jimat yang dia letakkan di dadanya membuat besi itu tidak menembus sampai ke jantungnya. Dia hanya mengalami luka ringan. Dan guru Wu telah mengobati tuan muda."
Wei Xiao Yue mengangguk dan mengerti, dia akhirnya pergi untuk melihat keadaan Baili Qing Shi, sementara Lin Bo pergi untuk mengganti air yang tadi dia ambil.
Ruangan itu tidak cukup besar, itu hanyalah kamar kecil yang di dalamnya hanya ada lilin dan ranjang bambu. Selimut tipis disusun menjadi bantal dan kain tipis menyelimuti Baili Qing Shi yang pingsan.
Wei Xiao Yue, "Mungkin aku harus beramal di sini."
Masih sempat untuk mengutuk kamar yang jauh lebih baik dari gubuk yang pernah ditempatinya saat masih beridentitas sebagai 'Wen Xiaobo' si tunawisma merepotkan, Wei Xiao Yue nyaris melupakan orang yang tengah berbaring di atas ranjang bambu itu. Suara Baili Qing Shi yang mengigau segera membuat Wei Xiao Yue tersadar.
"Xiao Baili! Xiao Baili, ini aku." Wei Xiao Yue memegang dahi Baili Qing Shi, "Hiya, bahkan telur akan matang jika aku memasaknya di atas jidatmu."
Wei Xiao Yue, "Lin…."
"Xiao Ge, jangan pernah tinggalkan aku lagi." Wei Xiao dikejutkan oleh tangan Baili Qing Shi yang meraih tangannya. Mata pemuda itu terpejam, tapi dia masih mengigau, "Xiao Ge, Xiao…"
Wei Xiao Yue, "…."