Chapter 2

1263 Words
Setelah berpamitan dengan mamanya, Raiga pergi ke stasiun kereta awan menuju Bumi. Dia menunggu kedatangan kereta di kursi tunggu setelah membeli tiket, dia duduk bersebelahan dengan seorang gadis berambut biru panjang, berjaket merah berbulu. Karena lapar, Raiga membuka kopernya, mengeluarkan sekantung keripik kentang untuk camilannya. Ketika dia memakan keripiknya itu, sang gadis yang ada di sebelahnya tiba-tiba menoleh padanya. Sontak, Raiga kaget, soalnya tatapan yang dipasang oleh gadis berjaket merah dan berambut biru itu seperti orang yang sedang tidak mau diganggu, mungkin saja suara krispi dari keripik itu mengganggu pendengaran gadis tersebut, pikir Raiga. Daripada diam saja, Raiga bertanya pada gadis yang masih menatap matanya itu dalam keheningan. "Apa kau merasa terganggu?" Bola mata merah dari gadis tersebut langsung membesar setelah mendengar pertanyaan dari Raiga, sungguh, pikirannya tiba-tiba berkecamuk, dia takut kehadirannya benar-benar mengganggu gadis asing itu. "Tidak," Suara lembut itu berasal dari bibir tipis gadis di sebelah Raiga, namun, sekarang kepala sang gadis berpaling darinya. "Aku hanya sedang ... lapar." Sedetik kemudian, Raiga tersenyum, ternyata alasan mengapa gadis itu memandang dirinya adalah dia ingin merasakan keripik kentang yang dikunyah Raiga untuk menutupi rasa laparnya. Astaga, rupanya alasan yang gadis berambut biru bilang padanya benar-benar membuat Raiga ingin tertawa. "Kau lapar?" Raiga menyodorkan keripik kentangnya kepada gadis berjaket merah di sebelahnya itu. "Ini enak lho." Sang gadis dengan malu-malu mengambil keripik kentang yang ada di tangan Raiga lalu melahapnya secara lembut. "Kau benar, ini sangat enak, terima kasih," kata gadis itu dengan sopan. "Aku ingin berkenalan denganmu." Mendengar hal itu langsung membuat Raiga membelalakkan matanya. Dia tidak percaya ada seorang gadis yang ingin mengajaknya berkenalan duluan. "Hah?" Raiga tersenyum kecut. "Kau tadi bilang apa?" "Aku ingin berkenalan denganmu, bolehkah?" Alangkah kagetnya Raiga mendengar pertanyaan itu. "Te-tentu saja," ucap Raiga gelagapan. "Namaku Kuruga Raiga Bolton, panggil saja aku Raiga!" Gadis itu mengangguk. "Raiga?" Kata gadis itu dengan senyum malu-malu. "Nama yang keren. Kalau namaku, Zelila Yuna Birikawa, kau boleh memanggilku Yuna." Raiga tersenyum. "Baiklah, Yuna, kita sekarang berteman." Kedua pipi Yuna memerah mendengarnya. Tut~ Tut~ Tut~ Suara kedatangan kereta yang ditunggu Raiga akhirnya datang juga, pria berjaket hitam itu langsung berdiri. "Yuna, keretaku sudah tiba, aku pamit ya!" Namun, Yuna juga ikut berdiri. "Rupanya kita menunggu kereta yang sama ya, Raiga." Mendengar hal itu, Raiga terkejut. "Jadi kau juga menunggu kereta ini?" Yuna mengangguk sebagai jawaban. Dan kemudian, mereka berdua memasuki kereta bersama, dan duduk di ruangan yang sama di dalam kereta. "Ahaha! Aku tidak mengira kalau kita akan ke tempat yang sama, aku pikir kau berbeda tujuan denganku." Raiga terkekeh-kekeh mengingat kejadian satu jam yang lalu, Yuna hanya tersenyum tipis menanggapinya. Ceklek! Seorang pria seumuran Raiga tiba-tiba masuk ke ruangan mereka tanpa permisi, duduk di hadapan Raiga dan Yuna dengan wajah sombong. "Apa?" ucap pria berambut merah itu dengan pedas. "Kalian tidak suka dengan kehadiranku?" "Bukan begitu," Raiga menjawab. "Kami hanya terkejut kau datang tanpa permisi pada kami, apa kau pernah belajar sopan santun? Tata krama? Etika?" Terdengar menyinggung, lelaki berambut merah itu langsung berdiri, menantang Raiga. "Kau mau berkelahi, rambut perak?" Raiga tersenyum. "Kita di dalam kereta," balas Raiga. "Setidaknya jangan lakukan hal konyol di sini." "Kau takut padaku?" Pemuda itu masih ingin menggoda Raiga. "Hentikan!" Yuna pun ikut berdiri, menengahi perseteruan antara dua lelaki ini yang kian memanas. "Kalian berdua, duduklah, kita bisa bahas hal ini dengan tenang." Lelaki itu nyengir mendengarnya, Raiga menuruti kemauan Yuna dengan duduk damai di kursi. "Oh, sebagai sopan santunku, aku ingin memperkenalkan diri, namaku Zapar, ingat itu ya?" Dan dengan sombongnya, Zapar keluar dari ruangan Raiga dan Yuna tanpa permisi. Yuna menatap pintu yang telah di lewati oleh Zapar. "Pria yang sangat aneh," kemudian dia kembali duduk, mengusap punggung Raiga. "Kau tidak perlu meladeninya, dia tipe orang yang kubenci, Raiga." Raiga menutupi kekesalannya dengan tersenyum lembut pada Yuna. "Tidak apa-apa, aku baik-baik saja." Yuna meletakkan keripik kentang yang dipegangnya ke meja. "Raiga, kau berasal dari mana?" tanya Yuna, mencoba mengalihkan pembicaraan. "Aku berasal dari Tuvu," balas Raiga. "Kau sendiri?" Yuna mengusap rambut birunya. "Aku dari Liyka," ucap Yuna dengan menundukkan kepalanya. "Ya, kau pasti sudah tahu kan tentang Liyka?" Raiga mengangguk. "Aku dengar, Liyka sedang mengalami krisis ekonomi ya? Banyak perusahaan-perusahaan yang gulung tikar di sana, dan jumlah penduduknya semakin banyak, sehingga tidak mampu untuk menampung kehidupan yang layak. Tapi, aku mengatakan hal itu bukan untuk meledekmu atau semacamnya kok, aku bukan orang yang seperti itu." Mendengar penjelasan dari Raiga membuat Yuna terkikik geli. "Hihihi! Kau ini ada-ada saja, Raiga," Yuna menahan tawanya. "Mana mungkin aku marah hanya karena kau menjelaskan kenyataan tentang desaku? Itu sesuatu yang wajar kok, aku menghargainya." Raiga menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal, tersenyum bodoh pada Yuna. "Yah, aku pikir, kau orang yang sensitif, Yuna." Yuna menggelengkan kepalanya. "Tenang saja, aku sudah terbiasa kok." *** Dalam perjalanan menuju Bumi, kereta awan ini akan melaju selama 15 jam, melewati ketujuh langit dengan kecepatan cahaya. Sebenarnya, para malaikat bisa saja turun ke Bumi menggunakan sayapnya masing-masing, namun, karena keamanan yang sangat ketat dan peraturan-peraturan lainnya, mereka tidak diperbolehkan memakai sayapnya untuk pergi ke Bumi. Setiap malaikat yang hidup, pasti memiliki dua buah sayap angsa di punggungnya, namun, sayap itu tidak akan terlihat jika mereka tidak mengaktifkannya, karena itulah, semua malaikat kelihatan seperti manusia biasa setelah menonaktifkan penggunaan sayap. Termasuk Raiga, apalagi, sayap yang dia punya hanya satu, dan itu artinya dia adalah seorang malaikat gagal, makanya bocah itu tidak pernah mau mengaktifkan sayapnya karena dia malu. Kereta ini terus bergerak, dari dalam ruangan, Raiga melamun memandang ke luar jendela, melihat pepohonan yang terlewati dengan kencang, sementara Yuna sedang tertidur pulas di sofa. "Permisi," Seseorang mengetuk pintu ruangan, Raiga langsung sadar dan menjawab. "Siapa?" "Teman baru kalian, Zapar." ucap lelaki tersebut di luar pintu, ternyata benar, jika ditelisik lebih dalam, suara itu milik pria yang pernah masuk ke dalam ruangan ini dengan gaya yang sombong. "Apa kau keberatan jika aku masuk sebentar?" Raiga belum mau menjawab, dia menimbang-nimbang terlebih dahulu. Apa orang itu akan membuat masalah lagi dengannya? Tapi, Zapar sudah berbeda, caranya untuk masuk ke tempat Raiga saja sudah agak sopan, tapi untuk apa dia kembali? Merepotkan saja. "Masuklah." jawab Raiga dengan nada yang datar. "Oh, terima kasih, kawan," Tubuh Zapar yang tinggi dan besar mulai masuk ke dalam ruangan Raiga, rambut merahnya bersinar, muka galak dan sombongnya terpahat di wajahnya. "Selamat siang, kawan." Zapar duduk di bangku, berhadapan dengan Raiga dan Yuna yang tengah terlelap. "Kenapa kau kembali?" Mendengar itu, Zapar tersenyum. "Aku ingin tahu namamu," Raiga mengernyitkan alis. "Kuruga Raiga Bolton," kata Raiga. "Itu namaku." Zapar terbelalak mendengar nama Raiga. "Kuruga Raiga Bolton?" ulang Zapar dengan ekspresi kaget. "Kenapa nama kita sama?" "Hah?" Raiga mulai kesal. "Sama? Apa maksudmu?" "Maksudku, namaku adalah Kuruga Zapar Bolton, kita memiliki nama keluarga yang sama, kawan!" Zapar mulai terdengar resah. "Kuruga Bolton! Itu adalah nama keluargaku, kawan?" "Nama keluargamu?" Raiga menatap kaca jendela. "Kau sedang bergurau ya?" "Aku serius, kawan!" Zapar mencengkram celananya. "Apakah nama ibumu sama dengan namamu?" "Tentu saja, bodoh." balas Raiga. "Nama ibuku adalah Kuruga Felis Bolton, dan untuk apa kau mempermasalahkan itu?" "Hey! Bisa saja kita ini saudara jauh, iya kan?" Zapar menyeringai. "Dan itu sangat bagus, kawan!" Raiga bersiaga, karena saat ini, Zapar terlihat ingin menyerangnya, dia harus menghentikannya, apalagi ada gadis yang sedang tertidur, dia tidak boleh membangunkannya. "Kau kelihatan gelisah, ada apa, kawan?" Zapar kembali santai, dia menyilangkan kakinya. "Tenang saja, aku sudah menjadi temanmu, kita bukan musuh." Memang benar, tapi tingkahmu mengatakan kalau kita masih belum berteman, bodoh. Raiga sangat tidak nyaman dengan kehadiran Zapar di hadapannya. "Zapar," Raiga sudah muak. "Kemana kau akan pergi?" "Aku akan pergi ke Neraka." "Hah?" Raiga kaget. "Ke Neraka?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD