Saat itu… Devan menatap ayahnya dengan wajah penuh permohonan. Tatapan matanya begitu memelas, seolah benar-benar membutuhkan bantuan dari lelaki paruh baya yang ada di depannya itu. Sedetik kemudian, dia menjatuhkan diri di hadapan ayahnya. Terduduk di lantai sambil memeluk kaki lelaki itu. "Aku mohon, Dad. Bantu aku kali ini. Aku tidak ingin kehilangan Elaine dan anakku," bujuknya memelas. Sedangkan Bagus tampak menghela napas panjang. Kenapa anaknya itu sampai bersikap seperti ini hanya karena seorang wanita? Lagipula, apakah benar yang dikatakannya? "Apa buktinya jika anak Elaine adalah anakmu? Kenapa semuanya terjadi sangat kebetulan?" tanya Bagus. "Mungkin takdir," jawab Devan cepat. Dia mendongak untuk bisa menatap ayahnya. "Mungkin, aku belum mempunyai bukti yang seratus