Ospek

1032 Words
Adel pov Aku masih cukup mengingat angkot jurusan apa yang harus aku naiki untuk menuju ke kampus. Sesekali aku melirik jam tangan biru dongker milikku, karena ingin memastikan apakah aku terlambat atau tidak. Sekarang waktu sudah menunjukkan pukul 06.17 sedangkan aku harus sampai di kampus pukul setengah tujuh. Jam sepagi ini ibu kota sudah macet, sungguh hebat sekali. Jika ditempatku, jam segini orang-orang mungkin masih tertidur atau masih menonton acara pagi. Dengan cemas aku terus menatap jam milikku dan aku segera berlari menuju ke gerbang kampus disaat waktu masih menunjukkan kurang dari lima menit untuk kegiatan hari ini benar-benar dimulai. "Huh untung gak terlambat." Gumamku. Setelah melihat orang-orang yang berpakaian sama denganku menuju ke lapangan, aku pun mengikuti mereka. Tak sengaja aku melihat seorang gadis yang sama pakaiannya denganku tengah kesusahan karena entah bagaimana tas yang dibawanya terjatuh dan berceceran dan tidak ada yang membantunya. Kebaikan hatiku mulai bereaksi saat ini, ketika melihatnya. Bagaimana mungkin aku pura-pura tidak melihat jika ia berada di hadapanku. Segera kubantu dia memasukkan barang-barangnya ke dalam tas. "Makasih ya." Aku tersenyum simpul saat ia berterimakasih. Ku pikir orang kota sombong. "Ya sama-sama." "Oh iya kenalin nama gue Vanya." Ujarnya mengulurkan tangan. Aku membalas uluran tangannya. "Adel." "Eh kita kesana yuk, biar lo ketemu temen-temen gue. Siapa tau cocok." Aku pun hanya bisa menganggukkan kepala. Saat ini aku belum mengenal siapa pun kecuali Vanya, jadi aku harus memanfaatkannya dengan baik. Ternyata teman-teman Vanya sangat welcome padaku. Jadi di hari pertama ini sudah mendapatkan beberapa teman kenalan. "Ayo dek, cepet baris yang rapih." Mendengar teriakan dari seorang kating, aku dan teman-teman segera ikut berbaris walau akhirnya mendapatkan barisan di belakang. Seperti acara lainnya ketika di sekolah, ada pembukaan itu, pembukaan ini, pidato itu dan pidato ini. Dan selama itu pula aku dan Vanya terus mengobrol dengan berbisik. Kadang ia menceritakan hal konyol, kata-kata lucu dan lainnya. Ini sungguh menyenangkan dibanding harus mendengarkan hal tidak bermutu di depan. "Eh gila itu ganteng banget." Ia melihat ke depan dengan menjinjit, disana nampak seorang pemuda tampan seperti yang dikatakan oleh Vanya hendak menaiki mimbar. "Itu siapa?" Tanyaku. "Itu pres-BEM." Aku bergumam mengerti dan menganggukkan kepala. "Ganteng ya, tapi walau pun begitu pacar gue tetep dihati." Aku terkekeh geli mendengarnya. "Udah berapa lama pacaran?" Tanyaku. "Akhir bulan nanti tepat 3 tahun." Aku tersenyum lebar dan menyalami tangannya. "Wah selamat ya. Jujur gue belum pernah merasa pacaran selama itu. Gue harap lo dan dia tetep langgeng jauh-jauh dari para perusak hubungan." "Amin, thanks doanya. Gue juga berdoa semoga lo bisa dapet cowok seperti kriteria lo." Aku terkikik geli mendengar bisikannya. "Eh kakak pres-BEM kayaknya ngeliatin lo terus deh." Bisiknya lagi. Aku melirik ke arah yang dimaksud Vanya. Dan benar dia tengah menatapku saat ini dan aku melihatnya. Walaupun mataku ini terkena rabun jauh alias minus, tapi jika berkenaan dengan pria tampan dari radius 1000m pun aku bisa melihatnya. Aku segera berdiri tegak dan berusaha menyimak apa yang diucapkannya. Aku takut nanti malah seperti cerita-cerita yang sering ku baca. Aku ketahuan mengobrol ketika kakak pres-BEM tengah berpidato lalu disuruh maju dan dihukum. "Dia tipe pria idaman lo banget kan?" Goda Vanya terkekeh geli. Aku mencoba menahan tawa. "Dasar Vanya. Udah baris lo yang bener. Dihukum ntar kita." Ujarku sedikit berbisik. Sedari awal melihatnya hingga pidatonya selesai kami terus beradu pandang. Sepertinya dia ingin adu adu pandang siapa yang menjadi pemenang. Selepas pidato dari sang pemimpin, rangkaian kegiatan ospek pun dilakukan. Rasanya tubuhku lelah dan terasa panas karena terjemur sinar matahari. Sungguh cobaan yang berat. Sedari tadi aku merasa ada yang mengawasi ku, tapi entah siapa. Aku tidak berani melepas pandangan dari kating yang terus mengoceh dihadapanku ini. Tak terasa berjam-jam sudah aku disini dengan teman-teman calon mahasiswa yang lain dan waktu makan siang tiba, dengan membubarkan barisan serta memberitahu waktu untuk kembali ke lapangan. Aku, Vanya dan teman-teman lain berkumpul dilapangan sebelum memutuskan ingin kemana. "Kita kantin aja yuk, gue traktir deh." Ujar Ghea. "Wah boleh tuh. Laper banget nih gue." "Yaudah kita kantin sekarang." "Eh guys." Interupsiku. Mereka berhenti melangkah. "Kalian duluan aja ya, ntar gue nyusul. Ada sesuatu nih." "Oh yaudah ntar biar gue pesenin ya del." "Oke thanks ya." Aku mengambil jalur terpisah dari teman-temanku yang lain. Mereka pergi ke kantin dan aku ingin sekali melihat taman kampus yang berada dibagian kanan kampus yang luas ini dengan bantuan selembar kertas yang berisikan tempat tempat yang ada dikampus agar tidak tersesat. Sepertinya aku tidak menyesal kesini karena disini udaranya sejuk dan nampak indah. Tiba-tiba dua buah tangan memelukku dari belakang. Aku pun terpekik kaget dan refleks melepas pelukan itu dan menatap sang pelaku dengan takut-takut. Kakak pres-BEM?? "Kakak mau ngapain?!" Tanyaku histeris sambil menyilangkan tangan didepan dada. Berjaga-jaga, karena ini adalah aset berhargaku. Ia menatapku bingung dan memiringkan kepalanya sedikit. Sepertinya ia salah orang. Tapi anehnya ia tersenyum kecil dan berjalan mendekatiku. Aku masih dalam posisi siaga pun mundur perlahan. "Jangan mundur." Ujarnya yang coba tuk ku patuhi walaupun masih sangat ragu. Dia mendekatkan wajahnya pada leherku secara sengaja, dengan cepat aku menghadangnya dengan salah satu telapak tanganku yang berhasil mendarat diwajah tampannya. "Mau ngapain?!" Tanyaku kesal. Ia pun menegakkan tubuhnya yang awalnya sedikit merunduk hingga tanganku terlepas dari wajahnya. "Harum strawberry." Mendengar perkataannya aku menaikan alisnya mencoba mencerna. Aku pun mencoba untuk mencium bau tubuh ku, yang benar saja jelas-jelas tubuhku bau ketiak dan keringat. Aku pun menelan ludah pahit, pria tampan ini begitu semena-mena. "Ngejek banget sih kak, gak lucu tau." Ujarku sangat-sangat kesal. "Dasar gak punya hati." Dengusku, lebih baik aku pergi dari hadapannya. Daripada masalah semakin runyam. "Mau kemana?" Tanyanya menahan pergelangan tanganku. Ih sok perhatian banget sih nanya-nanya. "Bukan urusan kakak. Lepasin." Ujarku mencoba melepaskan diri. Entah bagaimana aku sudah berada dipelukannya. "Mine! You're Mine! Just Mine Sweetheart!" Bisiknya membuat aku geli, bahkan dengan tidak sopannya dia menggigit telingaku gemas. Cup! Aku tidak tahu apa yang terjadi, intinya si kakak itu sudah tidak ada lagi di hadapanku. "Telinga gue eror!" "Mata gue gak bener!" "Gara-gara baca novel berlebihan gue begini." "Fix otak gue bermasalah!" "Astaga first kiss gue!!" PrinceMate❤
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD