Rahma yang merasa sangat bersalah pada Sekar akhirnya nekat ke kamar Sekar. Awalnya ia ragu-ragu untuk membuka pintu karena ia tahu ada Hamdan di dalam. Rahma meraba pintu itu ada keinginan untuk melihat ke dalam karena rasa bersalah yang terus menerus memenuhi hatinya. Namun, ada rasa ragu juga takut ia mengganggu pembicaraan Hamdan dan Sekar.
Namun, rasa penasaran dan juga rasa bersalahnya semakin membesar dan akhirnya ia memberanikan diri untuk membuka pintu perlahan. Tepat saat ia berhasil melihat ke dalam kamar. Sebuah pemandangan yang membuat jantungnya berdegup kencang membuatnya mematung dan detik berikutnya ia tutup kembali pintu itu dengan sangat perlahan.
Jantungnya berdetak tak karuan.
Rahma buru-buru masuk ke dalam kamarnya dan menutup tubuhnya dengan selimut.
****
Sekar dan Hamdan melepas pagutannya dan kembali saling tatap. Hamdan bahkan memberikan senyum manisnya untuk Sekar. Membuat Sekar meleleh di buatnya.
Hamdan mengusap bibir Sekar dengan ibu jarinya. “Manis dan kenyal,” puji Hamdan membuat Sekar tertunduk malu. Hamdan lagi-lagi menahan senyumnya.
“Kenapa?” tanya Hamdan.
“Ma-malu aku, Mas.” Hamdan membekap mulutnya yang hampir tertawa dengan kepolosan Sekar. Di raihnya pinggang Sekar dan ia peluk dengan mesra.
“Belajar membalas cintaku ya, Sayang,” bisiknya tepat di telinga Sekar. Sekar begidik mendengar bisikkan Hamdan yang sangat intim itu. Ia bahkan bisa merasakan bibir Hamdan yang begitu menempel pada telinganya.
“Mas ….”
“Sttt … pejamkan matamu.” Sekar menggigit bibir bawanya dan mencoba menuruti permintaan Hamdan. Ia memejamkan kedua matanya dengan d**a berdebar-debar. Karena, saat kedua matanya tertutup telinganya terasa seperti di gigit kecil dan di jilat. Lalu bibir Hamdan terasa di leher Sekar membuat Sekar otomatis memiringkan kepalanya memberi akses penuh untuk Hamdan.
Kedua mata Sekar terbuka saat merasakan sebuah hisapan di lehernya dan secara refleks ia mendorong tubuh Hamdan karena panik. Hamdan sampai tersentak mundur dan menatap Sekar dengan bingung.
“Sekar, sayang, ada apa?”
“Maaf, aku-aku kaget tadi, Mas, ngapain tadi?” Sekar meraba lehernya yang nampak basah dan masih terasa bekas hisapan. Hamdan mendadak salah tingkah di tanya seperti itu. Ia memalingkan wajahnya sejenak dan berdehem. Lalu menatap Sekar dan meminta maaf.
“Maaf ya, aku lupa kamu tidak terbiasa dengan hal ini. Aku malah mengagetkanmu, harusnya aku pelan-pelan tadi.”
“Memang, Mas Hamdan ngapain?” Hamdan kembali bingung dengan pertanyaan yang sama dua kali dari Sekar. Bagaimana menjelaskannya coba.
“Ya, itu … ehm … hanya apa ya, itu sekedar, sekedar apa ya?” Hamdan jadi bingung sendiri dan lebih pada malu untuk menjelaskan secara blak-blakkan. Kalau di ingat malam pertamanya dengan Rahma, ia selalu menerima dan langsung pasrah tidak canggung dan bingung seperti ini. Mungkin pengaruh pergaulan juga. Setahu Hamdan Rahma sangat pandai bergaul sementara Sekar hanya memiliki Rahma dan banyak diam di rumah. Mungkin hal itu lah yang membuatnya tak mengetahui hal-hal mendasar tentang s*x.
Sepertinya Hamdan tak bisa melakukan itu sekarang. Sekar masih belum paham betul dan akan sulit nanti melakukannya. Hamdan akan mencobanya perlahan-lahan mengenalkanya pada hal dasar lebih dahulu. Sepertinya ia butuh pertolongan Rahma tentang hal ini. Kalau sesama perempuan kan bisa lebih enak ngobrolnya dan santai tentu saja. Di tambah Rahma sangat berpengalaman karena ia akan melahirkan seorang anak.
Hamdan mengusap pipi Sekar. “Mas, pamit ya, belum bisa tidur sama Sekar, nggak apa-apa kan?” Sekar menunduk dan mengangguk.
“Jangan nunduk dong, Mas, kan mau lihat wajah Sekar saat bilang iya.” Sekar mengangkat kepalanya dan menatap Hamdan lalu setengah berbisik ia mengatakan. “Iya.” Hamdan tersenyum dan memaklumi.
“Sekar, coba tatap mata Mas.” Sekar menatap mata itu.
“Bisa lihat wajah kamu nggak di sana?”
“Bisa.”
“Cantik ya.” Sekar tersentak dan langsung menunduk malu. Hamdan lagi-lagi menahan senyumnya. Menggoda Sekar itu mudah sekali dan ekspresinya itu selalu saja membuatnya ingin tertawa karena gemas.
“Sekar memang cantik kok, jadi, jangan minder dan malu ya, harus bangga dengan apa pun yang kita miliki karena Allah masih sayang sama kita.”
“Allah sayang sama Sekar?”
“Tentu dong.”
“Tapi ….” ucapan Sekar tak ia lanjutkan.
“Tapi apa?”
“Ah, tidak apa-apa. Sekar tahu Allah sayang Sekar.”
“Pintar, yaudah, Mas balik ke kamar Rahma ya.” Sekar mengangguk dan mengukir senyum. Hamdan pun membalas senyum itu. Hamdan membuka pintu kamar dan saat melangkah keluar kakinya berhenti dan ia pun menoleh membuat Sekar bingung.
“Ada apa, Mas?”
“Ada yang ketinggalan,” ujarnya. Sekar pun langsung melihat sekeliling siapa tahu ia bisa menemukan apa yang ketinggalan itu. Hamdan mendekat dan meraih dagu Sekar lalu tanpa aba-aba ia mengecup bibir Sekar. Membuat Sekar diam bagai patung.
“Ngapain di cari, orang bibirnya di sini.” Hamdan mengusap bibir Sekar dan pergi dari sana. Sekar langsung menjatuhkan tubuhnya di kasur seketika.