Bab 12. Kebaikan Galang

1266 Words
Operasi ibu Novia sudah selesai. Novia juga sudah menemani ibunya sampai sadar setelah operasi. Malam ini, Novia berencana untuk meminta ijin pada Galang, karena dia ingin menemani ibunya. Dia sedang menunggu Galang pulang, karena tadi Galang menyuruhnya pulang dulu. “Pak Galang dateng tuh, Nov,” ucap Bik Darmi yang mendengar ada suara mobil datang. “Kayaknya iya, Bik. Aku juga udah pengen ke ibu. Kasian di rumah sakit sendirian,” jawab Novia. Dan benar saja, Galang masuk dari pintu depan. Novia berdiri, bersiap menghadap ke majikannya. “Pak, sa—“ “Ikut saya ke ruang kerja,” titah Galang yang langsung berjalan ke arah ruang kerjanya. Novia dan Bik Darmi saling berpandangan. Novia tidak mengerti kenapa Galang memanggilnya. Tentu saja takut. Aura Galang selalu menakutkan di mata Novia. Novia mengetuk pintu ruang kerja, lalu segera membuka pintu ruang kerja. Dia masuk dan melihat Galang duduk di kursi kerjanya dengan mengeluarkan amplop coklat dari dalam tasnya. “Mati aku. Itu bukan pesangon buat aku kan? Jangan dipecat, Pak. Saya masih butuh pekerjaan ini,” ucap Novia dalam hati. Novia menarik kursi di depan meja kerja Galang. Dia memberanikan diri untuk duduk dan terus melihat ke arah amplop yang membuatnya khawatir. Galang melihat ke arah Novia. “Ini gaji kamu bulan ini. Kasihkan ke ibumu, buat biaya hidup,” ucap Galang sambil mendorong amplop itu ke arah Novia. “Gaji? Tap-tapi kan saya baru kerja seminggu Pak di sini. Saya gak dipecat kan, Pak?” tanya Novia. “Gak. Saya sengaja kasih kamu gaji diawal, karena setelah ini saya mau kamu fokus ke Niko. Gak usah mikirin lagi soal ibu kamu. Kamu hanya punya kesempatan keluar dari rumah ini 2 kali setiap bulan. Paham?” “Pa-paham, Pak.” Galang mengeluarkan satu amplop lagi. “Yang ini, buat kamu kontrak sementara.” “Kontrak?” “Saya berencana mau sedikit bersihkan rumah kamu. Setidaknya, saya gak mau ada drama ibu kamu sakit ato apapun itu, yang bikin kamu sering pulang dan ninggalin pekerjaan kamu. Cari kontrakan selama satu bulan.” “Renovasi? Pak, gak perlu repot-repot. Kami udah nyaman tinggal di sana. Saya gak mau merepotkan Pak Galang. Bapak udah terlalu baik sama saya,” tolak Novia secara halus. “Saya cuma mau renov dikit. Setidaknya itu akan terlihat seperti rumah, gak kayak kandang ayam! Saya gak mau ibu kamu juga drama nyuruh-nyuruh kamu pulang nanti.” “Kandang ayam? Gak sopan banget ni orang ngatain rumah orang. Kirain baik, ternyata mulutnya nyebelin,” gerutu Novia dalam hati. “Saya akan pastikan ibu saya baik-baik saja, Pak.” Novia mulai kesal. “Segera cari kontrakan, besok tukang renov dateng ke rumah kamu!” titah Galang yang kemudian segera menyibukkan diri dengan pekerjaan. “Ba-baik, Pak. Kalau begitu saya permisi dulu, saya mau ke rumah sakit. Selamat malam.” Novia melihat sebentar ke arah Galang. Dia kemudian segera pergi meninggalkan Galang sendiri. Tentu saja dia tidak ingin mengganggu pria itu. Nanti bisa-bisa dia kena semprot pria tampan itu. “Pak Galang baik banget, dia sampe mau benerin rumah aku segala,” gumam Novia sambil berjalan meninggalkan ruang kerja. “Siapa yang mau benerin rumah, Nov?” tanya Wati yang kebetulan melintas di dekat Novia. “Hem, oh enggak kok. Gak ada yang benerin rumah,” jawab Novia gugup, takut akan menambah masalah dengan Wati. Wati melihat ke arah amplop di tangan Novia. “Kamu udah gajian?” tanya Wati sambil melirik tajam ke arah amplop itu. Novia menyembunyikan amplop itu di belakang badannya. “Gak kok. Bukan, ini bukan gaji.” “Trus apa? Kamu dapet uang apa dari Pak Galang?” desak Wati. “Wat, kamu itu kenapa sih. Bisa gak sih kamu sehari aja gak bikin masalah sama Novia,” tegur Bik Darmi yang segera mendekat saat dia melihat Novia dicecar Wati. Wati melihat ke arah Bik Darmi. “Pak Galang kasih uang ke Novia, Bik. Gak adil banget! Masa di—“ “Kamu jadi pinjem uangnya, Nov? Di kasih ya?” tanya Bik Darmi pada Novia sambil mengedipkan matanya, memberi isyarat. Novia melihat ke Bik Darmi, lalu menunduk. “I-iya, Bik,” jawabnya pelan. “Novia pinjam uang ke Pak Galang. Gak tau diri banget kamu, Nov! Kamu masih anak baru di sini tap—“ “Novia butuh uang, Wat. Lagian kan Novia pasti bakalan bayar. Dia ngutang dan bayarnya potong gaji. Ibunya butuh uang cepet.” Bik Darmi terus membela Novia. “Ya tapi masa minjemnya ke Pak Galang?” “Trus sama siapa? Sama kamu?” “Ya ... ya gak gitu juga. Kan—“ “Udah Nov, kamu mending buruan ke rumah sakit. Pak Ali udah nunggu kamu di depan garasi.” Novia mengangguk. “Makasih ya, Bik. Titip Mas Niko.” Novia senang karena Bik Darmi selalu baik dan membantunya di rumah ini. Dia segera meninggalkan ruang tengah, untuk mengambil tasnya di kamar Niko. Setelah mengucap selamat tinggal pada anak asuhnya karena malam ini dia gak bisa menemani tidur, Novia pun segera turun lagi dan menemui Pak Ali yang akan mengantarkannya ke rumah sakit. Setibanya di rumah sakit, Novia segera menuju ke kamar ibunya. Tadi di jalan dia sempat membeli nasi goreng untuk dia makan bersama dengan ibunya malam ini. “Bos kamu baik banget, Nov. Meski kamu anak baru, tapi kamu dibolehin nginep di sini nemenin Ibu,” ucap Indah sambil menikmati nasi gorengnya. “Pak Galang emang baik, Bu. Biarpun orangnya jarang ngomong, tapi orangnya baik banget.” Novia juga menceritakan tentang rencana Galang tadi pada ibunya. “Ya ampun, padahal gak usah repot-repot, Ibu juga tau diri. Ibu jug gak akan ganggu kamu kerja.” Indah jadi ikut merasa tidak enak. “Tadi Novia juga udah bilang gitu, Bu. Tapi Pak Galang gak mau tau. Tapi ya udah lah Bu, besok biar Novia sama Siti yang cari kos sementara buat Ibu.” “Tapi Ibu beneran gak papa kan sendirian?” Novia ingin memastikan. “Gak papa. Lagian kan di sebelah ada Siti. Paling pertamanya aja Ibu butuh dia, belum biasa pake tongkat. Nanti kalo udah sembuh juga biasa lagi.” “Kamu kerja yang baik ya, Nov. Jangan bikin majikan kamu khawatir.” Indah berpesan pada putri tunggalnya. “Iya, Bu. Jangan sungkan hubungi Novia ya, Bu. Biar Novia gak khawatir.” Ini adalah pertama kalinya Novia akan pisah dengan ibunya. Meski masih dalam satu kota, tapi Novia tidak akan tinggal lagi bersama ibunya. Malam ini Novia menginap di rumah sakit. Dia menghabiskan waktu untuk bercerita dan bercanda bersama sang ibu. Tapi tentu saja Novia tidak bercerita tentang pertemuannya kembali dengan Surya. Novia tidak ingin membuat ibunya khawatir. Keesokan harinya, saat Siti datang, Novia pun akhirnya harus berpisah dengan ibunya. Dia harus segera kembali ke rumah Galang, seperti janjinya pada sang majikan. Siti yang sudah biasa baik pada keluarga Novia memberi jaminan pada Novia kalau dia akan menjaga Indah dengan baik. Dengan berat hati Novia pun pergi dari rumah sakit setelah memberikan sebagian gajinya semalam. Novia memesan taksi online lagi. Dia akan segera pulang karena dia pun sudah merindukan bayi kecil yang beberapa hari ini mengisi hidupnya. Saat taksi akan melewati gerbang penjagaan kompleks, Novia melihat ada Surya duduk di kursi kayu sambil melihat ke arah taksinya. Novia merasa tidak nyaman dan memilih untuk memalingkan wajahnya. “Turun kamu!” ucap Surya yang tiba-tiba sudah memegang pergelangan tangan Novia. “Mas, lepas! Sakit tau!” Novia memberontak saat dia diseret paksa, keluar dari taksi. “Novia. Ngapain dia di situ? Udah mulai gatel ternyata dia. Awas kamu ya, bakalan aku laporin kamu!” tanpa sengaja Wati melihat Novia bersama Surya di pinggir gerbang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD