Bab 13. Dua Cerita

1293 Words
“Ck! Bisa-bisanya kalo di rumah padang muka polos kayak gitu, tapi ternyata di luar gatel banget. Gak nyangka banget, ternyata dia beneran jalang!” geram Wati yang melihat Novia sedang bersama penjaga keamanan kompleks, saat dia akan ke rumah Vera. “Pak Ali, tadi Pak Ali juga liat kan? Novia tadi lagi ngobrol berduaan sama satpam itu?” tanya Wati meminta dukungan. “Lagi nanya sesuatu kali. Gak mungkin lah kalo Novia kayak gitu. Anaknya baik banget,” jawab Pak Ali sambil terus menyetir. “Tuh kan! Ini ... ini yang gak bener. Pak Ali tuh dah kena pengaruh dia. Sama kayak Bik Darmi.” “Dia itu gak sepolos mukanya, Pak. Liat aja, dia hamil tanpa suami. Emangnya Pak Ali gak curiga sama yang kayak gitu. Pasti dia lagi ngincer Pak Galang nih,” lanjut Wati yang semakin membenci Novia. “Hust! Gak boleh nuduh orang kayak gitu. Siapa tau dia emang kenal sama satpam tadi. Udahlah, gak usah dibahas. Ntar tanya langsung aja ama orangnya.” Ali tidak suka mendengar tuduhan tidak berdasar Wati pada Novia. “Liat aja, bakalan aku aduin ntar ke Bu Vera. Biar tau rada dia!” geram Wati sambil melirik sinis, berharap Novia akan segera dipecat dari rumah itu. Saat mobil Pak Ali terus melaju menuju ke rumah Vera, Novia masih berseteru dengan Surya di pojokan gerbang. Surya terus memaksa Novia memberikan uang kepadanya, bahkan sampai membentak Novia. “Aku gak punya uang, Mas!” bentak Novia sambil mempertahankan tasnya. “Bohong! Siniin dompet kamu!” Surya berusaha meraih tas Novia yang disembunyikan di belakang badannya. “Mas! Kamu ini taunya uang aja terus. Apa kamu gak inget sama anak kita? Bahkan kamu gak nanya sedikit pun soal dia.” Surya terdiam. Dia melihat ke arah Novia. “Anak? Kamu yakin anak itu anakku? Bukannya it—“ Satu tamparan keras mendarat di pipi Surya, hingga membuat pria karar itu menghentikan ucapannya. “Jaga mulut kamu, Mas! Aku gak sekotor kamu! Aku gak pernah tidur sama pria mana pun selain kamu!” bentak Novia sambil menunjuk muka Surya, membela harga dirinya. Surya melotot dan tangannya melayang ke atas. Dia siap memukul Novia lagi, seperti yang biasa dilakukan Surya pada Novia sejak dulu. “Apa? Kamu mau pukul aku lagi? Aku bakalan pastikan kamu bakalan dikeroyok orang saat ini!” ancam Novia yang melihat ada beberapa orang ada di dekat pagar gerbang, meski posisi mereka sedikit tersembunyi. Setidaknya, satu teriakan bakalan bisa membantunya. “Kasih aku uang! Cepat!” bentak Surya lagi. “Gak ada! Gak ada uang lagi. Karena kamu aku kehilangan anakku. Jangan harap kamu bakalan dapet uang lagi. Minggir!” Novia mendorong tubuh Surya ke belakang. Melihat Novia akan kembali ke taksinya, dengan secepat kilat, Surya segera menarik tas yang dibawa oleh Novia. Merasa tasnya ditarik ke belakang, Novia segera berbalik dan dia pun berusaha mempertahankan tasnya. Dua orang itu saling berebut tas Novia. Jalan terakhir di lakukan Surya. Dia memegang erat tas itu, lalu melayangkan tamparan keras ke arah pipi Novia. Terang saja, tubuh Novia langsung terjatuh menghantam aspal. “Heh! Apa-apaan kamu!” pekik sopir taksi Novia. “Mbak, kamu gak papa?” tanya sopir taksi itu sambil membantu Novia bangun. “b******k! Kerja di rumah bagus cuma punya uang segini. Cari uang lagi!” Surya membuang tas dan dompet Novia setelah merampas semua uang milik Novia. “Heh kamu! Bakalan aku laporin ke polisi nanti!” pekik sopir taksi sambil melihat Surya yang pergi begitu saja meninggalkan Novia. “Udah Pak, biarin aja. Maafin saya ya, Pak,” ucap Novia tidak enak. “Ya ampun, Mbak. Kok bisa sih kenal sama orang kayak gitu.” Sopir itu membantu Novia berdiri. Novia tidak menjawab. Dia memunguti isi tasnya yang tadi dibuang oleh Surya ke jalanan. Untungnya, uang yang diberikan oleh Galang tadi malam sudah dia masukkan ke bank. Sopir mengantar Novia kembali ke rumah Galang. Karena dia tidak punya uang lagi, Novia pun menyuruh sopir itu menunggu selagi dia meminjam uang pada Bik Darmi. “Ya ampun, Nov. Kamu kenapa, Nov? Kok bisa kayak gini sih,” tanya Bik Darmi yang kaget melihat penampilan Novia yang berantakan. “Ceritanya nanti aja, Bik. Bik, saya boleh pinjem uang 50 ribu gak? Mau bayar taksi di depan,” pinta Novia. “Uang. Bentar, tunggu sini. Eh, kamu bersihkan aja itu badan kamu dulu, biar Bibi yang bayar ke depan.” “Makasih, Bik.” Novia melihat Bik Darmi berjalan cepat ke arah kamarnya di belakang rumah. Dia pun segera masuk ke dalam, untuk berganti pakaian dan membersihkan diri. Novia melihat Niko sedang tertidur di dalam box bayi yang ada di ruang tengah. Tanpa buang waktu, Novia segera naik ke atas untuk membersihkan diri. “Mas Niko udah minum s**u, Bik?” tanya Novia yang berjalan ke arah dapur sambil membawa alat pompa dan botol penyimpan asinya. “Udah. Minumnya udah tadi, tapi main duli baru tidur. Makin lucu sekarang dan makin berat,” lapor Bik Darmi. “Kamu kenapa? Tadi kata sopir taksinya kamu abis berantem sama orang di gerbang depan. Siapa itu, Nov?” tanya Bik Darmi yang tadi sempat bertanya pada sopir taksi. Novia duduk di kursi dapur. “Suamiku, Bik,” jawabnya pasrah sambil meletakkan semua peralatan kerjanya. “Suami? Loh, kok bisa ketemu di sini?” Novia menggeleng. “Aku juga gak tau, Bik. Tiba-tiba kemaren pas aku mau ke rumah sakit, dia muncul dan minta uang lagi. Makanya tadi aku ngutang Bik Darmi, soalnya uangku dirampas sama dia.” “Ya ampun, Nov. Laporkan Pak Galang Nov, biar dikasih peringatan. Eh, tapi kok dia tau kamu tinggal di sini?” “Kayaknya dia kerja di sini, Bik. Ato di dekat sini. Soalnya dia tadi pake baju kayak satpam gitu.” “Oalaah, Nov. Ya udah, kamu gak usah pergi-pergi dulu dari sini sebelum kamu ngomong sama Pak Galang ya. Kamu makan dulu gih, Bibi dah masak.” “Mau pompa dulu, Bik. Udah penuh banget. Eh, ada kotak obat gak? Mau obatin ini.” Novia menunjukkan luka di telapak tangannya yang tadi berbenturan dengan aspal panas. “Tunggu bentar. Kamu makan apa dulu gitu loh, biar gak gemeteran lagi.” “Iya, Bik.” Novia mengambil stoples makanan ringan yang ada di meja. Dia mengisi tenaganya dulu, sebelum memompa asinya lagi, karena Niko sedang tidur. Sambil makan, Novia menceritakan keadaan ibunya. Bik Darmi ikut senang, mendengar keadaan ibu Novia semakin sehat setelah ditolong majikan mereka. Sementara itu Wati yang datang ke rumah Vera untuk mengambil beberapa barang yang akan dibawa ke rumah Galang pun sedang mencari kesempatan untuk melapor pada Vera. Sejak tadi Vera sibuk sendiri dan belum menemuinya. “Wat, kotak ini nanti langsung kasihkan ke Galang ya. Ini baju dia buat acara perusahaan,” ucap Vera sambil menunjuk ke kotak dengan label brand mahal. “Oh iya, Bu. Nanti saya langsung taruh ke kamar Pak Galang.” “Oh ya Bu, saya mau melapor soal Novia.” Wati tidak menyiakan kesempatan. “Novia? Kenapa dia?” tanya Vera ingin tahu. “Anu Bu, tadi pas saya mau ke sini, saya ngeliat Novia main gila sama satpam kompleks. Dia berani ngerayu satpam itu di pos jaga, Bu,” lapor Wati. “Apa?! Berani banget dia kayak gitu!” Vera mulai murka. “Itu dia, Bu. Saya juga kaget liatnya. Muka dia aja keliatan polos banget, gak taunya dia perayu gitu. Murahan banget!” “Kurang ajar! Cucuku diasuh sama perempuan murahan! Gak bisa! Dia harus keluar dari rumah itu!” “Iya, Bu. Nanti malah Mas Niko kena efeknya loh. Apa lagi kan Mas Niko minum s**u dia. s**u wanita liar!” Wati kian membakar Vera. “Mampus kamu, Nov! Bakalan dilempar ke jalanan kamu abis ini sama Bu Vera!” gumam Wati senang di dalam hatinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD